PRAYA – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (JPU Kejari) Lombok Tengah menuntut mantan Kepala Desa (Kades) Gemel Kecamatan Jonggat, Muhammad Ramli dengan tuntutan tujuh tahun penjara atas kasus dugaan penyelewengan dana desa tahun 2019-2022.
Kasi Pidsus Kejari Lombok Tengah, Bratha Hariputra ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa kasus penyelewengan dana desa Gemel sudah masuk tahap tuntutan di persidangan. Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut mencapai Rp 900.069.787 sehingga jaksa sebelumnya menetapkan Muhammad Ramli sebagai tersangka dan sedang dalam tahap proses persidangan. “Untuk kasus korupsi anggaran Desa Gemel sudah masuk pada tahap tuntutan di Pengadilan Tipikor Mataram dan terdakwa dituntut 7 tahun penjara. Persidangan dalam dua minggu kedepan baru masuk sidang putusan,” ungkap Bratha Hariputra, Jumat (2/8).
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang–Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001, subsidiair pasal 3 jo pasal 18 Undang–Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah di bah dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001.
Seperti diketahui Muhammad Ramli ditetapkan sebagai tersangka Selasa (27/2). Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menerima hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari Inspektorat yang dalam kasus desa Gemel ini terdapat kerugian Rp 900.069.787. Baginya dengan jumlah ini merupakan kerugian terbesar di Provinsi NTB untuk kasus desa.
Tersangka juga saat itu ditahan untuk mempermudah peroses kedepannya dan menghindari pengerusakan alat bukti. Kerugian Rp 900.069.787 ini muncul dari berbagai kegiatan yang ada di Desa Gemel ada yang fiktif dan ada yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Hanya saja jaksa tidak menjelaskan secara detail berbagai jenis pekerjaan yang membuat adanya kerugian negara dalam kasus tersebut. “Tapi contohnya seperti jalan yang malah dibangun dari dana aspirasi (Dewan, red) yang seharusnya menggunakan dana desa. Dana hasil korupsi ini digunakan untuk kebutuhan pribadi termasuk untuk bangun rumah. Makanya kita besar kemungkinan akan mengarah kepada penyitaan rumah,” tegasnya. (met)