Kreativitas Ibu Rumah Tangga di Desa Medana

KERAJINAN : Para ibu rumah tangga yang tengah sibuk membuat kerajinan bak sampah (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

Di Lombok Utara, sangat mudah menemukan para ibu rumah tangga yang menyisihkan waktunya untuk membuat kerajinan bernilai. Dari hasil kerajinan ini, mereka bisa mendapatkan membantu suaminya memenuhi kebutuhan keluarganya dalam kehidupan sehari-hari.

 

 


HERY MAHARDIKA-TANJUNG


 

Seperti itulah yang dilakukan para ibu rumah tangga di Dusun Nusantara Desa Medana Kecamatan Tanjung. Mereka memanfaatkan waktu tongkrongannya di berugak untuk membuat kerajinan rotan yang bernilai. “Kami sedang merajut rotan untuk dijadikan bak sampah,” ujar salah seorang pengrajin Isnawati kepada Radar Lombok ketika berkunjung, Rabu (4/1).

Dari hasil rajutannya, mereka mampu menghasilkan berbagai macam bentuk dan ukuran kerajinan tangan yang cantik. Dari bentuk dan ukuran yang berbeda-beda ini, harganya pun juga berbeda-beda.  Antara lain, bak sampah dengan empat bentuk dan ukuran yang dihargakan paling rendah Rp 50 ribu hingga termahal Rp 300 ribu. Kemudian, tempat tisu dengan harga Rp 70 ribu hingga Rp 120 ribu, tempat buah dengan bentuk biasa seharga Rp 150 ribu dan bentuk silang dihargakan Rp 200 ribu. "Kalau bak sampah ukuran kecil masih banyak yang belum laku, sedangkan ukuran besar sudah dibeli. Begitu juga tempat buah masih tersisa 2 pcs, termasuk juga tempat tisu tinggal satu pcs ukuran kecil, " terang wanita yang sedang hamil muda ini. 

Selain itu,  ada juga tempat jajan yang dihargakan Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu, tempat air mineral gelasan ukuran kecil dihargakan Rp 80 ribu dan ukuran besar seharga Rp 120 ribu, dulang mulai dari kisaran harga Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu, tempat gawe (semacam baskom) yang dihargakan mulai dari kisaran Rp 80 ribu hingga Rp 250 ribu, hiasan lampu mulai dari harga Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu, pot bunga dipasarkan dengan harga Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu. Dari sejumlah jenis dan ukuran, kata Isnawati, tergantung pesanan dari peminat. "Ini baru sebagian. Kalau dibuat jenis ukuran lain maka tergantung dari pesanan. Sedangkan, harga yang dianggap terlalu mahal ini bisa ditawar sewajarnya. Karena, nilainya tergantung sejauhmana kerumitan proses pembuatannya," kata istri Raden Khaerun ini.

Baca Juga :  Pengusaha Wisata Lirik Produk Kerajinan SMKN 5 Mataram

[postingan number=3 tag=”kerajinan”]

Dari sejumlah kerajinan yang dihasilkan, tentu membutuhkan sekelumit proses. Bagi Isnawati membuat kerajinan rotan ini cukup mudah jika ditekuni dengan serius dan ulet. Ia sendiri sudah bisa sejak kecil belajar dari orang tuanya yang tinggal di Lombok Tengah. Memang Isnawati bukan asli penduduk Lombok Utara, melainkan ia menikah ke desa setempat. Bahkan, ia sejak berumur muda sudah bekerja di salah satu kelompok pengrajin di Kecamatan Janapria.

Dari sanalah, ia ssmakin mahir sehingga dalam sehari ia mampu menghasilkan lebih dari satu kerajinan."Saya sudah bisa sejak kecil diajarin sama orang tua. Tapi saya nikah ke Lombok Utara makanya keterampilan yang saya tekuni waktu itu saya kembangkan disini (Medana)," tuturnya sembari mengingat kampung halamannya. 

Ia menjelaskan, terlebih dahulu pengrajin harus menyiapkan rotan dan cetak serta alat perlengkapan seperti tusukan, meteran, pisau kecil, dan penjepitan. Rotan biasanya ia membeli ke gudang Janapria-Lombok Tengah, termasuk juga cetak. Biasanya ia membeli bahan seharga Rp 1,5 juta dengan membawa pulang diatas 10 kg rotan dan 30 ikat cetak. Baru selanjutnya, pengrajin menghaluskan rotan dengan berhati-hati supaya tidak diputus. Setelah itu, tinggal mengikuti bentuk yang akan dibuat dimulai dari dasar. Jika sudah mahir, dalam sehari bisa memproduksi lebih dari satu pcs. Hanya saja kerajinan yang mereka buat belum ada capa atau hiasana yang menggambar hasil kerajinan lokal. "Para pembeli lebih suka polos," katanya. 

Baca Juga :  Produk Kerajinan IKM Masih Minim HAKI

Untuk memasarkan hasil kerajinannya, Isnawati dan para pengrajin lainnya hanya masih menunggu pembeli di rumahnya. Meski begitu, pengrajin di kampung ini mampu mendatangkan pembeli langsung mencarinya baik lokal maupun turis mancanegara. Biasanya, mereka dibawa oleh guide. Sementara memasukan ke hotel ia belum mengarah kesana. "Kami sendiri juga gak pernah memasarkannya. Tapi tiba-tiba mereka datang kesini," tandasnya. 

Untuk membiayai pembuatan ini mereka iuran dengan jumlah modal sebesar Rp 1,5 juta. Dari modal kecil ini berhasil memproduksi 41 unit dengan hasil jual lebih dari Rp 3 juta. "Sekarang saja kami sudah bisa jual 24 pcs dengan harga Rp 2,7 juta," ungkapnya. 

Meski hasilnya cukup memuaskan, namun Isnawati tetap berbagi ilmu keterampilannya kepada para ibu rumah tangga yang ada di dusun setempat. Hingga saat ini para ibu rumah tangga yang mau belajar kerajinan rotan sebanyak 10 orang. Mereka yang belajar tidak membutuhkan waktu lama bagi yang tekun. "Saya merasa bosan gak ada kegiatan, maka saya ajak ibu-ibu disini untuk belajar mengolah rotan. Ibu-ibu ini juga nganggur dan nongkrong di berugak maka saya ajak mereka," tandasnya. 

Sementara itu, salah seorang ibu rumah tangga Sri Hadayani yang tengah sibuk belajar dengan penuh khusyuk memasukan rotang yang sudah diiris dari kubang satu ke lubang lainnya sembari diarahkan. "Sebenarnya disini dulu kerajinan bakul tapi kendala modal sehingga sekarang sudah gak ada. Tapi si Isnawati mengajak kami belajar mengolah rotan dan kami sangat seneng dan mau belajar daripada gak ada kerjaan. Moga aja  ada dukungan dari pemerintah," harapnya. (**)

Komentar Anda