TANJUNG-Penjelasan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2017 ditemukan ketidaksingkronan antara data Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Sementara (KUA-PPAS) dengan RAPBD.
Perbedaan angka plafon anggaran ini bisa mengarah ke pelanggaran hukum. Karena akan menyalahi aturan penyusunan RAPBD jika tidak mengacu pada KUA-PPAS tersebut. “Pembahasan bisa disepakati. Akan tetapi, yang terjadi perubahan plafon. Ada peningkatan plafon anggaran sampai Rp 76 miliar lebih Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada RAPBD dibandingkan dengan KUA-PPAS sebesar Rp 12 miliar. Demikian yang terjadi pada plafon belanja baik langsung maupun tidak langsung,” ungkap anggota Banggar DPRD Lombok Utara, Ardianto usai mengikuti pertemuan penjelasan Kepala Daerah terhadap Nota Keuangan RAPBD tahun anggaran 2017 di gedung dewan, Rabu (7/12).
Menurutnya, ini harus dibahas total. Kenapa plafon anggaran bisa naik, tidak sesuai kesepakatan KUA-PPAS. Oleh sebab itu, perbedaan ini perlu disingkronkan karena secara aturan harus sesuai dengan plafon anggaran KUA-PPAS dan perbedaan anggaran plafon ini tidak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Artinya tidak sesuai MoU yang disepakati. Kalau tidak dibahas akan terjadi pelanggaran hukum. Untuk menghindari persoalan hukum perlu dibahas. “Kalau tidak dibahas dan diterima begitu saja. Pasti akan terjadi itu. Jika ini dibiarkan begitu saja, maka perlu dipertanyakan kemana anggaran dibawa terhadap kenaikan pos anggaran tersebut,” tegasnya.
Dirincikan, pada KUAS-PPAS telah disepakati peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2017 Rp 127,12 miliar atau naik sebesar Rp 12 miliar dari target PAD pada perubahan APBD tahun 2016 Rp 115 miliar. Besaran PAD ini bersumber dari hasil pajak daerah Rp 60,46 miliar, hasil retribusi daerah Rp 11,15 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 2,45 miliar lebih dan lain-lain PAD yang sah Rp 40,61 miliar (pendapatan dana kapitasi dan BLUD Rp 30 miliar lebih dan penerimaan jasa giro, bunga deposito lain-lain sebesar Rp 10 miliar lebih).
Sementara, pada RAPBD terjadi perubahan peningkatan PAD 2017 Rp 135 miliar 474 juta lebih atau meningkat 77,50 persen dibanding APBD tahun 2016 Rp 76 miliar 322 juta bersumber dari pajak daerah Rp 71 miliar 686 juta lebih, retribusi daerah Rp 10 miliar 895 juta, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 3,3 miliar, dan lain-lain PAD yang sah Rp 49 miliar 577 juta. “Ini harus dibahas, tidak bisa diparipurnakan tanggal 13 Desember mendatang, karena tanggal 10-12 libur. Sehingga tidak waktu untuk membahasnya secara rinci. Kalau ini dibiarkan, maka khawatir dewan nanti membiarkan jika terjadi persoalan hukum,” paparnya.
Ditambahkan, plafon belanja semua SKPD tidak boleh terjadi perubahan kecuali Kominfo bertambah Rp 500 juta, Dikes bertambah Rp 3 miliar untuk pembangunan Puskesmas Akar-Akar, kebersihan bertambah Rp 450 juta untuk pembebasan tanah jalan jugil, setda bagian pembangunan bertambah Rp 1,3 miliar untuk penertiban dan untuk penembokan lapangan Kayangan Rp 1,5 miliar. “Jika terdapat beberapa belanja SKPD yang masih memerlukan pembahasan pada RAPBD tahun 2017, serta ada beberapa data pendukung yang harus diserahkan ke Banggar sebelum pembahasan RAPBD. Ini yang ada dalam kesepakatan,” jelasnya.
Sementara Wakil Bupati Lombok Utara Sarifudin menyatakan, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam penyusunan APBD tahun 2017. Yakni masih tingginya angka pengangguran, besarnya jumlah penduduk miskin, kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat masih rendah. “Maka memasuki tahun 2017 yang merupakan tahun kedua masa jabatan kami selaku pemegang amanah. Mari tingkatkan kerjasama dan bekerja keras saling bahu membahu,” imbuhnya.
Ia memaparkan, PAD tahun 2017 direncakan Rp 135 miliar 474 juta. Kemudian dana perimbangan dianggarkan Rp 590 miliar atau naik 6,52 persen dibandingkan APBD 2016 Rp 553 miliar. Sumber dana perimbangan, yaitu bagi hasil pajak/bukan pajak Rp 52 miliar, DAU Rp 412 miliar, dan DAK Rp 124 miliar. Terkait terjadi perbedaan anggaran, Sarifudin belum memberikan keterangan secara rinci.
Selanjutnya, lain-lain pendapatan sah dianggarkan Rp 116 miliar atau turun 33,07 persen dibandingkan APBD 2016 Rp 173 miliar. Terdiri dari dana bagi hasil pajak provinsi dan pemerintah daerah sebesar Rp 30 miliar lebih. pendapatan lainnya Rp 86 miliar lebih. Dengan demikian, total pendapatan daerah tahun 2017 direncanakan sebesar Rp 841 miliar lebih atau meningkat 4,71 persen dibanding APBD 2016 Rp 803 miliar lebih.
Pengalokasian RAPBD diarahkan ke belanja tidak langsung sebesar Rp 377 miliar atau naik 6,14 persen dibandingkan APBD tahun 2016 Rp 355 miliar diperuntukan membiayai gaji pegawai Rp 246 miliar, belanja hibah Rp 16 miliar, belanja bansos Rp 9 miliar, belanja bagi hasil kepada provinsi, daerah, dan desa Rp 8 miliar lebih dan belanja bantuan keuangan ke provinsi, daerah dan desa Rp 77 miliar lebih.
Sementara, belanja langsung Rp 501 miliar lebih atau naik 2,61 persen dibandingkan tahun 2016 Rp 488 miliar diperuntukan belanja pegawai Rp 55 miliar, belanja barang dan jasa Rp 223 miliar, dan belanja modal Rp 221 miliar. “Tahun anggaran 2017, RAPB mengalami defisit anggaran sebesar Rp 36 miliar lebih dan akan ditutupi dari pembiayaan yang mengalami surplus yang terdiri dari Silpa sebesar Rp 44 miliar lebih,” tandasnya. (flo)