Madrasah Berani Ungkap Praktek Permainan Dana BOS

Ombudsman Panggil Pejabat Kemenag NTB

Pengakuan Muammar Khulaifi juga dibenarkan oleh beberapa kepala madrasah lainnya. Tidak ada sama sekali niat mereka untuk memfitnah atau menyudutkan pihak tertentu. “ Ya mau bilang apa, sudah jadi keputusan mereka,” keluh kepala madrasah lainnya asa Jerowaru Lombok Timur. Adanya instruksi untuk membeli buku pada perusahaan tertentu dilakukan secara terstruktur. Bahkan, seorang pejabat Kemenag Provinsi NTB inisial S, bertugas memastikan semuanya berjalan lancar di tingkat kabupaten/kota. Pejabat Kemenag kabupaten/kota tentu saja patuh terhadap instruksi pejabat Kemenag NTB. Meskipun di belakang ada juga yang kesal dan tidak ingin terlibat melakukannya. 

Kepala Ombudsman Provinsi NTB Adhar Hakim juga menanggapi pernyataan pihak perusahaan. Bantahan PT Aksasindo Karya dianggap hanya sekedar bualan tanpa bukti pendukung. Menurut Adhar, perusahaan boleh saja berkelit dan membela diri. Namun Ombudsman memiliki bukti yang kuat sehingga berani mengungkapnya ke publik. “ Gak apa-apa dia ngomong gitu. Gak apa-apa. Yang jelas kita memiliki data,” ungkap mantan wartawan ini. 

Ombudsman akan terus mendalami dan dan memperkuat bukti-bukti. “Mereka (madrasah) korban. Kasihan madrasah dan murid-murid. Kasihan mereka jadi korban. Saya harus bersihkan yang gini-gini. Mohon dukungan,” tegasnya. 

Untuk membongkar penyimpangan yang telah terjadi, Ombudsman telah melayangkan surat kepada Kemenag Provinsi NTB. Beberapa pejabatnya dipanggil untuk dimintai klarifikasinya. “ Kami hari ini kirim surat panggilan ke beberapa pihak di Kanwil Kemenag untuk datang hari Rabu,” terang Adhar kepada Radar Lombok.

Sebelumnya Ombudsman  mengemukakan hasil investigasi terkait dugaan pelanggaran di balik penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk madrasah-madrasah di NTB. Salah satu yang diungkap Ombudsman adalah adanya kewajiban membeli buku di salah satu perusahaan buku menggunakan sekitar 20 persen anggaran BOS. Sebelumnya Ombudsman RI Perwakilan NTB mengendus adanya penyimpangan proses pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ribuan madrasah di NTB. Kepala Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim mengatakan, berdasarkan hasil investigasi pihaknya ditemukan ada beberapa hal yang menyimpang, salah satunya terkait keharusan setiap madrasah membeli buku umum dari 20 persen dana BOS yang diterima tanpa mempertimbangkan kebutuhan masing-masing madrasah.

Baca Juga :  Ada Indikasi Penyimpangan Penyaluran Dana BOS

Penyimpangan lainnya yaitu tempat membeli buku  dipatok di satu perusahaan yakni PT AK. Sesuai dengan petunjuk teknis BOS  pada Madrasah TA 2018, keputusan Dirjen Pendidikan Islam nomer 451 tahun 2018, Inplementasi BOS sesuai BAB II Juknis pada poin C program BOS berbasis sekolah (BMS), dana harus dikelola secara mandiri dan otonom oleh madrasah dengan melibatkan komite madrasah dan dewan guru. “ Pihak madrasah bebas menentukan mau membeli buku apa sesuai dengan kebutuhannya dan tempat membelinya juga terserah mereka,” ungkap Adhar.

Berdasarkan aduan masyarakat yang diterima, ada ribuan madrasah yang diduga dipaksa membeli buku dengan dana BOS walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak memerlukan buku tersebut.”Berdasarkan temuan, ada madrasah yang belum menerapkan K13 namun tetap harus membeli buku sesuai dengan yang ditentukan. Jika tidak maka dana BOS tahap II tahun 2018 bakal sulit dicairkan,” kata Adhar.

Temuan Ombudsman ini dibantah oleh Kemenag NTB maupun pihak PT. AK atau Aksasindo Karya. “ Perusahaan ini sudah lama, dan ini perusahaan saya . Dulunya CV. Namun diubah menjadi PT, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Komisaris PT AK, Haris, Sabtu (28/10) lalu.

Koran ini sempat berkunjung langsung ke kantor perusahaan, lokasinya di dekat jalan raya tidak jauh dari simpang empat Masbagik. Ada banyak kardus berisi beragam buku di tempat ini. Sebagian besar buku yang dijual memang adalah buku umum K13 baik itu untuk SMP maupun maupun SMA. Tampak juga beberapa karyawan sibuk membawa kardus buku keluar dari gudang.  Haris menjelaskan, perusahaan ini hanya sebatas sebagai distributor, bukan sebagai penerbit. Semua buku yang dijual didatangkan dari perusahaan penerbit  ternama di Jakarta yaitu Balai Pustaka (BP). Meski tidak disebut secara rinci jumlah  buku yang dijual itu, namun semua buku yang sebagian besarnya adalah K13 telah dibeli  dengan harga sekitar Rp 3 miliar. “Sudah lama saya datangkan buku ini. Setelah mulai diberlakukan K13. Sekolah beli langsung ke sini. Dan sama sekali bukan karena ada perintah dari siapapun. Melainkan sekolah itu dapat informasi dari mulut ke mulut,” ungkapnya.

Baca Juga :  Nasrudin Akan Lepas Jabatan Kepala Kemenag NTB

Disampaikan, buku yang dijual perusahaannya sebagian besar adalah buku umum seperti Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, PJOK, PPKN dan banyak lainnya sesuai dengan jenjang pendidikan yang membutuhkan. Buku yang dijual tidak hanya dibeli oleh sekolah yang bernaung dibawah Kemenag saja, melainkan juga banyak dibeli oleh sekolah-sekolah yang berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Haris menegaskan, dalam sehari sekolah yang datang membeli buku jumlahnya tidak menentu. Terkadang satu sampai dua sekolah. Bahkan  juga tidak ada sama sekali. Dia menyayangkan ada oknum tertentu yang melibatkan perusahaannya berkaitan dengan pengadaan buku di Kemenag. Sejak lama terang Haris,  perusahaannya itu tidak mau berurusan atau bekerjasama dengan birokrasi pemerintahan. Selain rentan dengan hukum, ujungnya juga  pasti akan ada oknum tertentu yang ingin mencari keuntungan. “Malas sekali saya  berurusan dengan birokrasi di pemerintahan ini. Pasti ujungnya minta jatah  ini, jatah itu. Bahkan  ketika ada KKM yang mengajak  kerjasama beli buku disini, saya juga tidak mau. Ujungnya  mereka yang main harga di sekolah-sekolah. Kalau sekolah itu butuh, mereka  saja yang datang ke sini untuk beli. Kalau buku ini ndak laku, itu resiko saya,” pungkasnya.(zwr)

Komentar Anda
1
2