Luput Dipantau Petugas Karantina 

BERSAKSI: Saksi saat hadir di persidangan perkara dugaan korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017 di Pengadilan Tipikor Mataram, Kamis (7/10). (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemeriksaan saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan benih jagung Distanbun Provinsi NTB tahun 2017 berlanjut di Pengadilan Tipikor Mataram.

Kali ini, saksi yang dihadirkan yaitu Kepala Subsektor Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, I Made Gunada dan Kepala BPSB Pertanian NTB, Gianida Wardi. Dua saksi ini sebelumnya pernah bersaksi dalam perkara terdakwa bos Sinta Agro Mandiri (SAM), Aryanto Prametu dan bos PT Wahana Banu Sejahtera (WBS), Lalu Ikhwanul Hubby.

Kali ini, mereka dihadirkan kembali untuk bersaksi dalam perkara terdakwa Husnul Fauzi selaku mantan Kepala Distanbun Provinsi NTB dan Ida Wayan Wikanaya selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). Sama halnya dengan sidang sebelumnya, sidang kali ini kedua saksi masih dimintai keterangan seputar tugas pokoknya dan apa yang diketahui terkait proyek yang diduga bermasalah hingga mengakibatkan kerugian negara puluhan miliar tersebut.

Saksi I Made Gunada dalam kesaksiannya menjelaskan bahwa tugas Balai Karantina Pertanian adalah mencegah masuk, tersebar dan keluarnya hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) serta pengawasan. Atau  pengendalian terhadap keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik.

Baca Juga :  Penyelundupan 300 Gram Sabu dari Malaysia Digagalkan

Untuk itu, kata Made, setiap hewan atau tumbuhan baik yang keluar Lombok maupun akan masuk Lombok itu harus diperiksa terlebih dahulu oleh pihaknya di setiap pintu masuk atau keluar Lombok. “Wilayah kerja kami di Bandara Internasional Lombok, Pelabuhan Lembar, Pelabuhan Kayangan, Pelabuhan Bangsal, dan kantor Pos Mataram,” ujarnya.

Untuk benih jagung yang pengadaan tahun 2017 ini sebetulnya juga harus masuk dalam pengawasannya begitu masuk ke Lombok. Hanya saja pihaknya tidak mengetahui kapan masuknya. Sebab tidak ada pengajuan atau pemberitahuan dari Distanbun Provinsi NTB. “Kami tidak pernah menerima surat pemberitahuan atau permakluman dari Distanbun Provinsi NTB,” akunya.

Karena itu, pihaknya tidak mengetahui bagaimana kondisi benih yang telah dibagikan ke para kelompok tani di berbagai daerah di NTB tersebut. “Selama tahun 2017 kami hanya pernah mengecek benih jagung yang masuk pada 27 Mei 2017 yang penerimanya PT SAM. Sementara pengirimnya Sigenta Indonesia, selanjutnya pada September 2017 dan 30 November 2017 dengan pengirim dan penerima yang sama. Tapi apakah benih tersebut yang kemudian bermasalah dan jadi bidikan kejaksaan, saya tidak tahu,” ujarnya.

Baca Juga :  Janda Kubur Orok Hasil Hubungan Gelap

Sebagaiman diketahui, pada proyek yang bermasalah ini benih jagung yang masuk ke NTB jenisnya hibrida varietas Litbang (Bima 14, Bima 15, Bima 19, dan Bima 20) sebanyak 480.000 kg dan diterima PT SAM. Kemudian  benih jagung hibrida Balitbang, hibrida umum 2 dan komposit sebanyak 849.990 kg yang diterima PT WBS. “Saya tidak tahu itu. Sebab kami juga tidak pernah mengecek itu varietas mana. Intinya yang ada dalam catatan kami hanya yang saya sebutkan tadi yang masuk pada Mei, September dan November. Itu kami tahu usai adanya pemberitahuan dari PT Sigenta,” ujarnya.

Sementara untuk saksi Gianida Wardi dalam kesaksiannya mengatakan, bahwa pihaknya dalam hal ini untuk melakukan pengawasan dan sertifikasi benih bermutu bersertifikat dan berlabel yang diproduksi oleh produsen benih. Terkait benih yang disalurkan PT SAM dan PT WBS ke para kelompok tani, Wardi mengaku pernah melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan itu usai adanya laporan bahwa benih tidak tumbuh.
Pihaknua kemudian turun ke lapangan untuk kemudian mengambil beberap sampel untuk diuji di laboratorium. “Setelah kami cek ternyata benih tidak memenuhi standar yang ada,” ujarnya. (der)

Komentar Anda