MATARAM–Penanganan kasus pengadaan alat kesenian marching band tahun 2017 di lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB sudah lengkap dan dinyatakan P21 oleh jaksa penuntut umum.
Kasus tersebut ditangani Ditreskrimsus Polda NTB berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/191.VI/2018/NTB/SPKT pada 8 Juni 2018. Di mana paket pengadaan barang/jasa yang dimaksud terdiri dari 2 yaitu
Paket Belanja Modal Pengadaan Peralatan Kesenian (Marching Band) senilai Rp 1.700.742.850 bagi lima SMA/SMK negeri
Dan Paket Belanja Hibah Pengadaan Alat Kesenian (Marching Band) senilai Rp 1.062.962.250 bagi empat sekolah swasta.
Proyek diduga dikorupsi dengan modus mark up harga barang sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta sesuai hitungan BPKP Perwakilan NTB.
Kasus tersebut berawal ketika oknum Pejabat Pembuat Komitment (PPK) berinisial MI akan menyiapkan dokumen pengadaan melalui proses lelang.
MI telah menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) tanpa melakukan survei terlebih dahulu.
MI meminta bantuan calon peserta lelang berinisial LB alias Ading yang telah menggunakan/meminjam perusahaan CV. Embun Mas milik adik kandungnya sendiri untuk melakukan survei harga ke CV. Julang Marching Pratama sebelum pengadaan dimulai, pada 25 Agustus 2017.
Dan memperoleh harga 1 unit barang senilai Rp 212.421.000,- yang terdiri dari 17 item peralatan marching band.
Dengan berpedoman harga dari milik CV. Julang Marching Band tersebut, Ading kemudian menyerahkan dokumen harga kepada MI yang kemudian dijadikan dasar dalam menyusun HPS sebagai acuan dalam pelaksanaan lelang tanpa melakukan survei kembali di tempat lain.
Dalam proses lelang paket belanja modal terdapat 41 perusahaan yang mendaftar, sedangkan pada lelang paket belanja hibah terdapat 45 perusahaan yang mendaftar. Namun yang dimasukkan hanya CV. Embun Mas.
Rekanan lain yang telah mendaftar tidak dapat mengajukan penawaran dikarenakan oknum PPK telah sengaja mencantumkan merek dan type barang (CV. Julang).
Nilai penawaran yang dilakukan oleh CV. Embun emas terbilang janggal terhadap paket belanja modal sebesar Rp 1.571. 890.000,- dan paket belanja hibah Rp. 982.431.250,- sehingga dinyatakan sebagai pemenang dan menandatangani kontrak sesuai dengan nilai penawaran.
Sehingga atas kejanggalan tersebut diduga terindikasi adanya konspirasi atau kesepakatan untuk menaikkan harga barang atau mark up.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara Syarifudin menyampaikan bahwa kasus mark up harga yang dilakukan oleh oknum PPK di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB ini telah dinyatakan P21.
“Tersangka MI telah kami tahan sejak hari kemarin Rabu 5 Juli 2023 sedangkan tersangka LB alias Adink juga telah terbukti merugikan negara dengan diperkuat oleh laporan audit BPKP Perwakilan NTB saat ini sedang menjalani penahanan di LP Praya Lombok Tengah dalam kasus lain,” ungkapnya.
Sedangkan barang bukti yang disita berupa dokumen perubahan anggaran SKPD tahun 2017, surat Kadis Dikbud NTB, dokumen pengadaan barang dan jasa, surat perjanjian kontrak kerja, surat perintah pencairan dana SP2D, invoice, rekening bank, daftar harga marching band, dan lain-lainnya
Terhadap kedua tersangka penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB menjeratnya dengan pasal 2 dan 3 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (RL)