MATARAM—Tudingan tak adil dilontarkan sejumlah kalangan terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 akhirnya dijawab KPU NTB. PKPU Nomor 9 disebutnya sebagai hasil produk kesepakatan dari hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat (RDP).
Pada PKPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang perubahan ketiga PKPU nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) menyebutkan, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota yang maju bertarung sebagai calon kepala daerah tidak perlu mundur permanen, tapi hanya cuti. Aturan ini berlaku berbanding terbalik dengan kalangan PNS, TNI/Polri serta pejabat BUMN/D.
"Penyusunan PKPU itu dibahas dalam RDP dengan DPR yakni Komisi II dengan pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri," katanya, kepada Radar Lombok, di ruang kerjanya, Kamis kemarin (1/12).
Jadi PKPU 9/2016, lanjutnya, adalah hasil konsultasi KPU dengan DPR (dalam hal ini Komisi II) dan pemerintah (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri). Sifat dari keputusan tersebut mengikat.
Dari itu, jelasnya, KPU tidak mungkin membuat PKPU tanpa konsultasi. Apalagi hasil konsultasi melalui RDP bersifat mengikat KPU untuk wajib dilaksanakan.
"PKPU 9 tahun 2016 mengikuti Undang-Undamg 10 tahun 2016 terkait pemilihan kepala daerah," ucap mantan ketua GP Ansor NTB itu.
Ia mengatakan, bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2015, untuk menyesuaikan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perpu UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada menjadi Undang-Undang. Ini sesuai berdasarkan hasil konsultasi dengan DPR RI dan pemerintah dalam RDP sebagaimana dituangkan dalam surat DPR RI Nomor PW/14951/DPR RI/KOM.II/IX/2016 tertanggal 9 September 2016. Adapun pengesahan PKPU tersebut tertanggal 13 September 2016.
Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 9 memuat tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi, menyusun dan menetapkan peraturan KPU dan pedoman teknis setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) yang keputusannya bersifat mengikat.
"KPU tidak boleh menyusun sendiri PKPU, tapi harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah," jelasnya.
Sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 7 ayat 2, bebernya, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut, berhenti dari jabatannya bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil wali kota yg mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon.
Pada bagian lain, syarat yang berlaku yakni, secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, DPD, DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.
"Kita minta teman-teman dewan untuk mempertanyakan masalah PKPU kepada DPR RI. Tentu anggota dewan akan sangat dirugikan dengan PKPU ini," pungkasnya. (yan)