Melihat Ritual Sebelum Ogoh-Ogoh Diarak

Gelar Upacara Khusus Menghidupkan Ogoh-Ogoh

Ritual Ogoh-Ogoh
SIAP DIARAK: Umat Hindu membuat ogoh-ogoh yang akan diarak pada pawai sehari sebelum pelaksanaan hari raya Nyepi. (ZULFAHMI/RADAR LOMBOK)

Hampir semua banjar di kawasan lingkungan umat Hindu di Kota Mataram sibuk menyelesaikan pembuatan ogoh-ogoh persiapan pawai sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Sebelum diarak ternyata ada ritual yang dilakukan pada malam harinya.


ZULFAHMI – MATARAM 


HARI ini, ratusan ogoh ogoh akan mengikuti pawai yang akan gelar oleh umat Hindu sebelum melaksanakan upacara penyepian.

Ogoh-ogoh yang dibuat ini merupakan sebuah gambaran sosok Bhuta Kala. Dimana dalam ajar agama Hindu, Bhuta Kala melambangkan kekuatan alam yang besar dan menyeramkan. Sehingga sebelum upacara Nyepi, ogoh-ogoh diarak agar segala bentuk hal-hal negatif dimusnahkan seiring dengan dimusnahkannya ogoogoh setelah selesai pawai pada malam hari.

Ogoh-ogoh dibuat dari kayu, bambu dan berbagai bahan lainnya. Beragam bentuk ogohogoh dibuat. Ini tergantung dari kreasi masing-masing umat Hindu. Menurut I Made Gede Yasa tokoh agama dari lingkungan Batu Dawa, pembuatan satu ogohogoh menghabiskan biaya sampai Rp 10 juta. Untuk biaya ini masyarakat urungan secara swadaya.” Proses pembuatan sekitar satu setengah bulan,” ungkapnya kepada Radar Lombok Kamis kemarin (15/3). Bagi umat Hindu, sebelum dilakukan upacara khusus ogoh-ogoh yang dibuat itu masih mati. Ada ritual-ritual khususnya yang dilakukan untuk ‘’menghidupkan’’ ogoh-ogoh ini.” Pada malam hari sebelum diarak untuk pawai ada upacara khusus untuk ’’menghidupkan’’ ogoh-ogoh,” tuturnya. Ia menjelaskan upacara tersebut untuk memberikan” banten” yakni pemanggilan roh untuk mengisi ogoh-ogoh sehingga bisa ‘’hidup’’. Jadi saat diarak, orang yang melihatnya ogoh-ogohnya ini terkesan seperti hidup.

Baca Juga :  Kisah Band PAGAH Meniti Jalan Menuju Sukses

Setelah selesai diikutkan dalam pawai, ada ritual pembakaran ogoh-ogoh. Pembakaran ogoh-ogoh ini untuk mengusir roh jahat atau Bhuta Kala. Setelah itu, barulah umat Hindu bersiapsiap untuk melakukan prosesi penyepian mulai pukul 06.00 Wita tanggal 17 Mei sampai pukul 06.00 Wita tanggal 18 Maret.

Baca Juga :  Pengalaman Iptu Fathoni, Pernah Bertugas di Darfur Sudan

Selama 24 jam di dalam rumah, umat Hindu tidak boleh keluar rumah atau melaksanakan kegiatan yang biasa dilakukan setiap hari. Ada empat hal yang tidak boleh dilakukan. Amati Geni tidak boleh menyalakan api selama proses penyepian. Amati Lelungean, umat Hindu tidak boleh keluar rumah atau bepergian selama nyepi. Amati Lelauangan, umat tidak boleh memenuhi hawa nadsu seperti makan dan minum dan keinginan yang lainnya. Selanjutnya yang ke empat umat Hindu melaksanakan kewajiban Amati Karya. Umat tidak boleh melakukan kegiatan atau bekerja.(*)

Komentar Anda