Menang PK, Seorang ASN KLU Kalah Praperadilan

SIDANG: PN Mataram menggelar sidang praperadilan yang dimohonkan seorang ASN KLU, melawan Polda NTB, Kejari Mataram dan Kementerian Keuangan RI, beberapa waktu lalu. (IST FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM – Seorang ASN di KLU berinisial IGNA kalah praperadilan melawan Polda NTB, Kejari Mataram dan Kementerian Keuangan RI, yang dimohonkan awal Agustus 2024 lalu di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Ia mengajukan praperadilan dengan tujuan meminta ganti kerugian dan rehabilitasi nama baiknya, setelah sebelumnya dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan tanah atas putusan peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan.

“Sebenarnya, klien kami mengajukan praperadilan karena ingin meminta ganti kerugian dan rehabilitasi nama atas putusan PK dengan putusan bebas ontslag,” sebut penasihat hukumnya, Gede Arya Surya Putra, Jumat (30/8).

Kliennya merasa ada tindakan diskriminatif dan gangguan psikis yang didapatkan, dari kasus yang dulu bergulir di Polda NTB. “Ada nuansa diskriminatif dan penekanan secara psikis daripada terdahulu, pada saat adanya laporan di Polda NTB. Karena pada saat laporan itu ada upaya dipaksakan. Sebenarnya pada intinya, klien kami ingin rehabilitasi nama ini saja. Biar selesai, karena dia masih menjabat sebagai ASN di KLU,” ungkapnya.

Diceritakan, kasus yang pernah menimpa kliennya itu bermula dari persoalan tanah. Kliennya bersikeras bahwa tanah dengan luas sekitar 1,7 hektare yang berada di KLU miliknya bersama beberapa orang lain. Akan tetapi, tiba-tiba ada orang lain yang juga warga KLU mengaku tanah tersebut miliknya.

Pada akhirnya, orang yang mengaku tersebut melaporkan IGNA ke Polda NTB tahun 2015. Setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan di Polda NTB, IGNA ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya.

Baca Juga :  Ujian Praktik SIM Dipermudah, Hindari Calo!

Di pengadilan, keenam tersangka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama, dan melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri menggadaikan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa orang lain yang turut mempunyai hak atas tanah itu. Sebagaimana Pasal 385 ke-4 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka pun dijatuhkan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Tapi, dalam putusan hakim itu, tidak ada perintah untuk menetapkan terdakwa berada dalam tahanan.

Putusan hakim tingkat pertama itu dilawan. Para terdakwa mengajukan upaya hukum banding pada Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Dalam putusan hakim PT, mereka kembali dinyatakan bersalah. Namun hukuman yang dijatuhkan sedikit lebih ringan. Yakni masing-masing pidana penjara selama 1 tahun.

Sama, dalam putusan hakim PT juga tidak ada menetapkan agar para terdakwa ditahan. Masih tidak puas, para terdakwa kembali mengajukan upaya hukum selanjutnya yakni kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun sayang, MA menolak permohonan kasasi dari para terdakwa. “Setelah putusan kasasi, terdakwa tidak ditahan. Akan tetapi terdakwa mulai ditahan saat sidang peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan. Klien kami ditahan sekitar 3 bulan,” katanya.

IGNA bersama lima orang lainnya itu memohonkan PK pada tahun 2018. PK yang dimohonkan itu membuahkan hasil. Hakim PK menilai perbuatan keenam orang tersebut terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan. Akan tetapi, hakim menilai perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.

Baca Juga :  Mantan Ketua KONI Dompu Dikorbankan Gegara Intrik Politik

Sehingga, hakim memutuskan melepaskan mereka dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Juga memulihkan hak mereka dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Berdasarkan putusan PK tersebut kliennya mengajukan praperadilan awal Agustus 2024 lalu. Namun sayang, upaya meminta ganti rugi dan memulihkan nama baiknya itu ditolak oleh Hakim PN Mataram. “Hakim menganggap (praperadilan) ini lewat waktu dari tahun 2018 putusan PK-nya turun, tetapi dimohonkan praperadilan tahun 2024. Setidaknya ada upaya dari termohon untuk melihat keadilan sampai mana nama baiknya diperjuangkan,” ungkapnya.

Mengenai praperadilan yang ditolak itu, ia mengaku menerimanya. Namun ia memiliki catatan, bahwa meminta ganti rugi dan rehabilitasi nama tidak memiliki tenggang waktu. Kapan saja bisa dilakukan. “Karena di poin praperadilan itu, rehabilitasi nama itu masuk dalam kategori praperadilan terkait bahwa si pemohon dinyatakan penetapan hukumnya yang salah,” katanya.

Saat ini kliennya tetap menjadi PNS, tapi tidak lagi menjadi seorang pengajar. Melainkan menjadi staf biasa di Dikbud KLU. Dengan adanya praperadilan itu, ia mengaku kliennya sedikit kecewa. “Klien agak kecewa karena putusan itu tidak memperbaiki nama baiknya di kantor tempatnya kerja. Karena dia ingin nama baiknya di lingkungan dan tempatnya kerja. Karena sebagai tokoh di lingkungan, makanya dia mengajukan praperadilan,” pungkasnya. (sid)

Komentar Anda