Lima Hari Sekolah, Tugas Guru Makin Banyak

Ilustrasi Guru
Ilustrasi Guru

JAKARTA – Kesempatan bertemu dengan jajaran Dewan Pertimbangan MUI Rabu kemarin (23/8), tidak disia-siakan Mendikbud Muhadjir Effendy. Di hadapan sejumlah pimpinan ormas Islam itu, dia menyampaikan segala hal soal lima hari sekolah (LHS). Termasuk nantinya tugas guru bakal makin banyak.

Dalam acara bertajuk rapat pleno Wantim MUI itu, Muhadjir didampingi Dirjen Dikdasmen Hamid Muhammad, Kepala Balitbang Totok Suprayitno, dan Staf Ahli Bidang Pembangunan Karakter Arie Budhiman. Acara ini dipimpin langsung KetuaWantimMUIDinSyamsuddin.

Muhadjir mengatakan akar kebijakan sekolah lima hari itu terkait dengan beban mengajar guru. Sebelumnya beban mengajar guru minimal 24 jam pelajaran/pekan. Karena banyak keluhan dari guru, diantaranya guru kesulitan mengejar beban minimal itu, akhirnya ketentuannya diubah. ’’Beban kerja guru menjadi delapan jam setiap hari dan lima hari dalam sepekan,’’ katanya.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengatakan jangan dibayangkan guru harus berada di kelas atau di ruang guru selama delapan jam setiap hari. Tetapi banyak sekali kegiatan kegiatan guru yang bisa dilakukan. Diantaranya adalah memantau kegiatan siswa. Baik itu kegiatan di dalam maupun di luar sekolah.

Muhadjir menegaskan ketika beban delapan jam itu sampai pukul 15.00, maka murid sampai saat itu masih menjadi kewenangan guru. Kalau ada murid ikut madrasah diniyah (madin), guru harus memastikannya. Kemudian kalau ikut ekstra atau kursus yang lain, guru juga harus ikut memantau. Bahkan kalau murid langsung pulang ke rumah, guru juga harus memastikannya. ’’Guru kok jadi lebih banyak tugasnya? Memang iya. Kan sudah terima tunjangan profesi guru,’’ katanya.

Setiap tahun kucuran dana untuk TPG sangat besar. Tahun ini saja alokasi anggaran TPG mencapai Rp 56,7 triliun. ’’Sekarang giliran pemerintah menagih komitmen guru mendidik anak-anak,’’ tambahnya.

Dengan adanya kontrol dari para guru itu, nantinya siswa akan memiliki dua buku rapor. Pertama adalah rapor untuk hasil belajar akademik selama bersekolah. Buku rapor kedua adalah untuk catatan pribadi siswa. Baik itu catatan prilaku, kepemimpinan, sampai catatan ekstra kurikuler maupun kegiatan lain di luar sekolah.

Baca Juga :  SMPN 4 Selong Gelar Sosialiasi Pendidikan Karakter

Kedua catatan di dalam buku rapor itu harus dimasukkan ke dalam data pokok pendidikan (dapodik). Sehingga Kemendikbud memiliki rekam jejak pribadi seseorang mulai TK sampai lulus SMA atau SMK. ’’Nantinya perusahaan-perusahaan yang ingin merekrut pegawai, bisa melihat catatan ini. Apakah seseorang pelamar itu pernah jadi pemimpin atau tidak,’’ tuturnya.

Muhadjir mengatakan sampai saat ini formula buku rapor kepribadian siswa itu masih dalam tahap kajian di Kemendikbud. Diharapkan tidak lama lagi rapor catatan kepribadian atau karakter siswa itu bisa diluncurkan.

Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi pada prinsipnya mendukung program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Kemendikbud. Apalagi itu tujuannya adalah untuk memperkuat karakter anak-anak. Namun terkait dengan penambahan tugas untuk guru, dia berharap PGRI dilibatkan dalam pembuatan teknis acuan kerjanya.

Unifah juga menjelaskan belum semua guru menerima TPG. Masih banyak guru honorer yang gajinya tidak sampai Rp 500 ribu setiap bulan. Nah untuk guru-guru yang belum menerima TPG, tetapi sudah mendapatkan beban kerja yang cukup berat, menurut Unifah bukan kebijakan yang baik.

Terkait dengan rencana terbitnya Perpres Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) belum ada perkembangan signfikan. Sejumlah opsi dimunculkan Kemendikbud dalam mengatur jam belajar siswa di sekolah. Opsi itu diharapkan bisa menjadi jalan tengah agar guru tetap mendapatkan jam kerja 40 jam. Salah satu opsinya adalah tetap mengakomodir sekolah enam hari dengan pengaturan tersendiri. Besar kemungkinan aturan itu tidak akan masuk ke dalam perpres Pendidikan Karakter yang akan terbit.

Kabar itu disampaikan Muhadjir usai mendampingi Presiden Joko Widodo menyambut Sekjen Partai Komunis Vietnam di Istana Merdeka kemarin (23/8). Diamenjelaskan, padadasarnya ketentuan sekolah lima hari bersifat tidak wajib sebagaimana disampaikan presiden. Pihaknya mempersilakan bila ada sekolah yang mau menerapkan atau yang tidak ingin menerapkan.

Untuk itu, dalam pengaturannya nanti ada jalan tengah. Bagi yang ingin menerapkan sekolah lima hari tentu jam kerja guru menjadi delapan jam perhari. Sehingga, dalam sepekan tetap memenuhi jam kerja 40 jam. ’’Nanti kalau yang menganut aliran enam hari (sekolah) ya beban guru diubah,’’ terangnya. Dalamarti, diatur sedemikian rupa supaya totalnya 40 jam kerja selama enam hari.

Baca Juga :  Guru Mata Pelajaran UN Diberikan Pelatihan

Pengaturan itu nantinya secara teknis akan dicantumkan dalam Permendikbud yang baru. Permendikbud nomor 23 Tahun 2017 nantinya akan otomatis dicabut oleh Perpres yang bakal terbit. Perpres yang terbit itu akan mencakup dua irisan, yakni Kemendikbud dan Kemenag. Dari situlah, pihaknya akan menyusun Permendikbud bau sebagai turunan perpres.

Apakah Perpres itu juga akan mengatur jam belajar mengajar yang nanti diturunkan dalam permen, Muhadjir mengatakan tidak. ’’Soal itu malah nggak diatur. Nanti diatur dalam turunan permennya. Tapi ini mungkin lho ya, wong kan belum terbit perpresnya,’’ lanjut pria yang juga Ketua PP Muhammadiyah itu.

Saat ini, perpres itu masih disusun oleh tim lintas kementerian dan belum ada keputusan akhir. Sehingga, perubahan dari sisi substansi masih mungkin terjadi. Yang jelas, Perpres itu tetap akan merujuk salah satunya pada PP 19/2017 tentang Perubahan PP 74/2008 tentang Guru. Sehingga, Permendikbud yang baru nanti akan merujuk pula pada perpres dan PP tersebut.

Mengenai waktu penyelesaian dan penerbitan Perpres, Muhadjir mengatakan belum bisa memastikan. ’’pak Sesneg yang lebih tahu soal itu,’’ tambahnya. Pihaknya mendapat tugas menyusun substansi dari sisi Kemendikbud, sebagaimana Kemenag juga mendapat tugas serupa dari bidangnya.

Sementara itu, Mensesneg Pratikno juga tidak bisa memastikan kapan Perpres itu akan terbit. Dia hanya memberi isyarat bahwa prosesnya sudah hampir rampung. ’’Sekarang dalam proses untuk diterbitkan. Sudah ada rapat sinkronisasi di Kemenkum HAM,’’ ujarnya singkat.

Sebaliknya, Menkum HAM Yasonna H Laoly sendiri mengaku belum mengetahui soal progres terakhir penyusunan Perpres tersebut. ’’Aku belum lihat. Coba nanti aku cek dahulu,’’ ujarnya kemarin. (wan/byu)

Komentar Anda