Masing-masing Terdakwa Cari Aman Sendiri

Terdakwa Cari Aman Sendiri
SIDANG: Mantan Kepala Imigrasi Mataram, Kurniadie, dalam sidang kasus dugaan suap penyalahgunaan izin tinggal, Rabu (27/11).( Dery Harjan/Radar Lombok)

MATARAM– Sidang perkara dugaan terdakwa mantan kepala Imigrasi Mataram Kurniadie dan Kasi Inteldakim kantor Imigrasi Mataram, Yusriansyah kembali digelar di Pengadilan Tipikor Mataram, Rabu (27/11).

Agenda sidang masih pada pemeriksaan saksi. Dimana saksinya adalah  Kurniadie dan Yusriansyah. Kurniadie bersaksi untuk perbuatan terdakwa Yusriansyah, begitu juga sebaliknya. Antara terdakwa yang satu dengan yang lain terdengar  saling menyudutkan.

Saksi yang pertama dimintai keterangan yaitu Yusriansyah. Selama persidangan Yusriansyah terlihat selalu mencari aman. Dimana ia membeberkan bahwa segala perbuatan yang dilakukannya terkait perkara ini semuanya adalah atas perintah dari terdakwa Kurniadie dan diapun tak berdaya untuk menolaknya.  “Sejak awap kasus ini hingga dilakukan deportasi saya tidak memiliki independensi. Semuanya diatur dan ditentukan oleh Kurniadie. Saya tidak bisa membantahnya,” ungkap Yusriansyah.

Alasannya, jika dia membantah perintah atasannya yaitu Kurniadie dia diancam akan dipindahkan. “Jika saya dipindahkan bagaimana nasib anak saya  yang baru saja saya pindahkan sekolahnya ke sini. Itu yang saya pikirkan,” ungkapnya.

Dalam perkara ini, Yusriansyah sejak awal sudah ditekan untuk menemukan kesalaham dari dua warga negara asing yang diduga menyalahi izin tinggal yaitu Geoferry William Bower asal Australia  dan Manikam Katherasan asal Singapura. “Pernah saya periksa keduanya sejak jam 10.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita tetapi saya tidak temukan kesalahannya tetapi tetap dipaksa hingga dapat,” ungkapnya.

Yisriansyah mengaku tetap dimarahi jika dirinya tidak menjalankan tugas dari atasannya. “Pokoknya tidak ada yang berani melawan,” cetusnya.

Demi untuk menyenangkan atasannya, Yusriansyah mengaku sering menyetorkan uang yang diluar Rp. 1,5 Miliar ini. Uang tersebut bersumber dari pendapatan tidak resmi Imigrasi Mataram yaitu dari kepengurusan  paspor yang hilang maupun rusak. “Mestinya ditarik biaya Rp.350.000 bisa ditarik Rp. 1. 000.000,” ungkapnya.

Selain itu juga dari penangana kasus  warga negara asing. Ia menyebutkan ada beberapa kasus yang seharusnya berlanjut ke proses hukum tetapi dibatalkan dengan alasan tertentu. “Kasusnya di 86 kan,” bebernya.

 Jika ditotalkan pemasukan dari pungutan tidak resmi tersebut  bisa sampai Milyaran rupiah per tahunnya. Uang tersebut kemudian dibagi-bagi di internal Imigrasi sendiri maupun juga untuk pihak Kanwil Kemenkumham.  “Saya serahkan ke Pak Kurniadie, saya dan anggota saya di Inteldakim, Kasubag TU dan anggotanya, satpam juga dapat dan ada untuk  Kanwil Kemenkumham,” bebernya.

Uang dari hasil pungutan liar tersebut dibagi-bagi setiap sekali seminggu dan  ada juga dalam dua minggu sekali. ”Tetapi kebanyakan dalam sekali seminggu,” bebernya.

Terkait nominalnya, Yusriansyah mengaku tidak mengingatnya karena jumlahnya cukup banyak. Namun untuk ukuran staf biasa saja nominalnya berkisar Rp 1.500.000 hingga Rp 2.000.000 per minggunya. Terkait hal ini, Kurniadie yang dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara Yusriansyah juga telah mengakuinya. Namun ia mengaku bahwa tidak pernah meminta uang tersebut, melainkan dikasi begitu saja oleh Yusriansyah.

Kurniadie mengakui bahwa dari sepengetahuannya  praktek pungli ini sudah berlangsung sejak lama. ”Sejak sebelum saya sudah ada,” ungkapnya. (der)