KPK Sebut NTB Miliki Tingkat Kerawanan Gratifikasi dan Suap

SOSIALISASI : KPK saat menggelar sosialisasi, monitoring evaluasi dan bimbingan teknis program pengendalian gratifikasi di Pemkab Lombok Timur, Rabu (8/3). (Ist/RADAR LOMBOK)

SELONG – Korupsi bukan karena ada niat jahat tapi karena ada kesempatan dan ketidaktahuan hingga terjebak dan terperosok ke dalam tindakan melawan hukum.

Usai menyampaikan sosialisasi, monitoring evaluasi dan bimbingan teknis program pengendalian gratifikasi di Pemkab Lombok Timur, Rabu (8/3), Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Muhammad Indra Furqon, menegaskan bahwa NTB adalah salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan gratifikasi dan suap.

Hingga saat ini, kata Indra Furqon, NTB termasuk di Lombok Timur belum pernah melaporkan adanya penerimaan gratifikasi. Padahal, suatu keniscayaan jika gratifikasi ini kerap dilakukan terutama dikalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia meyakini praktek gratifikasi di NTB ini pasti ada dan suatu yang tidak mungkin tidak terjadi, apalagi di kalangan ASN.

Baca Juga :  PKS Tetap Prioritaskan Zul-Rohmi

Gratifikasi dan suap terjadi meskipun tidak selamanya berbentuk uang. Bahkan bisa berbentuk suatu benda atau barang.”Tidak mungkin tidak ada yang namanya praktek gratifikasi di sini. Saya yakin praktek itu ada dan pasti terjadi. Apalagi, data yang kami miliki, NTB tidak pernah melaporkan praktek gratifikasi dan suap selama ini,” tegas Furqon.

Dikatakan Indra Furqon, sosialisasi khususnya di Kabupaten Lombok Timur umumnya NTB untuk memberikan gambaran tentang perspektif gratifikasi dari hukum, etika, logika dan agama. Apapun bentuknya, kata dia, gratifikasi khususnya di kalangan ASN tidak boleh diterima dalam bentuk apapun.” Uang capek, uang lelah, uang terima kasih dan lain sebagainya kerap dijadikan alasan bagi kalangan ASN untuk menerima uang dari pihak lain. Secara hukum, etika dan agama tidak boleh diterima. Ini sudah dianggap melanggar,” papar Furqon.

Baca Juga :  Dua Terdakwa Kasus Korupsi KUR Rp 29,6 Miliar Mulai Disidangkan

Praktek ini tambahnya, terjadi setiap hari terutama di setiap sektor pelayanan publik yang melayani masyarakat. Sayangnya, masyarakat juga harus lebih paham bahwa yang diberikan kepada pegawai negeri sebagai tanda jasa itu sebenarnya tidak boleh dilakukan.”Ada juga masyarakat yang punya hidden agenda. Maksudnya, memberikan sesuatu agar urusannya dipermudah. Atau, memberikan sesuatu agar proyeknya dimenangkan. Ini mengarah ke suap. Praktek seperti ini kerap terjadi di lembaga pengadaan barang dan jasa,” ungkap Indra.

Untuk itu, imbuhnya, KPK RI secara masif akan melakukan tindak pencegahan korupsi, gratifikasi ataupun suap. NTB daerah yang cukup rawan terjadinya praktek seperti itu.(lie)

Komentar Anda