Korban Penipuan oleh Oknum Jaksa Lebih dari Satu Orang

Kantor Kejaksaan Tinggi Negeri NTB

MATARAM–Korban kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh oknum jaksa yang berdinas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB terus bertambah.

Selain ME, warga Lingsar, Kabupaten Lombok Barat ada juga MS warga Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah yang menjadi korban. Selain keduanya, berdasarkan informasi yang diserap Radar Lombok ada juga korban lain. Korban lain ini pun berencana akan ikut melaporkan oknum jaksa EP.

Untuk laporan oleh ME itu sudah ditindaklanjuti di Polresta Mataram dan juga di Kejati NTB. Sementara untuk MS itu baru ditindaklanjuti di Kejati NTB.

Pada Selasa (4/1) MS dipanggil oleh Bidang Pengawasan Kejati NTB untuk diklarifikasi. MS pun hadir memenuhi panggilan. Penasihat hukum MS yaitu Apriadi Abdi Negara membenarkan telah diklarifikasi soal laporan yang masuk ke Kejati NTB. “Tadi pemeriksaan selaku pelapor kasus dugaan penipuan dan penggelapan serta pelanggaran kode etik oleh oknum jaksa ini,” ujar Apriadi.

Saat diklarifikasi kata Apriadi, kliennya diminta menjelaskan awal mula peristiwa tersebut terjadi. Apriadi mengaku bahwa korban ini saat mendaftar sebagai peserta CPNS didatangi oleh EP. Kepada korban, EP mengaku bisa membantu meluluskan peserta menjadi CPNS. Syaratnya yaitu korban menyerahkan uang sejumlah Rp 200 juta. “Saat itu EP mengaku sudah banyak yang ia bantu dan terbukti lulus. Korban pun terpikat dan menyanggupi Rp 100 juta sebagai DP, tetapi korban baru menyerahkan Rp 75 juta. Kejadiannya pada Agustus kemarin di rumah dinas Kejati NTB,” ujarnya.

Baca Juga :  Banding Ditolak, Pemecatan Polisi Tembak Rekannya Segera Diproses

Setelah uang diserahkan korban pun berharap bisa lulus menjadi CPNS. Tetapi begitu tiba pengumuman, nama korban tidak ada dalam daftar. “Ternyata tidak lolos. Itu hanya kamuflase. Dia bukan niat membantu tetapi hanya cari duit saja,” jelasnya.

Mengetahui dirinya dibohongi, korban kemudian meminta uangnya dikembalikan. Tetapi sampai 25 kali menagih EP, tak kunjung ada pengembalian. Korban kemudian memilih melaporkan EP ke Kejati NTB dan juga Polda NTB. “Untuk diketahui, sudah ada dua orang yang menghubungi saya. Mereka korban juga dengan pelaku yang sama,” bebernya.

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan membenarkan  adanya pemanggilan terhadap korban MS. “Benar ada pemanggilan,” ujar Dedi saat ditemui di ruang kerjanya.

Pemanggilan ini kata Dedi merupakan tindak lanjut dari adanya laporan korban. Hal ini menunjukkan bahwa Kejati NTB serius menangani permasalahan ini. “Pihak pengawasan tetap memproses laporan korban, baik laporan yang dimasukkan ME maupun MA,” tegasnya.

Yang ditangani di Kejati NTB kata Dedi adalah dugaan pelanggaran kode etik jaksa. Untuk dugaan pidana penipuan dan penggelapan, Dedi mengaku sudah diserahkan sepenuhnya ke Polresta Mataram.

Baca Juga :  Tiga Maling Rumah Kosong Ditangkap Warga

Terkait perkembangan kasus ini di Polresta Mataram, Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa mengaku bahwa selangkah lagi kasus ini sudah diinaikkan ke tahap penyidikan. “Mungkin minggu ini sudah bisa naik penyidikan,” ujarnya.

Sejauh ini pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah pelapor. Sementara pemeriksaan terlapornya yaitu EP, penyidik  masih berkoordinasi dengan Kejati NTB. “Kemarin kita baru koordinasi dengan Aspidum Kejati tetapi kita diminta koordinasi dengan Kepala Kejati NTB supaya nanti kasus ini juga dilaporkan ke Kejagung RI,” bebernya.

Terkait dengan informasi yang beredar bahwa korbannya banyak, Kadek Adi belum dapat memastikan. Sebab korban yang melapor ke Polresta Mataram baru satu orang yaitu ME. “Kalau secara tertulis baru satu orang tetapi kalau secara lisan, ada yang bilang dari Sumbawa juga ada yang mau melapor,” akunya.

Untuk itu kepada masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan dan penggelapan oleh EP, Kadek Adi mempersilakan untuk melapor ke Polresta Mataram. Nantinya penyidik akan mendalami laporannya. Jika memang ada indikasi pidana maka pihaknya pasti akan menindaklanjuti. “Kalau lapor disertai ada bukti awal bahwa benar terjadi pidana tentu kita akan proses,” tegasnya. (der)

Komentar Anda