Jika dibandingkan degan Zohri, hadiah dari Pemprov NTB ini tentu jauh berbanding 180 derajat. Untuk Zohri Pemrov NTB memberikan hadiah sebesar Rp 200 juta, Rp 100 juta untuk modal usaha dan Rp 100 juta untuk asuransi pendidikan Zohri. Sedangkan yang diterima Yuli yang lebih dulu menjadi juara dunia hanya menerima hadiah Rp 7,5 juta. Entahlah karena apa, sehingga perhatian Pemprov NTB sangat berbeda antara Yuli dan Zohri.
Yuli lahir 17 Juni 2001. Saat ini, ia masih duduk di bangku kelas 2 di SMAN 2 Mataram. Ia merupakan anak pertama dari pasangan orang tua Suhardi dan Sumaini. Yuli empat bersaudara, setiap hari kedua orang tuanya bekerja sebagai buruh serabutan yang penghasilannya kembang-kempis. Sang ibu di rumah berjualan warung kecil-kecilan untuk menambah pundi-pundi ekonomi keluarga. Sebagai orang tua, Suhardi tentunya merasa sangat bangga atas semua prestasi anaknya itu. ”Saya sangat bangga dan bersyukur dikaruniakan anak seperti Yuli,” ungkapnya.
Awalnya, dia memang tidak pernah peduli dengan hobi anaknya dalam bidang olahraga pencat silat. Karena baginya yang penting anaknya rajin sekolah, tidak pernah mengarahkan apalagi menuntut Yuli untuk menjadi seorang atlet. ”Dulu saya memang tidak hiraukan keahlian Yuli dalam pencak silat,” ungkapnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, bakat Yuli semakin tampak dengan keberhasilannya menjadi juara di setiap pertandingan. Mulai dari tingkat sekolah, kabupaten, provinsi, nasional hingga sekarang ke tingkat dunia. ‘’Saya sebagai orang tua tentu sekarang sangat mendukung Yuli menjadi atlet pencak silat terbaik untuk Indonesia,” imbuhnya.