Menkeu Pangkas Tunjangan Profesi Guru Rp 23,4 Triliun

Foto: dok.JPNN Aksi unjukrasa honorer K2 yang mayoritas guru di depan Istana Merdeka, pekan lalu.

JAKARTA– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan pemotongan anggaran kementerian/lembaga tidak akan menyentuh program-program prioritas.

Pembangunan infrastruktur serta program peningkatan kemakmuran dan penciptaan lapangan kerja tidak akan terkena pemangkasan anggaran.

Selain itu, pos-pos belanja wajib seperti gaji dan tunjangan pegawai, operasional dan pemeliharaan kantor, serta bantuan sosial dan belanja-belanja yang sudah teken kontrak tidak akan berubah.  ''Penghematan utamanya dilakukan untuk belanja honorarium, perjalanan dinas, meeting, biaya rapat, iklan, pengadaan kendaraan, sisa dana lelang, dan anggaran kegiatan yang belum dikontrakkan,'' kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI (Keuangan dan Perbankan) DPR kemarin.

Sri Mulyani menuturkan bahwa penghematan belanja kementerian/lembaga tersebut dilakukan secara hati-hati. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, hingga 24 Agustus 2016, realisasi serapan belanja mencapai Rp 316,6 triliun atau 47,5 persen dari target dalam APBNP 2016.

Dari jumlah tersebut, anggaran sisa kebutuhan belanja pegawai dan bantuan sosial hingga akhir tahun mencapai Rp 97 triliun atau 14,5 persen dari target.

Sementara itu, realisasi outstanding kontrak sampai 24 Agustus mencapai Rp 65,9 triliun atau 9,9 persen dari target.    'Dari realisasi tersebut, sisa anggaran adalah Rp 186,9 triliun. Dari jumlah itu, yang dipotong Rp 64,7 triliun,'' paparnya. Dari total penghematan tersebut, ada 15 kementerian/lembaga yang mendapat porsi pemangkasan terbesar.

Menkeu juga memerinci pemangkasan transfer ke daerah dan dana desa senilai Rp 72,9 triliun. Transfer ke daerah bakal dipotong Rp 70,1 triliun.  Perinciannya, dana transfer umum (DTU) sebesar Rp 40,3 triliun berupa pemotongan dana bagi hasil Rp 20,9 triliun.

Kemudian, pemangkasan dana transfer khusus (DTK) sebanyak Rp 29,8 triliun berupa dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 6,0 triliun dan DAK nonfisik, terutama tunjangan profesi guru (TPG) Rp 23,4 triliun dan tambahan penghasilan guru PNSD sebesar Rp 209,1 miliar. ''Untuk tunjangan profesi guru ini, kami menilai over-budgeted. Gurunya memang tidak ada. Gurunya sudah ada, tapi belum bersertifikasi jadi belum bisa dikasih tunjangan profesi," katanya.

Pemangkasan selanjutnya adalah dana sebesar Rp 2,8 triliun karena ada daerah yang diperkirakan tidak mampu memenuhi persyaratan penyaluran laporan realisasi dana desa tahap sebelumnya.

Baca Juga :  Lombok Timur Kekurangan Ribuan Guru PNS

Sri Mulyani mengungkapkan, pemotongan anggaran diperlukan mengingat kondisi ekonomi global belum pulih sepenuhnya sehingga berimbas pada penerimaan negara. Dalam dua tahun terakhir, penerimaan perpajakan selalu di bawah target. Di sisi lain, proyeksi penerimaan perpajakan terus ditingkatkan. 

Rencana pemotongan tunjangan profesi guru (TPG) ini langsung direspon   Ketua DPR Ade Komarudin. Dia  meminta kepada Menkeu Sri Mulyani agar tidak melakukan pemotongan terhadap TPG dalam program penghematan anggaran negara tahun ini.

Ini dikatakan Akom-sapaan Ade, menyikapi rencana kementerian keuangan memangkas anggaran TPG sebesar Rp 23,4 triliun di APBNP 2016. "Saya mau minta ke Bu Sri Mulyani, kalau nanti ketemu dan juga ke banggar, diusahakan tunjangan guru tudak usah dipotong," kata Akom di kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (26/8).

Ia memahami kebijakan pemerintah melakukan penghematan belanja negara dengan memangkas puluhan triliun anggaran yang telah ditetapkan.  Tapi jangan memotong tunjangan untuk guru.

"Kalau mau dipotong yang lain. Kalau nggak ada lagi yang bisa dipotong, potong gaji pejabat negara. Guru jangan lah. Kita bisa begini saja karena mereka. Tahu terima kasih lah," pungkas politikus Golkar itu.

Senada  anggota Komisi X DPR Popong Otje Djundjunan meminta Menkeu menempuh kebijakan yang manusiawi. Ia lebih setuju bila Kemenkeu mencari pos anggaran lain yang bisa dipangkas. Sebab, gaji yang diterima para guru itu kecil dibanding tenaga pendidik di negara lain. Sehingga, tidak baik ikut dipotong. "Kita manusiawi saja lah. Pemotongan boleh-boleh saja kalau memang kondisi keuangan seperti sekarang, boleh saja tidak diharamkan, tapi jangan atuh, jangan guru," ujar Ceu Popong.

Politikus Golkar ini akan menyampaikan sikapnya saat rapat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebab, rencana pemangkasan TPG baru disampampaikan Menkeu Sri Mulyani di Komisi XI.

"Menteri keuangan mah tidak pernah merasakan kekurangan duit. Tapi nanti saja dalam rapat, kalau sudah resmi disampaikan oleh mendikbud nanti. Sekarang belum disampaikan di komisi X. Yang jelas, kalau ada kaitan dengan kesejahteraan masyarakat termasuk guru, jangan diganggu," pungkas Anggota DPR/MPR tertua itu.

Anggota  X DPR Dadang Rusdiana  justru menilai rencana pemangkasan   TPG senilai Rp 23,4 triliun tidak merugikan siapa-siapa. Sebab, penghematan itu sifatnya penyesuaian atas kebutuhan riil TPG. Dia mengatakan, saat ini sejumlah guru bersertifikat telah memasuki usia pensiun. Sehingga, ada ketidakakuratan perhitungan jumlah guru yang akan disertifikasi tahun ini.  "Jadi pada dasarnya tidak mengganggu guru yang sudah berjalan tunjangan profesi gurunya," kata politisi Hanura itu.

Baca Juga :  Sekdes Rangkap Jabatan sebagai Guru

Kemendibud merespon soal kelebihan anggaran itu. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan tidak benar sistem perananaan penganggaran mereka lemah. Sehingga terjadi kelebihan anggaran (over budgeting). "Justru data kelebihan anggaran itu Kemendikbud yang menyuplai ke Kemenkeu," jelasnya di Jakara kemarin (26/8).

Pranata lantas menceritakan duduk masalah hingga ditemukan masalah kelebihan anggatan itu. Dia mengatakan setiap perancangan anggaran tahunan, patokan Kemendikbud adalah jumlah guru yang sudah bersertifikat profesi guru. Jumlahnya mencapai 1 juta orang lebih.

Namun saat penyaluran anggaran itu, kondisinya berubah. Di lapangan ada guru yang dimutasi jadi pejabat struktural di dinas lain. Atau bahkan ada guru yang diangkat menjadi kepala dinas. Bahkan ada juga guru yang ditunjuk menjadi camat atau lurah. Untuk kasus seperti ini, TPG tidak bisa dicairkan. Karena data guru penerimanya tidak terbaca sistem Kemendikbud.

Kemudian guru yang bersertifikat juga harus memenuhi kriteria lain untuk mendapatkan TPG. Contohnya harus mengampu minimal 24 jam tatap muka/pekan. Meski pegang sertifikat tapi tidak mencapai beban mengajar itu, uang TPG tidak bisa dicairkan. Uang TPG yang tidak bisa dicairkan itulah yang kemudian terbaca sebagai kelebihan anggaran.

Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menjelaskan sasaran pembayaran TPG itu ada sekitar 1,2 juta guru. Jumlah itu setara dengan 60 persen total anggaan TPG. "Jadi sekarang ketahuan guru tidak menyedot anggaran negara sampai Rp 70 triliun," tuturnya.

Menurut Unifah upaya Menkeu Sri Mulyani memangkas anggaraan TPG yang kelebihan itu tepat. Sebab tidak akan mengganggu pencairan TPG untuk guru yang benar-benar berhak. Selain itu uang hasil pemangkasan ini bisa dialihkan untuk bidang infrastruktur.

Unifah lantas menjelaskan tanggungan sertifikasi guru oleh Kemendikbud masih besar. Dia mendapat informasi data jumlah guru di Kemendikbud mencapai 2 juta orang. Sementara yang sudah bersertifikat profesi guru masih 1,2 juta orang..(ken/c20/sof/fat/JPNN)

Komentar Anda