KPK Temukan 6000 Aset Pemda tak Bersertifikat

MATARAM — Sertifikasi aset Pemerintah Daerah (Pemda) di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menjadi pekerjaan rumah (PR). Pasalnya dari total 12.000 bidang aset yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota di seluruh NTB, baru 6.000 bidang aset yang tersertifikasi. Sementara sisanya belum memiliki sertifikat.

Hal itu disampaikan Ketua Satuan Tugas Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria dalam kegiatan rapat koordinasi percepatan sertifikasi aset se NTB di Gedung Graha Bhakti Praja Kantor Gubernur NTB.
Akselerasi penertuban sertifikasi aset. Masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) untuk sertifikasi aset. Dari 12 aset milik pemda di NTB baru sekitar 50 persen atau 6 ribu yang memoliki sertifikasi. “Jadi masih ada 50 persen (Aset belum memiliki sertifikat,red) seluruh Pemda Lombok Sumbawa,” Ungkap Dian Patria saat kepada media.

KPK mengimbau kepada Pemda di seluruh NTB untuk mempercepat sertifikasi aset milik daerah. Apalagi saat ini sudah ada terobosan baru di Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN nomor 3 tahun 2023 tentang penerbitan dokumen elektronik dalam kegiatan pendaftaran tanah.Dimana harus ada percepatan penerbitan sertifikasi aset daerah.

“Intinya kalau tidak punya dokumen selama dikuasai itu ada terobosan. Masih bisa bikin sertifikat pakai surat pernyataan,” ujarnya.
Jangan sampai KPK beranggapan ada upaya pembiaran atau unsur kesengajaan dari Pemda terhadap lambanya penerbitan sertifikasi aset daerah ini. Sebagaimana hasil temuan KPK banyak pemanfatan aset pemda yang tidak jelas jangka waktu kontraknya.

Seperti bangunan Lombok City Center. Sertifikat Pusat perbelanjaan yang ada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat itu diserahkan ke investor. Belum lagi KPK harus meng-clear-kan penggunaan aset gedung Balai Guru Penggerak (BGP) yang sebelumnya BP PAUD NI di Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela. “Gimana sih kontraknya segala macam. Karena nilai tanah di NTB itu luar biasa,” tambahnya.

Ditambah aset yang ada di Gili Tramena yang saat ini kemudian muncul mafia-mafia tanah. Berikutnya penggunaan lahan Pemkab Lobar oleh pihak STIE-AMM Mataram. Padahal aset itu sudah jelas milik Pemda. “Padahal tidak ada perjanjian dengan yayasan ini kenapa dianggap ada. Kan aneh juga. Jangan sampai ada Mens rea 18 tahun kadaluarsa perkara bisa diproses,” tegasnya.

Khusus untuk persoalan Gedung Bawaslu dan Gedung Wanita, KPK tidak bisa berbuat banyak. Sebab kasus tersebut sudah masuk pengadilan dan proses inkrah. “Itu mafia tanah, kalau ada bukti penggelapa dokumen, penipuan bisa dilaporkan ke kepolisian,” ujarnya.

Maka dari itu, supaya persoalan aset pemda ini tidak masuk ke ranah hukum maka perlu dicegah sejak dini. Sebagai penyidik, KPK juga punya keterbatasan. Sehingga perlu koordinasi dengan Kejaksaan, Polda dan lainnya. “Intinya bukan tidak mungkin jika kasunya layak buat KPK, saya akan dorong didalam kantor saya,” katanya.

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Lalu Gita Ariadi menimpali persoalan ini menjadi atensi pemda NTB bagaimana aset yang belum memiliki sertifikat ini bisa diselamatkan. Sehingga kemudian memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.

“Ini menginspirasi kita, memotivasi kita bagaimana selanjutnya menemukan aset-aset kita. Agar aset-aset ini bisa memberikan nilai keekonomian dan pembangunan daerah kita,” ujarnya.
Pria asal Puyung Lombok Tengah ini tidak menapik jumlah aset Pemda yang sudah bersertifikat relatif rendah. Tapi berapapun itu sertifikat ini menjadi sesuatu yang penting untuk menjaga keselamatan dan kemanan aset Pemda kedepan.

“Kalau tidak sekarang kita selesaikan, bertele-tele tambah waktu tebtu oermasalahannya semakin rumit. Selagi sejarah tanah dan lain sebagainya masih bisa kita cari jejak-jejaknya. Maka saya direktifkan kepada BPKAD dan ini menjadi konsen kita kedepan bagaimana mengamankan aset-aset itu,” pungkasnya. (rat)

Komentar Anda