Konflik PT SKE dengan Warga, Bupati Turun Tangan

MEDIASI : Mediasi terkait sengketa lahan antara warga Sembalun dengan PT SKE. (Ist for Radar Lombok)

SELONG – Konflik  lahan yang terjadi antara warga dengan PT Sembalun Kusuma Emas (SKE)  menjadi atensi Bupati Lotim HM. Sukiman Azmy. Terlebih lagi    persoalan lahan  tersebut telah berlangsung lama dan belum ada titik temu.

Pemkab Lotim berupaya memfasilitasi para petani Sembalun yang menggarap lahan dengan pihak perusahaan. Hal itu dilakukan melalui mediasi, Jumat (17/9).  Mediasi tersebut dihadiri langsung bupati, Kapolres pihak BPN dan unsur terkait lainnya.” Kehadiran kita di sini bersama sejumlah unsur terkait tak lain untuk menyelesaikan masalah yang berkepanjangan terutama masalah lahan PT SKE di Sembalun,” kata Sukiman.

Dalam pertemuan itu setidaknya ada 10 poin yang disampaikan oleh orang nomor satu di Lotim ini. Pertama, Sukiman menjelaskan terkait sejarah PT SKE menguasai tanah lahan di Sembalun tepatnya di Dalem Petung Desa Belok Petung  Kecamatan Sembalun. Katanya, PT SKE membebaskan lahan masyarakat tahun 1990 silam dengan cara membeli, bukan mendapatkan hak dari pemerintah.”Berikutnya pembelian dilaksanakan oleh tim  pada masa itu, semua sekian ratusan masyarakat yang punya lahan di situ dibayar sesuai dengan harga yang disepakati.  Lalu turunlah HGU PT SKE tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terangnya.

Namun setelah 1998 reformasi lahan itu terlantar karena tidak digarap. Lalu masyarakat yang menggarap lahan tersebut. Sementara yang punya diam saja karena berdomisili di Jakarta.”Saya kira kalau sebagai pelaku sejarah, yang punya lahan betul-betul pada waktu itu. Ada tanda tangan dan persetujuannya,” jelas Sukiman.

Yang kedua, setelah reformasi berjalan  masyarakat mulai masuk karena melihat kondisi tanah yang ditelantarkan. Tetapi masuknya itu tahun 2015 secara resmi sebagai penggarap atas izin persetujuan PT SKE. Waktu itu, masyarakat yang memohon untuk menjadi penggarap kerjasama dengan pemilik lahan. Lengkap dengan surat dokumennya semua yang 200 orang penggarap.”Seharusnya yang kita bicarakan hari ini hanya dengan 200 orang penggarap, yang punya izin atau perjanjian dengan PT SKE. Tetapi dengan perkembangan saat ini tidak ada masalah, kita semua harus mendapatkan hak sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkas Sukiman.

Baca Juga :  Rencana Operasi Inaya dan Anaya Dimatangkan

Berikutnya, lanjutnya, perjuangan memperoleh hak penggarap menjadi pemilik lahan tersebut, butuh perjalanan panjang. Sejak awal hingga saat ini belum juga menunjukkan kejelasan. Bahkan sampai saat ini, masih tetap statusnya sebagai penggarap bukan sebagai pemilik lahan.  Sewaktu-waktu ketika yang punya lahan membutuhkan lahannya dengan kekuatan yang dimiliki, maka mereka bisa menyuruh masyarakat pergi dari lahan tersebut.”Ini menjadi keperihatinan kita semua. Oleh karena itu, kita berharap dengan apa yang dilakukan oleh Pemda upaya-upaya yang sudah kita lakukan ini, semoga ada titik terangnya,” katanya.

Pemkab Lotim terus berikhtiar untuk  membantu kedua pihak mencari jalan penyelesaian. Bahkan sejak awal Pemkab Lotim tak menampik  bahwa PT SKE adalah pihak yang lebih berhak menguasai lahan tersebut.

Dari 278 hektar luas lahan tersebut, Pemkab Lotim menawarkan 150 hektarnya diberikan ke masyarakat. Sisanya  128 hektar menjadi HGU PT SKE.”Itu negosiasi awal Pemda kepada, BPN dan SKE. Kita negosiasi ke sana kemari, tetapi tiba-tiba kita mendapatkan sertifikat perpanjangan HGU SKE ini 150 hektar. Sisanya itu tidak dimiliki oleh mereka,” terang Sukiman..

Baca Juga :  Sandiaga Uno akan Kunjungi Labuhan Lombok

Bupati berjanji akan terus mengawal permasalahan ini sampai tuntas agar tidak ada lagi permasalahan di kemudian hari. Karena sudah jelas seperti yang di sampaikan 150 hektar itu milik PT SKE yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.”Kita juga akan bantu masyarakat kita untuk membuat sertifikat lahan yang digarap seluas 150 hektar lebih, ini tawaran kami dari pemerintah kepada masyarakat penggarap lahan tersebut,” kata Sukiman.

Terlepas dari itu semua, apa pun bentuk aspirasi keluhan masyarakat pemerintah hanya bisa memfasilitasi dan mengajak masyarakat untuk berjuang bersama-sama. Karena perjuangan itu tidak instan butuh proses, bahwa apa yang disampaikan saat ini adalah langkah awal untuk menghormati hak orang lain.”Ini proses pertama kali penyelesaian dengan menghormati hak orang lain, dan begitu juga dengan hak kita. Jadi istilahnya win-win solution (saling menguntungkan), intinya apa pun hasil kita di forum kali ini sebagai proses langkah selanjutnya. Jadi tidak bisa kita putuskan hari ini apa pun hasil kita,” ungkap Sukiman.

Sementara itu, Sunardi, sebagai perwakilan petani  berharap kelompok tani atau penggarap lahan tersebut tetap menolak keberadaan dan perpanjangan HGU PT SKE. Karena menurutnya PT tersebut sebagai mala petaka bagi masyarakat Sembalun, karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.”Intinya kami hadir di sini dengan tegas menolak keberadaan PT SKE, dan menolak perpanjangan HGU PT itu,” singkatnya.(lie)

Komentar Anda