MATARAM-Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2017 diwarnai dengan aksi unjuk rasa.
Massa Front Perjuangan Rakyat (FPR-NTB) yang terdiri dari ratusan buruh, petani dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Lombok demo di depan kantor gubenur Senin kemarin (1/5). Dalam aksi ini, massa menolak upah murah buruh dan kaum tani Indonesia. Mereka juga mengecam reformasi agraria Jokowi-JK yang dinilai palsu.
Tidak hanya sekedar melakukan orasi, massa yang berasal dari berbagai kalangan ini melakukan aksi teatrikal kondisi buruh saat ini. Dimana kondisi buruh atau pekerja diibaratkan seperti peliharaan yang dimainkan oleh pemilik modal yang berkuasa.
Koordinator aksi Habibie menyatakan pada tahun 2015 Gubernur TGH M Zainul Majdi menerbitkan 241 izin pertambangan. Lalu, dari total luas daratan NTB 2.015.315 Ha, 71 persen dikuasai oleh konsesi kehutanan melalui KPH, taman nasional, pertambangan, pariwisata dan perkebunan skala luas. Jika dibagi rata dengan jumlah 1.327.948 kepala keluarga tani, maka rata- rata petani hanya menguasai 0,19 Ha.
Selain dihadapkan dengan persoalan lahan, kaum tani NTB juga dihadap-hadapkan dengan skema kemitraan yang timpang dan memberatkan petani. Merosotnya penghidupan petani akibat mahalnya biaya produksi.” Kondisi ini jelas sangat memberatkan kaum buruh tani yang ada di desa-desa,” tegasnya.
Buruh di NTB juga belum diupah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Dia menunjuk ritel modern, bandara bahkan sejumlah hotel belum menerapkan upah sesuai UMP sebesar Rp 1,6 juta. ” Kondisi ini harus diperhatikan dan diperjuangkan oleh pemerintah dibawah pimpinan TGH Zainul Majdi,” harapnya.
Koordinator aksi Zuki Zuarman mengatakan dengan berbagai ketimpangan ini, Front Perjuangan Rakyat (FPR-NTB) meminta agar pemerintah Jokowi JK dan Gubernur NTB, agar selalu memihak terhadap buruh dan petani dengan mencabut PP No 78 Tahun 2015. Sistem kerja kontrak dan outsourcing dihapus. Selain itu massa juga meminta agar pemerintah memberikan perlindungan sejati bagi TKI asal NTB. (ami)