MATARAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan aset di kawasan Gili Tramena, yang meliputi Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Kejanggalan dimaksud, mencakup potensi pendapatan daerah yang tidak maksimal, dan adanya perjanjian kerjasama yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Ketua Satuan Tugas Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkapkan bahwa setiap tahunnya sekitar 700 ribu wisatawan mengunjungi Gili Tramena. Namun pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari pengelolaan kawasan tersebut, masih sangat kecil, dan jauh dari target yang diharapkan.
“Jadi Gili Tramena ada 700 ribu pengunjung setahun, namun Pemda cuma dapat kecil, Rp 5 miliar,” ungkap Dian Patria, kemarin.
Kejanggalan yang ditemukan oleh KPK, adalah perjanjian kerjasama antara Dinas Perhubungan (Dishub) NTB dengan Koperasi Karya Bahari, terkait penarikan retribusi. Dimana perjanjian ini tidak memiliki payung hukum yang jelas. Selain itu, KPK juga ada temuan-temuan terkait pendapatan yang tidak disetorkan ke daerah, dan saat ini sedang diaudit. “Ini yang di Dishub Provinsi NTB dengan Koperasi Karya Bahari tadi dicek. Kita lagi tunggu hasilnya,” ujar Dian Patria.
KPK menekankan agar Pemprov NTB mengupas satu persatu kasus yang ada di Gili Tramena secara mendalam. Dimana Dian Patria menyoroti masih banyak aset pemerintah daerah yang saat ini dikuasai oleh masyarakat setempat.
Menurutnya, aset-aset di Gili Tramena harus dikelola oleh pemerintah daerah, karena kawasan tersebut adalah aset negara yang seharusnya menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
“Di satu sisi, fakta lapangan sudah bertahun-tahun ini, dan belum lihat case by case. Mana aset yang bisa dikuasai Pemda, mana yang mungkin nanti ada langkah berikutnya, dan lain sebagainya. Apakah pengadilan memutuskan. Tidak bisa satu rumus menurut saya, karena sudah banyak keterlanjuran,” tandasnya.
KPK juga menyoroti dugaan adanya oknum masyarakat yang menyewakan lahan milik negara secara ilegal kepada investor asing. Ditegaskan aset di Gili Tramena tidak dapat dialihkan kepada pengusaha atau masyarakat setempat, karena kawasan tersebut adalah milik negara.
Dian Patria juga mengingatkan pemerintah agar tidak memberikan janji apapun terkait kepemilikan aset di Gili Tramena. “Dengan tanah yang bukan punya mereka. Itu saya bilang ketelanjuran terlalu banyak. Akan dilihat satu-satu,” ujarnya.
Saat ini, dari sekitar 1.000 objek yang ada di Tiga Gili tersebut, hanya 100 objek yang sudah memiliki kontrak resmi dengan pemerintah. Artinya, ada sekitar 900 objek lain yang masih dikuasai oleh masyarakat dan pengusaha lokal tanpa dasar hukum yang jelas.
Terhadap semua persoalan ini, Dian Patria mengaku telah berkoordinasi lintas kementerian, mulai dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, tak terkecuali Pemerintah Daerah, dan BPN Provinsi NTB, untuk memastikan jangan sampai ada kebijakan-kebijakan yang ada mens rea (niat jahat) di kawasan destinasi wisata itu.
Ditegaskan, jangan sampai kementerian atau siapapun yang memiliki kewenangan itu melanggar aturan. “Jika ada pelanggaran, ditegakkan aturannya. Jangan ada pembiaraan,” tegas Dian Patria.
Menanggapi temuan ini, Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, menyatakan bahwa Pemprov NTB akan segera menindaklanjuti semua rekomendasi KPK. Termasuk dalam hal perjanjian kerjasama antara Dishub NTB dengan Koperasi Karya Bahari, yang tidak memiliki payung hukum. “Kita ikuti apa yang menjadi rekomendasi KPK. Ini baru administratif. Mungkin ditahap awal ini perlu pembenahan dari sisi administratif,” ujarnya.
Pemprov NTB lanjutnya, berencana memanggil pihak Dishub NTB untuk melakukan klarifikasi, bersama dengan Inspektorat, Biro Hukum, dan BPKAD, guna memastikan proses penarikan retribusi dilakukan sesuai aturan yang berlaku. “Jelas melibatkan APIP, supaya clear dari sisi administratif. Supaya bagaimana proses penarikan retribusi ada aturannya,” kata Fathul.
Pada dasarnya pengelolaan aset dilakukan oleh dinas atau badan. Ada juga pengelolaan aset yang bertujuan untuk pengguna barang daerah. Saat ini pengelolaan Pelabuhan Bangsal di Lombok Utara berada dibawah naungan Pemprov NTB, dalam hal ini Dishub NTB. Dimana sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Pusat. “Makanya kita lihat nanti. Atas dasar rekomendasi KPK itu kita tindaklanjuti,” pungkasnya. (rat)