Kritik Wacana Pemerintah Bisa Potong Gaji Buruh 25 Persen

Illustrasi

MATARAM – Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram Dr Firmansyah menilai kebijakan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang memperbolehkan perusahaan eksportir memotong gaji pekerja sampai 25 persen tidak tepat. Kebijakan tersebut dianggap mempengaruhi stabilitas ekonomi daerah maupun nasional.

“Kebijakan ini tentu kurang tepat. Kebijakan ini bukan untuk buruh orang perorang, tapi untuk stabilisasi ekonomi nasional maupun daerah,” kata Firmansyah kepada Radar Lombok.

Menurut Firmasnyah dengan adanya kebebasan pemotongan upah oleh perusahaan, tentu berakibat pada kondisi buruh yang akan semakin sulit. Tidak saja karena sulit mengakses barang dan jasa, tapi kebutuhan untuk menyimpan uang juga akan tergerus. Pasalnya, pemotongan gaji pekerja mencapai 25 persen.

Baca Juga :  Investor Pasar Modal NTB Didominasi Milenial

“Bila kita semangat untuk pemulihan dan menggerakan ekonomi jangan dulu ganggu aspek yang mempengaruhi budget line masyarakat. Budget line yang menurun tentu alokasi belanja masyarakat juga terbatas,” imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan saving money (menyimpan uang) ini sangat penting bagi masyarakat untuk merencanakan kebutuhan mereka di masa mendatang. Misalnya untuk rencana sekolah anak dan kebutuhan lainnya.

“Yang hidupkan ekonomi kecil ya termasuk buruh-buruh ini. Yang beli warung-warung pinggir jalan mungkin banyak dari buruh juga. Lalu bagaimana cara kita naikan produksi bila aspek belanja yang lemah,” ucapnya.

Baca Juga :  NTB Kesulitan Penuhi Permintaan Vanili Luar Negeri

Disatu sisi Pemerintah tentu menginginkan ekosisitem perusahaan yang sehat. Karena kesehatan perusahaan juga berdampak pada buruh. Hanya saja ada instrumen lain yang bisa diintervensi. Jangan menyangkut hajat hidup para buruh atau pekerja.

“Saya kira bila dinamika bisnis yang mengharuskan efisiensi, pikirkan dulu instrumen lain untuk saat ini, jangan instrument buruh,” bebernya

Daripada memotong gaji pekerja, Firmansyah menyarankan sebaiknya Pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan yang bersangkutan seperti keringan pajak. Jika itu memungkinkan bisa dilakukan Pemerintah.

“Mungkin perlu alternatif lain selain ganggu pendapatan masyarakat, dalam hal ini buruh,” katanya. (cr-rat)

Komentar Anda