KPK Endus Dugaan Korupsi Izin Tambak di NTB

Dian Patria (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium dugaan ketidakberesan dalam proses pengeluaran izin tambak udang di NTB. Ketidaksamaan data antar lembaga pemerintahan menjadi sorotan utama, yang diduga mengindikasikan potensi korupsi terkait perizinan tersebut.

Data menunjukkan adanya perbedaan jumlah izin tambak yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB. DPMPTSP NTB mencatat 265 izin tambak, sementara Dinas Kelautan dan Perikanan hanya mencatat 197, dan Dinas LHK NTB baru mengeluarkan 33 izin lingkungan.

“Izin lingkungannya tidak sampai 10 persen. Jadi dapat dikatakan banyak masalah izin tambak udang di NTB. Karena mereka tidak memiliki izin lingkungan,” kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, Kamis (9/1).

KPK mencatat bahwa persyaratan utama penerbitan izin tambak mencakup izin ruang dan izin lingkungan. Namun, banyak tambak yang telah beroperasi tanpa memenuhi kedua syarat tersebut. “Seharusnya ada sebanyak 265 izin lingkungan sesuai jumlah tambak yang terdaftar. Ini menunjukkan adanya pelanggaran perizinan yang signifikan,” ungkap Dian.

Dia juga menyoroti potensi pembiaran yang sistematis, termasuk kemungkinan jual beli izin atau lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah.

“Karena sudah sekian lama, yang pasti ini ada upaya pembiaran. Pembiaaran ini ada mmacam-macam misalnya jual beli izin, pengawasan dan lainnya. Tapi yang jelas datanya tidak sama dan yang punya izin lingkungan juga sangat terbatas,” tegas Dian.

Baca Juga :  Ada Unsur Pungli, Organda Minta E-Tiket Penyeberangan Ditinjau Ulang

Produksi tambak udang di NTB mencapai 2 juta ton, menjadikannya provinsi dengan kontribusi terbesar di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Namun, banyak pelaku usaha tambak, terutama dari skala kecil, diduga beroperasi tanpa memenuhi syarat perizinan.

“Nanti kita lihat kalau Tipikor berarti ada kerugian negara, ada aliran dana kepada pejabat. Apakah dalam anomali- anomali banyak ketidakpatuhan ini ada pembiaran yang mungkin ada yang menikmati,” ucapnya penuh curiga.

KPK memberikan waktu satu bulan kepada pemerintah daerah untuk menyelaraskan data. Laporan tersebut harus mencakup data by name by address, izin lingkungan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), dan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

“Nanti kami akan lakukan monitoring dan evaluasi (monev) di lapangan bersama pihak terkait, termasuk Polsus KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan instansi lainnya,” jelas Dian.

Dian juga mengingatkan bahwa meski sektor tambak udang berkontribusi besar terhadap pendapatan negara, pemerintah harus menjaga keseimbangan pemanfaatan ruang darat dan laut di NTB. “NTB memiliki keterbatasan ruang, baik darat maupun laut. Jangan sampai sektor tambak mengorbankan lingkungan dan potensi sektor lain seperti pariwisata,” tegasnya.

Baca Juga :  Pengangguran di NTB Turun, Kemiskinan Masih Tinggi ?

KPK berencana mengundang para pelaku usaha untuk menyelaraskan data dan memastikan kepatuhan terhadap persyaratan perizinan. “Kita akan memastikan semua pihak mematuhi aturan sehingga potensi NTB benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan pembangunan daerah,” jelasnya.

Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi tidak membantah adanya kelemahan dalam tata kelola perizinan tambak udang di NTB. Ia menegaskan bahwa pembenahan akan segera dilakukan.

“NTB punya potensi yang luar biasa namun dari segi tata Kelola dan sebagainya butuh dirapikan dan diintegrasikan. Termasuk data, perizinan dilapangan, pengawasan hulu dan hilirnya perlu kita lakukan pembenahan agar potensi NTB yang bagus ini memberikan kemanfatan yang sebesar besarnya kepada masyarakat dan pembangunan di daerah,” jelasnya.

Gita berharap inovasi dalam sistem perizinan dapat mengatasi persoalan yang ada. Perizinan harus terkonsolidasi dengan baik, dan pengawasan menjadi tanggung jawab bersama, terutama di tingkat kabupaten yang memiliki peran lebih besar.

“Kita akan memilih mana yang paling menguntungkan. Perizinan, penguatan pada aspek pada pengawasan. Untuk pengawasan tentunya di Kabupaten yang memiliki porsi yang lebih besar untuk melakukan pengawasan,” tutupnya. (rat)