MATARAM — Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi dua terdakwa korupsi tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim tahun 2021-2022, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 36,4 miliar.
Kedua terdakwa, yakni Direktur PT Anugerah Mitra Graha (AMG) Po Suwandi, dan Kepala Cabang (Kacab) PT AMG Rinus Adam Wakum.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo membenarkan adanya putusan kasasi kedua terdakwa berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung. “Iya, itu baru pemberitahuan di SIPP Mahkamah Agung, kalau perkaranya sudah diputus,” ungkap Kelik.
Dalam amar putusan Mahkamah Agung dengan perkara Nomor: 4960 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 28 Agustus 2024, hakim menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa Po Suwandi. Begitu juga dalam amar putusan perkara milik Rinus Adam Wakum Nomor: 4279 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 15 Agustus 2024, hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi penuntut umun dan terdakwa.
Soal putusan itu, Pengadilan Negeri (PN) Mataram belum menerima berkas petikan dan salinan putusan kasasi kedua terdakwa. “Petikan putusannya belum kami terima,” katanya.
Kedua terdakwa dari perusahaan yang melakukan penambangan itu, merupakan dua dari delapan terdakwa. Sebelum mengajukan upaya hukum kasasi, keduanya telah dijatuhi hukuman di pengadilan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi (NTB).
Amar putusan bandingnya tercatat dengan nomor : 2/PID.TPK/2024/PT MTR miliknya terdakwa Po Suwandi. Dalam amar putusan hakim tingkat banding yang diketuai Gede Ariawan, menguatkan putusan hakim tingkat pertama, yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram tertanggal 5 Januari 2024 dengan perkara nomor: 17/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
Hakim Pengadilan Tipikor Mataram yang diketuai Isrin Surya Kurniasih, sebelumnya menjatuhkan terdakwa Po Suwandi dengan pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Po Suwandi juga dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 17,7 miliar subsider 6 tahun kurungan penjara. Dalam putusan hakim itu, menetapkan Po Suwandi tetap berada dalam tahanan kota.
Hakim turut menetapkan agar jaksa penuntut umum merampas dan menyetorkan uang titipan terdakwa senilai Rp800 juta ke kas negara dan memperhitungkannya sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti kerugian keuangan negara.
Po Suwandi dijatuhi hukuman dengan menyatakan perbuatannya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan alternatif pertama primer penuntut umum.
Serupa untuk terdakwa Rinus Adam Wakum. Sebelum kasasinya ditolak oleh MA, ia telah mengajukan upaya hukum tingkat banding. Dalam amar putusan hakim Pengadilan Tinggi (PT) NTB dengan perkara nomor : 3/PID.TPK/2024/PT MTR, hakim yang diketuai Gede Ariawan, mengubah putusan Pengadilan Tipikor Mataram nomor : 18/Pid.Sus-Tpk/2023/PN.Mtr, tanggal 5 Januari 2024 yang dimintakan banding.
Hakim tingkat banding mengubah putusan hakim Pengadilan Tipikor Mataram hanya mengenai pidana tambahan uang pengganti kerugian, yang semula Rp 8,2 miliar subsider 5 tahun penjara menjadi Rp 18,7 miliar subsider Rp 6 tahun kurungan penjara.
Sedangkan untuk pidana pokok yang dijatuhkan hakim tingkat banding ke Rinus Adam Wakum, sesuai dengan putusan Pengadilan Tipikor Mataram. Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim yang diketuai Isrin Surya Kurniasih menjatuhkan pidana 14 tahun penjara dan denda Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.
Hakim tingkat pertama dalam putusannya menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan alternatif pertama primer penuntut umum.
Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36,4 miliar. (sid)