Menengok Kehidupan Para Pengunsi di Desa Aik Berik (Bagian 1)

Pagi Bahagia, Malam Menderita

Ketika malam sudah berganti dan datang waktu pagi, baru mereka bisa bahagia. Karena memang pada pagi hari biasanya banyak yang datang untuk mengajak mereka dan anak-anaknya untuk saling menghibur diri.“Kalau malam memang ada kita kadang nonton layar tancap, tapi itu hanya mengurangi sedikit rasa takut kita,” tambahnya.

Hanya saja, pada pagi harinya semua warga mulai ceria. Dimana para wanita sibuk di dapur umum untuk mempersiapkan sarapan pagi. Ada juga yang sibuk membersihkan tempat tidur mereka. Begitu juga yang laki-laki, mereka ada yang bergegas untuk pergi ke sawah dan ada juga yang lebih memilih diam di tenda. “Kalau pagi hari tidak ada masalah karena kita juga sering mendapatkan hiburan, tapi ketakutan hanya pada malam hari saja. Kalau pagi tetap kami berkumpul dengan para ibu-ibu di sini dan suami kembali bekerja. Alhamdulilah ada saja yang datang memberikan kami hiburan,” ungkap pengungsi lainya, Inaq Fatimah.

Baca Juga :  Cerita Inaq Munerah Asal Loteng, Berhaji di Usia 119 Tahun

Sementara itu, koordinator Posko pengungsian, Marwi mengaku, di Desa Aik Berik setidaknya ada enam titik untuk dijadikan posko pengungsian. Hanya saja, posko yang paling besar dan dihuni banyak warga adalah posko di Dusun Pemotoh. Setidaknya, ada 360 kepala keluarga yang tetap berada di tempat itu. “Karena memang kondisi rumah warga sudah parah. Setidaknya ada 129 rumah rusak parah dan 88 rusah sedang. Makanya kami tidak diizinkan untuk menempati rumah karena berbahaya. Maka dari itu kami tetap berada di tenda pengungsian sebelum adanya kejelasan terkait pembangunan rumah warga itu,” jelasnya.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Dekat Dua Pecatur Cilik Berprestasi Asal Lombok Timur

BACA JUGA: Melihat Aktivitas Warga Sembalun Pasca Diguncang Gempa

Hanya saja, kedepanya warga bisa kembali ke rumah masing-masing. Mereka bisa membangun tenda di rumah masing- masing sembari menunggu pembangunan rumah mereka.“ Kita rencana membuatkan satu keluarga satu tenda, agar para warga bisa berada di kediamanya sembari melakukan pengawasan. Karena memang selama ini untuk laki-laki stand by keliling kampung,’’ tandasnya. (bersambung)

Komentar Anda
1
2