Mantan Kepala UPT Asrama Haji Abdurrazak Ajukan Kasasi

MASUK: Terdakwa Abdurrazak Al Fakhir (memakai batik warna biru) hendak memasuki mobil tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, didampingi penasihat hukum. (DOKUMEN RADAR LOMBOK)

MATARAM – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, atas perkara  mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al-Fakhir, terdakwa korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung pada UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Tahun Anggaran 2019.

Berdasarkan penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram, majelis hakim banding yang diketuai I Gede Mayun, beranggotakan Bambang Sasmito dan Mahsan memutus perkara tersebut tertanggal 10 Januari 2023 dengan nomor putusan 18/PID.TPK/2022/PT MTR.

Dalam amar putusan banding menyatakan, menerima permohonan banding dari penasihat hukum terdakwa. “Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor 20/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Mtr  tanggal 18 November 2022 yang dimohonkan banding,” bunyi amar putusan dikutip dari laman resmi SIPP PN Mataram, Jumat (20/1).

Amar putusan banding lainnya, majelis hakim turut memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. “Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” katanya.

Dengan demikian, terdakwa tetap dijatuhi 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim tingkat pertama yang diketuai  Mukhlassuddin dengan anggota Glorious Anggundoro dan Fadhli Hanra menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primer jaksa penuntut umum.

Dakwaan primer itu Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terdakwa juga turut dibebankan membayar uang pengganti Rp 791 juta subsider 5 tahun penjara. Pun menetapkan terdakwa agar tetap berada dalam tahanan. Terkait uang Rp 150 juta yang sebelumnya dititipkan di tahap penyidikan, ditetapkan hakim sebagai bagian dari upaya terdakwa membayar uang pengganti.

Vonis yang dijatuhi hakim, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Di mana JPU menuntut terdakwa penjara selama 8,5 tahun. Tetapi, untuk pidana denda, hakim menjatuhi terdakwa lebih berat dari tuntutan jaksa yang sebelumnya dituntut pidana denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Begitu juga dengan masa hukuman untuk uang pengganti Rp 791 juta. Hakim menetapkan lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa 4,5 tahun penjara.

Atas putusan banding tersebut, terdakwa melalui penasihat hukumnya Denny Nur Indra akan menempuh upaya hukum kasasi. “Putusan banding sudah kami terima dan kami nyatakan sikap akan kasasi,” singkatnya.

Soal upaya hukum kasasi yang ditempuh terdakwa melalui penasihat hukumnya, dibenarkan Humas PN Mataram Kelik Trimargo. “PH terdakwa menyatakan kasasi tadi pagi (20/1) di Tipikor,” jawabnya.

Penasihat hukum terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi NTB Nomor 18/PID.TPK/2022/PT MTR. “Akta permohonan kasasi tertuang dalam nomor akta : 3/Aktas-Kas/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr,” ujarnya.

Untuk diketahui, dalam kasus yang menjerat tiga orang ini nilai kerugian negara Rp 2,65 miliar berdasarkan perhitungan oleh BPKP NTB. Kerugian muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan. Rinciannya, rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp 373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp 235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp 242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp 290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp 28,6 juta. (cr-sid)

Komentar Anda