Maulana Syeikh Ikut Berjuang Melawan Penjajahan dan Kebodohan

SUMBER: wikipedia.org

TANJUNG-Pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan (PWNW) NTB melaksanakan seminar kepahlawanan almagfurullah Maulana Syeikh TGKH Zainuddin Abdul Majid yang berlangsung di gedung olahraga Gondang Kecamatan Gangga belum lama ini.

Seminar ini dalam rangka mendorong pemerintah provinsi (Pemprov) NTB dan Kabupaten/Kota di NTB untuk mengikhtiarkan pendiri NW menjadi tokoh nasional Republik Indonesia bagian timur. Karena selama hidupnya, ulama yang diakui keilmuan dan perjuangannya ini turut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam segala lini.

Demikian disampaikan Dr Abdul Syukur, salah satu peneliti perjuangan Maulana Syeikh yang menjadi salah satu narasumber pada saat seminar. Ia menyatakan, keinginan untuk merdeka ini tidak hanya berada di tanah air. Namun juga ada di luar negeri salah satunya di Makkah dan Mesir. Dan pada waktu itu Maulana Syeikh berada di Makkah. “Di tanah air, saat itu sudah muncul keinginan untuk merdeka pada tahun 1930-an. Dan pada tahun 1910 sudah berkembang organisasi-organisasi berlandaskan kebangsaan dan keagamaa,” terangnya.

[postingan number=3 tag=”nw”]

Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Maulana Syeikh sudah pasti telah bertemu dengan tokoh-tokoh di tanah jawi (Indonesia). Salah satu perjuangan Maulana Syeikh mendirikan NU, karena pada saat itu mereka bersamaan di kota Makkah. “Hanya saja, kita belum menemukan dokumennya,” tandasnya.

Dikatakan, pada saat itu sudah berkembang nilai-nilai kebangsaan yang dibawa para jamaah haji asal Indonesia. Sehingga muncul tokoh-tokoh studi asal Indonesia, yang berimbas terhadap banyak warga Indonesia banyak ke Makkah dari dulu. “Maulana Syeikh kemungkinan besar sudah terlibat dalam diskusi-diskusi bagaimana Indonesia merdeka dari Belanda,” katanya.

Baca Juga :  Mahad NW Anjani Gelar Adzikrol Hauliyah Ke-51

Menurutnya, tindakan orang itu sangat berpengaruh terhadapa gagasannya. Tentu gagasan Indonesia sudah diterima di Makkah, sehingga pada saat pulang ke Indonesia pada tahun 1934 sedang menghangat gerakan-gerakan kemerdekaan. “Yang menarik itu, ketika pulang Maulana Syeikh mendirikan sebuah organisasi berawal dari pendidikan dengan mendirikan madrasah. Dari madrasah itu mendirikan NW. Dan penamaan NW ini sangat menarik, karena di Jawa telah berdiri NU (Kebangkitan Ulama). Sedangkan maulana syeikh memilh menamakan organisasinya NW (Kebangkitan Bangsa). Dalam pikiran maulana syeikh bahwa yang bangkit tidak hanya ulama melainkan juga bangsa,” tegasnya.

Indonesia mampu merdeka karena ada dua nasionalisme yaitu nasionalisme kabangsaan dan nasionalisme agama (relegius). Gerakan nasionalisme agama ini digelorakan orang-orang yang tergabung dalam Serikat Islam. “Maulana syeikh itu ada pada sayap kebangsaan berbasis agama atau islam, itu yang ditularkan. Termasuk juga ulama-ulama dalam serikat mengembangkan itu seperti NU,” jelasnya.

Perjuangan maulana syeikh di pulau Lombok memiliki peran strategis menjaga semangat perjuangan di tanah Indonesia bagian timur ini. Dikatakan, ketika maulanasyeikh berjuang, posisi Belanda sudah melemah. Sebab selama penjajahan Belanda, maulana berkonsentrasi membangun ponpes itu yang digunakan menyalurkan nilai-nilai kebangsaan sehingga menjadi pejuang di Lombok. “Seseorang menjadi pejuang itu tidak muncul secara tiba-tiba, tapi ada prosesnya. Di sinilah peran beliau untuk menanam semnagat perjuangan, menanamkan nasionalisme relegius dan mendirikan negara berbasis agama. Dan itu cukup berhasil,” sebutnya.

Baca Juga :  Pengangkatan Guru Honorer Harus Lebih Selektif

Pada tahun 1942, ketika Jepang mengganti pemerintahan Belanda, ponpes maulana syeikh ditutup. Anak didik maulana syeikh muncul sebagai pejuang. Ketika merdeka pada proklamasi yang dibacakan di Jakarta. Sejak kolonel Lombok ikut berpusat pemerintahan di Bali. Kemudian ketika merdeka tokoh Bali yang menjadi perwakilan Republik Indonesia bernama Ketut Puja. “Ketika proklamasi apakah berpihak pada republik atau tidak. Sepanjang dokumen yang saya telusuri maulana syeikh tidak pernah ingkar dari republik, artinya dia menerima,” paparnya.

Selanjutnya, ketika merdeka. Pada tahun 1954 kembali perang dengan Belanda, tentara sekutu menyerang Indonesia dari dua arah yaitu barat (Singapura) dan timur mulai dari Cina. Khusus wilayah timur sudah dikuasai tentara Asutralia dan Inggris dimulai dari Papua, Makassar dan Lombok. Pada saat itu, tentara sekutu di wilayah timur sangat kuat, sedangkan tentara Indonesia hanya kuat di pulau Jawa. “Kalau maulana pragmatis pasti akan berpihak ke sekutu, namun maulana memang nasionalisme tulen tidak berpihak ke sekutu. Yang bergerak anak didiknya sehingga ada persitiwa Selong 1946. Di sana ada andil maulana,” bebernya.

Di seluruh Indonesia perjuangan kaum pejuang selalu mendapatkan restu dari ulama untuk mendapatkan keyakinan mengalahkan Belanda, karena menghadapi Belanda bersenjata lengkap dan terlatih militer. Di Lombok terdapat melawan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration) terjadi di Selong satu-satunya tercatat terhadap markas NICA. (flo)

Komentar Anda