MATARAM – Mantan Kades dan Kaur Keuangan Desa Barejulat, Lombok Tengah (Loteng), masing-masing dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun terkait kasus korupsi dana desa setempat tahun 2019-2020.
Kedua terdakwa, Selim dan Ahmad Hurairi, hingga kini belum mengajukan upaya hukum banding. “Belum ada yang menyatakan banding dari para pihak,” ungkap Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo, Selasa (17/12).
Senada disampaikan Kasi Intel Kejari Loteng, I Made Juri Imanu, yang menyatakan bahwa jaksa masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding. “JPU (jaksa penuntut umum) masih pikir-pikir untuk kemungkinan akan melakukan upaya hukum banding,” kata I Made Juri.
Kedua terdakwa diputus bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Mataram yang diketuai Glorious Anggundoro pada Jumat (13/12). Mereka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan primer.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Selim dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta,” sebut Glorious Anggundoro didampingi hakim anggota Irlina dan Irawan Ismail.
Jika terdakwa Selim tidak membayar pidana denda tersebut, ia harus menggantinya dengan pidana penjara selama 2 bulan. Selain pidana pokok, hakim turut menghukum Selim membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 505 juta. Jika uang pengganti tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, harta benda Selim akan disita dan dilelang. “Apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun,” ujarnya.
Sedangkan terdakwa Ahmad Hurairi hanya divonis pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan. Hakim tidak membebankan terdakwa untuk mengganti kerugian keuangan negara.
Sebelumnya, terdakwa Selim dituntut oleh jaksa penuntut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp 250 juta subsider 4 bulan. Untuk terdakwa Selim dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 252,8 juta.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian negara tersebut dalam satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi kerugian negara tersebut. “Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka dipidana penjara selama 2 tahun dan 9 bulan,” kata jaksa penuntut umum Bratha Hariputra saat membacakan tuntutan.
Untuk terdakwa Ahmad Hurairi, jaksa penuntut meminta majelis hakim untuk menjatuhi pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda Rp 200 juta. “Jika tidak membayar denda maka diganti pidana kurungan 3 bulan,” ujarnya.
Terdakwa Ahmad Hurairi juga dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 252,8 juta. Jika terdakwa tidak mengganti kerugian negara tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 tahun dan 6 bulan.
Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum. “Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” katanya. (sid)