Kontraktor Taman Rinjani Selong Ancam Tempuh Jalur Hukum

Telah Layangkan Surat ke Inspektorat

Taman Rinjani Selong
Taman Rinjani Selong

SELONG—Kontraktor proyek penataan Taman Rinjani Selong, yakni PT. Mari Bangun Persada Spesialis, tetap tidak terima sikap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang melakukan pemutusan kontrak sepihak. Karenanya kontraktor pun melayangkan surat perihal permintaan tanggapan yang ditujukan langsung ke Inspektur Insepktorat Lombok Timur (Lotim). Surat tersebut dilayangkan 13 Desember 2017.

Surat yang ditujukan ke Inpektorat itu dengan maksud untuk memberikan penjelasan terkait berbagai persoalan selama proses pengerjaan proyek Taman Rinjani Selong.

Untuk sementara ini, kontraktor akan menunggu sejauh mana respon Inspektorat terhadap surat yang telah mereka layangkan itu. Jika tidak ada kejelasan, mereka berpeluang akan menempuh jalur hukum.

Sebab, pemutusan kontrak sepihak dianggap sangat merugikan mereka. Terlebih lagi pengerjaan yang telah dilakukan sampai sekarang tak kunjung dibayar.

“Saya akan menunggu panggilan dari Inspektorat dulu, baru ke Bupati. Tapi kalau tetap mentok, maka saya akan lakukan upaya hukum,” kata Kuasa Direktur PT Mari Bangun Persada Spesialis, M. Arizal Tohri Ismail, Kamis (14/12).

Beberapa poin dari surat yang telah dilayangkan ke Inspektorat, diantarannya kontraktor menyatakan bahwa sebelum dilakukan pemutusan kontraktor, seharusnya PPK terlebih dahulu  melakukan rapat evaluasi terakhir.

Baca Juga :  Kades Jangan Takut Gunakan Dana Desa 

Hal ini berdasarkan kesepakatan bersama yang telah diputuskan dalam rapat sebelumnya dengan PPK dan pihak terkait lainnya yang terlibat dalam proyek ini. Dalam rapat evaluasi itu, baru PPK bisa menentukan sikap terkait dengan kelanjutan proyek itu.

Tapi nyatanya, rapat yang dimaksud itu tidak pernah dilaksanakan. “Malah secara tiba-tiba kami selaku pihak penyedia diberikan surat pemutusan kontrak,  tanp ada ada alasan yang jelas. Dan kami juga sampai saat ini tidak pernah menerima pembayaran uang muka. Termasuk juga realisasi permohonan pembayaran (MC) yang telah kami ajukan sebelumnya,” kata dia.

Yang sangat disesalkan, PPK tidak memberikan alasan yang utuh terkait apa yang menjadi alasan dilakukan pemutusan kontrak sepihak, seperti yang  telah ditentukan dalam syarat-syarat umum kontrak (SSUK). Namun itu tidak disampaikan, sehingga jelas akan berdampak negatif terhadap mereka selaku penyedia pekerjaan.

“Jadi PPK ini,   tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Termasuk kewajiban PPK ke kami. Seperti membayar ganti rugi, melindungi dan membela penyedia pekerjaan terhadap tuntutan hukum dan lainnya,” lanjut dia.

Berbagai persoalan yang terjadi dalam proyek ini, itu semua disebabkan karena kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan PPK. Karena  apa yang menjadi hak  kontraktor, sama sekali tidak pernah dipenuhi. Termasuk kewajibannya untuk memberikan kompensasi atas keterlambatan pembayaran terhadap pengerjaan yang telah mereka lakukan.

“Jadi PPK ini sama sekali tidak memaknai dan memahami jenis kontrak yang telah kita sepakati bersama,” kata Tohri.

Melalui surat yang telah dilayangkan itu, mereka meminta agar pihak terkait  bisa mengambil sikap yang bijak, sehingga tidak sampai merugikan pihak lain. Karena dalam pengerjaan proyek ini,  kata dia, mereka telah berupaya untuk memberikan yang terbaik, dan bekerja maksimal terhadap setiap tahapan pelaksanaan proyek Taman Rinjani ini.

Baca Juga :  Polres Lombok Timur Luncurkan SIM Online

“Kami selaku penyedia pekerja telah maksimal dalam setiap pelaksanaan. Seperti melakukan konsultasi dan koordinasi dengan semua pihak terkait. Tapi tidak pernah ada kesepakatan yang pasti. Sehingga tidak ada acuan yang jelas bagi kami dalam melaksanakan proyek tersebut,” beber Tohri.

Sebelumnya PPK yang  juga Kasubag Umum Kepegawaian LHK Lotim, Makripatullah mengatakan, keputusan untuk memutuskan kontrak, adalah menindak lanjuti rekomendasi yang telah diberikan oleh TP4D Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim. Dalam rekomendasi itu, TP4D menyarankan PPK untuk segera mengakhiri kontrak kerja, lantaran kontraktor tak kunjung  memenuhi janjinya mengejar deviasi (keterlambatan pengerjaan, red) dari tenggat waktu yang telah ditentukan. Sementara kontrak pengerjaan sendiri akan berakhir pada 15 Desember ini. Atau pihak kontraktor dianggap wanprestasi.

“Sesuai aturan, pemutusan kontrak itu boleh dilakukan secara sepihak. Dan boleh juga dilakukan karena kesepakatan bersama. Tapi karena kita melihat progres dari pengerjaan di lapangan. Maka sesuai dengan rekomendasi TP4D, kita melakukan pemutusan kontrak sepihak,” tandas Makripatullah.

Sejak mulai dikerjakan, sampai pemutusan kontrak progres pengerjaan yang telah dilakukan kontraktor baru sekitar 26,93 persen saja. Artinya pengerjaan yang  belum dilakukan masih cukup banyak.

Jadi sangat tidak memungkinkan untuk diselesaikan jika dilihat dari kontrak kerja yang berakhir pada 15 Desember. Maka langkah yang tepat tak lain adalah dengan melakukan pemutusan kontrak seperti apa yang telah direkomendasikan oleh TP4D. “Pengerjaan yang 26,93 persen itu hanya penimbunan dan pasang saja,” lanjutnya.

Sementara dari 26,93 persen pengerjaan yang telah dilakukan kontraktor,  diakuinya memang belum dilakukan pembayaran. Proses terkait administrasi pembayaran sendiri memang telah diajukan ke bagian keuangan di Pemkab Lotim. Tapi setelah pemutusan kontrak, maka untuk pembayarannya  tentu akan menunggu hasil audit khusus yang dilakukan oleh inspektorat.

“Masalah pembayarannya kita sudah bersurat ke Inspektorat untuk dilakukan perhitungan. Dan kita akan di audit dulu oleh Inspektorat. Ada rekomendasi dari Inspektorat, baru kita akan melakukan pembayaran,” jelasnya.

Permintaan rekomendasi untuk dilakukan audit telah disampaikan ke  Inspektorat. Mereka pun kini akan menunggu hasil dari Insepktorat terkait berapa yang harus dibayar dari pengerjaan yang telah dilakukan oleh kontraktor. “Kemarin kita sudah bersurat ke Inspektorat. Itu semua tergantung dari Inspektorat, besaran pembayarannya seperti apa,” tutup dia. (lie)

Komentar Anda