Kreativitas Aisyah, Keliling Dunia Berkat Sampah

aisyah kreatifitas
KREATIF : Kreativitas Aisyah yang mampu merubah sampah menjadi kerajinan bernilai tinggi, membuat banyak orang luar daerah dan mancanegara tertarik untuk turut belajar. (AISYAH FOR RADAR LOMBOK)

Di tangan Aisyah, sampah menjadi barang berharga. Berkat sampah ini juga, Aisyah bisa mengunjungi berbagai negara.

 


AZWAR  ZAMHURI – MATARAM


 

Masih kuat dalam ingatan Aisyah, bertahun-tahun berusaha menyadarkan masyarakat untuk menjaga lingkungan dari sampah. Bersama komunitas pencinta lingkungan lainnya, ia masuk dari lingkungan ke lingkungan lainnya untuk menyadarkan  masyarakat mau membuang sampah pada tempatnya. Namun, tidak mudah membuat masyarakat sadar. Hingga akhirnya berdirilah Bank Sampah Mandiri NTB, masyarakat bukan lagi membuang sampah, tetapi menabung sampahnya dan ditukar dengan uang.

Sifat masyarakat yang cenderung melihat sesuatu dari sisi matrealistis menjadi sumber inspirasi adanya bank sampah. Namun persoalan kemudian muncul, tidak semua sampah bisa laku terjual. Bahkan para pemulung  pun tidak mau memungutnya, itulah jenis sampah plastik lunak. Contohnya seperti bekas-bekas saset minuman.

Aisyah telah bertahun-tahun mengkampanyekan cinta lingkungan merasa prihatin dan bingung. Sampah yang tidak laku harus dikirim kemana, hingga terbersit dalam benaknya untuk membuat kerajinan dari sampah-sampah yang tidak laku tersebut. "Waktu itu tahun 2011 kami bingung banyak sampah yang tidak laku, setelah berpikir cukup lama kami berpikir untuk menyulapnya menjadi kerajinan yang bernilai," tutur Aisyah kepada Radar Lombok belum lama ini.

Persoalannya waktu itu, dari sekian banyak teman-teman Aisyah tidak ada satupun yang bisa membuat kerajinan dengan bahan baku sampah. Hanya seorang nelayan mantan narapidana saja yang mampu melakukan itu, hasilnya pun ala kadarnya karena tidak berkualitas.

Untuk mengurangi sampah, memiliki rasa kepedulian saja tidak cukup. Dibutuhkan tindakan nyata yang bisa berjalan secara terus-menerus. "Masyarakat akan cepat mau kalau ada materi, makanya kami mulai dari teman narapidana itu. Dia yang pertama kali kami lihat cara membuat tas dan dompet dari sampah," terangnya.

Komitmen yang kuat mengurangi sampah membuat Aisyah ingin bisa menyulap plastik lunak menjadi sesuatu yang berharga. Ia yang memang seorang wiraswasta melihat ada peluang bisnis apabila bisa dioptimalkan.

Masih tahun 2011, hasil kerajinan yang dibuat oleh mantan napi itu ternyata disukai para wisatawan. Padahal dari segi kualitasnya bisa dikatakan masih rendah. "Hasil yang tidak bagus saja digemari oleh wisatawan, apalagi kalau kualitasnya bisa kita tingkatkan tentu akan mudah menjualnya," pikir Aisyah waktu itu.

Baca Juga :  Keteguhan Penjual Gula Gending Mempertahankan Profesinya

Aisyah akhirnya secara otodidak belajar bersama teman-temannya untuk bisa menghasilkan kerajinan berkualitas tinggi. Berkat tekad dan kerja keras akhirnya mendapatkan hasil memuaskan.

Pada tahun pertama, usaha tersebut cukup menguras pikiran. Hasilnya pun tidak sebanding dengan kerja keras yang dilakukan. Tetapi mulai tahun kedua sudah mulai dirasakan keuntungan yang didapatkan. “Saya kan pernah bergelut di bidang pariwisata, jadi jaringan saya yang di pariwisata terutama bule-bule itu saya perlihatkan karya kami,” ceritanya.

Untuk lebih memperluas pasar penjualan, dengan kemampuan yang dimiliki Aisyah mengajak bule-bule untuk ikut latihan membuat kerajinan dari sampah plastik lunak. Wisatawan diajar cara membuat dompet, tas dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan untuk memperkenalkan kerajinan sehingga wisatawan akan menceritakan ke teman-temannya juga.

Upaya yang dilakukan tdiak sia-sia, menginjak tahun ketiga Aisyah mulai dikenal sampai luar negeri. Pesanan pun dilayani dari luar daerah dan luar negeri, terutama dari   Australisa dan Jepang yang sangat banyak meminatinya.

Untuk lebih memudahkan dalam hal pemasaran, Aisyah juga telah membuat galeri yang diberi nama Lombok Eco Galeri beralamat di Jalan Virgo Ampenan. Disanalah ratusan jenis karya masyarakat dipasarkan. “Ada sekitar 200 jenis kerajinan yang kami buat untuk dijual,” ungkap Aisyah yang juga aktif memberikan pelajaran kepada anak-anak jalanan.

Harga produk Aisyah cukup bersaing, dengan uang Rp 25.000 sudah bisa membawa pulang dompet. Tetapi ada juga karya yang harganya lebih dari Rp 1 juta, tentu karena kualitas dan pengerjaannya membutuhkan waktu serta skill tinggi.

Saat ini Galeri Aisyah telah mampu mempekerjakan puluhan karyawan tetap. Belum terhitung masyarakat yang freelance kerap kali memasukkan hasil karyanya. “Dalam satu bulan uang yang berputar biasanya mencapai Rp 20 juta,” terang Aisyah.

Banyak keuntungan yang didapatkan dari bisnis menyulap sampah menjadi berkah ini. Bahan dasar tidak pernah kesulitan didapatkan karena sampah setiap hari ada. Aktu bekerja juga bebas tidak ada paksaan dari siapapun.

Baca Juga :  Mengenal Loliana Febriani, Wakil NTB di Lomba WPI 2018

Selain itu, modal yang dibutuhkan tidak banyak asalkan ada kemauan dan mau giat bekerja. Belum lagi berbicara pasar yang sangat menjanjikan. “Saya saat ini melatih orang-orang di NTB, kalau mereka kesulitan dalam penjualan saya siap menjualkan mereka karena banyak peminatnya dan saingan kita sedikit,” ucapnya.

Bagi Aisyah, sampah adalah lapangan kerja, sampah merupakan sumber rezeki, sampah akan menyelamatkan orang dari kemiskinan, sampah mampu menghilangkan pengangguran dan sampah, suatu saat nanti akan datang menjadi malapetaka jika tidak dikelola dengan kreatif.

Pergi ke kota-kota besar di Indonesia sudah menjadi hal biasa baginya. Aisyah juga terbang  ke   Jepang, Australia dan lain-lain, lagi karena urusan sampah. Itulah yang membuatnya istimewa, pameran ke luar negeri, soal marketing sampai mengajar orang-orang menyulap sampah jadi uang dilakukan setiap waktu.

Meski telah melanglang buana, Aisyah selaku warga Kota Mataram ingin berbuat lebih banyak.

Dia ingin membantu pemerintah mengatasi masalah sampah ini.   “Sampai saat ini, sampah masih jadi masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Pemkot Mataram. Saya tantang mereka, serahkan urusan sampah ke saya, tapi tantangan saya tidak diterima,” ujarnya.

Di tengah kesibukannya mengajar pemanfaatan sampah ke Jakarta, Kalimantan, Bali, Jogja, Surabaya, Riau dan kota-kota lainnya, Aisyah rupanya menyempatkan diri untuk menulis buku. Ya, telah dua buku ditulisnya. Pertama tahun 2014 dengan judul Mengelola Bank Sampah Bersistem Kompensional Berbasis Rumah Tangga dan buku kedua dilaunching Oktober 2016 lalu dengan judul Marketing dan Manajemen Bank Sampah Kreatif. “Hidup saya memang sehari-hari tentang sampah, tapi buktinya tidak sia-sia. Kita bisa buka lapangan kerja untuk orang,” ujarnya lagi.

Usahanya saat ini begitu berkembang. Aisyah sudah memiliki gudang sendiri, bahkan di Jerman sudah ada yang menjualkan barangnya disana karena tingginya minat pembeli.(*)

Komentar Anda