Berawal dari keprihatinan nyaris punahnya wayang Sasak,sejumlah aktivis mendirikan sekolah pedalangan wayang Sasak. Calon dalang dididik agar wayang Sasak bisa terus dilestarikan.
AHMAD YANI — MATARAM
Sekolah pedalangan wayang Sasak tidak seperti sekolah formal pada umumnya dengan sistem kurikulum, belajar setiap hari, ada evaluasi pembelajaran rutin dan lainnya. Sekolah pedalangan wayang tersebut lebih menekankan mencetak dan menumbuhkan minat anak – anak muda belajar dan menekuni tradisi pedalangan wayang Sasak.
Sekolah pedalangan wayang Sasak tersebut didirikan di Desa Sesela Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat. Berangkat dari keprihatinan nyaris punahnya wayang Sasak, menjadi alasan didirikannya sekolah ini.
Fitri Rachmawati, salah satu pendiri sekolah pedalangan wayang Sasak ini menuturkan, sekolah ini didirikan tahun 2014 lalu. Menjadi dalang wayang Sasak sudah tidak diminati anak muda. Wayang Sasak pun nyaris dilupakan karena tidak ada pertunjukan lagi. Dalang yang masih ada rata-rata sudah berusia lanjut. Akibatnya, tidak ada proses regenerasi terhadap mereka yang bisa memainkan Wayang sasak tersebut. " Berdasarkan data Dinas Pariwisata NTB, saat ini jumlah dalang yang tersisa tak lebih dari 40 orang. Dari jumlah tersebut, hanya 13 orang yang aktif, itu pun usia mereka telah lanjut," katanya, kepada Radar kemarin.
[postingan number=3 tag=”features”]
Meski namanya sekolah pedalangan, peserta didik tak hanya belajar seni pedalangan. Peserta juga belajar bagaimana membuat wayang serta musik yang mengiringi pertunjukan wayang. Saat ini, sudah ada 50 anak muda yang belajar di sekolah ini. Sebagian besar peserta berusia setingkat SMP atau SMA.
Puluhan anak ini diasuh oleh enam guru. Ada guru penatah wayang, guru pemusik, guru dalang, guru vokal, dan guru karakter serta sastra Inggris.
Pelajaran pertama sekolah ini adalah mengenalkan wayang pada siswa. Peserta didik akan diajarkan bagaimana membuat wayang. Tak hanya itu, mereka juga akan belajar memahami karakter tokoh wayang. “Pembuat wayang harus mengenal karakter wayang. Musiknya juga harus mengenal itu, sehingga pas dalam suatu pementasan bisa saling memahami," tuturnya.
Peserta yang belajar di sekolah ini tak harus menjadi seorang dalang. Menurutnya, peserta didik bisa memilih jurusannya masing-masing. Sebab, untuk masuk sekolah ini mereka juga harus melalui ujian. Jika peserta didik tak memenuhi kriteria untuk menjadi dalang, dia tidak akan diarahkan untuk menjadi dalang. “Untuk jurusan pedalangan diajarkan nembang, mengenal karakter wayang, sejarah, gerakan memainkan wayang," jelasnya.
Menurutnya, Wayang Sasak berbeda dengan wayang kulit dari daerah lain. Yang membedakannya terutama dari tema ceritanya. Wayang Sasak membawa cerita Menak, cerita tentang kerajaan Islam. Sementara itu, wayang lain menceritakan Ramayana atau Mahabarata. “Kalau wayang Sasak itu tokoh-tokoh yang diceritakan tokoh Islam dan penyebaran Islam di Lombok,” imbuhnya.
Dikatakan, melalui sekolah dalang ini, pihaknya ingin mengenalkan tentang literatur wayang Sasak itu. Jadi, peserta didik jadi tahu wayang Sasak itu seperti apa dan tujuan belajar Wayang Sasak untuk apa. Baru kemudian mereka akan mencari formula untuk tetap menghidupkan wayang Sasak dengan model yang baru.
Fitri berharap, keberadaan sekolah ini akan melahirkan generasi penerus wayang Sasak yang dapat melanjutkan seni budaya Sasak. “ Dengan sekolah pedalangan wayangSsasak ini kita bisa lestarikan dan pertahankan tradisi dalang wayang Sasak," tandasnya.
Setelah belajar sekian lama, kini peserta didik sudah tampil mendalang. Seperti pertunjukan Sabtu malam lalu (14/1) di halamam depan kantor kepala Desa Sesela, Lombok Barat. Pertunjukan wayang ini digelar Sekolah Pedalangan Wayang Sasak. Peserta didik dari sekolah ini menjadi dalang. Ada 10 peserta didik tampil secara bergantian.
Dari pementasan wayang tersebut diharapkan dapat menanamkan dan menumbuhkan minat literasi atau baca sejak anak – anak. Sebab itu, pertunjukan dalang wayang Sasak sangat efektif dan efisien dalam mengemkanpanye berbagai hal terutama di kalangan anak – anak. Pasalnya, setiap pertunjukan dan pementasan dalang wayang Sasak dipenuhi penonton dari anak – anak.
" Anak – anak biasanya sangat tertarik, jika ada pertunjukan digelar sekolah pedalangan wayang Sasak. Sehingga efektif untuk sosialisasi kepada anak – anak," ujarnya.
M Sadikin, panitia pementasan mengatakan, melalui pementasan yang dilakoni Sekolah Pedalangan Wayang Sasak ini pihaknya ingin mengekampanyekan pentingnya minat baca atau literasi sejak usia dini. Menurutnya, wayang Sasak salah satu sarana atau media dipergunakan untuk sosialisasi kepada anak – anak. Mereka pun sangat antusias dalam merespon materi yang disampaikan atau dikampanyekan dalam pementasan tersebut. " Setali tiga, ini juga memperkenalkan, melestarikan dan mempertahakan tradisi wayang Sasak kepada generasi penerus," pungkasnya.(*)