Mendagri Kritisi Belanja Modal Kecil

H Supran (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2016 Pemerintah Provinsi NTB  yang telah disahkan beberapa waktu lalu mendapat  kritikan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Hal itu diketahui setelah APBD-P dievaluasi dan harus dilakukan perbaikan. Salah satu sorotan tajam terhadap APBD-P 2016 terkait dengan jumlah belanja modal yang dinilai  masih kecil dan dibawah 20 persen. Padahal belanja modal seharusnya paling sedikit 20  persen sehingga manfaatnya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat. “Mendagri minta kita  tambah belanja modal,” ungkap Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi NTB H Supran kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (19/10).

Menurut Supran, belanja modal pada APBD-P memang besarnya sekitar 19 persen. Sementara dalam aturan setidaknya minimal sebesar 20 persen.  Oleh karena itu, harus dilakukan penambahan  sekitar Rp 5 miliar agar belanja modal bisa mencapai 20 persen.

Akibat dari evaluasi ini, APBD-P 2016 masih harus dilakukan perbaikan dan belum dapat dieksekusi. TAPD harus kembali mencari solusi untuk mendapatkan tambahan dana yang akan dimasukkan ke belanja modal. “Ya kita langsung panggil lagi sih SKPD, karena akan ada pengurangan jumlah dana mereka untuk mencukupi belanja modal,” ucapnya.

Baca Juga :  Berhenti Jualan Miras, Pedagang Dibantu Modal Usaha

Apabila belanja modal sudah terpenuhi, maka APBD-P akan dikirim kembali ke Kemendagri. Diperkirakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) sudah bisa berlaku pada Jumat besok (21/10). Pemenuhan belanja modal diambil dari beberapa  belanja tidak langsung SKPD, terutama yang ada di Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Kesehatan. Supran sendiri tidak menjelaskan alasan sehingga kedua SKPD tersebut yang paling terkena dampaknya. “Belanja modal ini kan sebenarnya memang untuk pelayanan publik,” katanya.

Koreksi dari Kemendagri untuk APBD-P 2016 tidak hanya pada persoalan belanja modal. Mekanisme penganggaran bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota juga disinggung. Pasalnya, jumlah anggaran tersebut tidak sesuai dengan target. Terkait hal itu, TAPD mengaku sengaja menganggarkan jumlah bagi hasil sesuai realisasi  dan bukan berdasarkan target. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya sisa lebih pembiayaan tahun anggaran (Silpa). “Agar tidak seperti tahun 2015 lalu, kan dianggap jadi Silpa,” terangnya.

Baca Juga :  Jokowi : UKM Makin Mudah Akses Modal

Divisi Kampanye dan Organisasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Jumaidi menjelaskan, postur APBD-P NTB tahun 2016 memang tidak sehat. Hal ini sudah berkali-kali disampaikan, akan tetapi terus terjadi setiap tahun.

Pihak yang paling dirugikan tentunya masyarakat sendiri. Apalagi belanja tidak langsung yang sangat tinggi tidak sesuai dengan program prioritas pemprov sendiri. Untuk urusan publik ada di belanja langsung. Namun belanja langsung yang di dalamnya ada belanja modal malah sangat kecil. “Kita sudah ingatkan masalah ini,” ujarnya.

Jumlah pendapatan pada APBD murni semula Rp 3,576 triliun, kemudian terjadi penambahan pada APBD-P sebesar Rp 226 miliar. Sehingga total pendapatan menjadi Rp 3,802 triliun. Sedangkan untuk belanja, dari Rp 3, 575 triliun bertambah Rp 377 miliar sehingga menjadi Rp 3,953 triliun. “Harapan kita sih kalau bisa jumlah belanja modal bisa lebih banyak lagi, tidak akan rugi kok,” tandasnya. (zwr)

Komentar Anda