Komitmen NTB Menuju Net Zero Emission 2050

MATARAM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menegaskan komitmennya untuk menjadi pelopor transisi energi di Indonesia dengan target mencapai emisi nol bersih (zero emission) pada tahun 2050. Salah satu langkah strategis adalah memastikan 100 persen pembangkitan listrik menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2040.

Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Niken Arumdati, menyampaikan strategi lokal dan pilar pengembangan energi sebagai panduan menuju NTB bebas emisi. Strategi ini meliputi berbagai aspek, mulai dari teknologi, inklusivitas, hingga peran aktif masyarakat, khususnya perempuan dan kelompok rentan.

“NTB memiliki potensi besar dalam energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, mikrohidro, biomassa, dan panas bumi,” Ungkap Niken

Teknologi yang dikembangkan meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), dan lainnya. Fokus utamanya adalah mengurangi kesenjangan energi melalui solusi seperti mini grid dan kendaraan listrik.

Melalui penerapan teknologi hemat energi dan pengurangan emisi karbon, efisiensi energi diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan sistem kelistrikan di NTB.

Baca Juga :  Masyarakat Diimbau tak Bermain Layang-Layang Dekat Instalasi PLN

“Implementasi strategi ini dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, pemberian insentif, dan pembiayaan inovatif, seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), sukuk, obligasi daerah, dan bantuan donor internasional,” ujarnya

Pendekatan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) menjadi kunci dalam transisi energi ini. Perempuan memainkan peran penting dalam transisi energi. Sebagai agen perubahan, mereka mampu mengelola energi rumah tangga dan mendorong adopsi energi bersih.

“Contohnya adalah penggunaan kompor biogas untuk mendukung usaha ekonomi seperti produksi keripik. Selain itu, perempuan juga didorong untuk terlibat dalam perumusan kebijakan dan pelatihan teknis inklusif, sehingga mereka dapat mengakses kredit dan teknologi yang mendukung,” paparnya

Disisi lain Project Manager Yayasan Rumah Energi NTB, Krisna Wijaya mengungkapkan terdapat sejumlah tantangan dalam penerapan pendekatan GEDSI. Perempuan lokal, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal belum terlibat secara memadai dalam perencanaan energi terbarukan. Akses mereka terhadap pekerjaan dan manfaat energi terbarukan masih terbatas. Formalitas dalam pengambilan keputusan seringkali mengesampingkan kelompok rentan.

Baca Juga :  Mantan Bupati Lotim Ali BD Kembali Diperiksa Kejati NTB

“Solusi yang ditawarkan meliputi pelatihan kapasitas, subsidi perangkat energi terbarukan, serta keterlibatan aktif dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.

Dengan pendekatan ini, manfaat yang dihasilkan antara lain reduksi emisi karbon, pengelolaan limbah organik, dan pengurangan bahan kimia. Penghematan energi, peningkatan pendapatan, serta terbukanya lapangan kerja baru di sektor energi hijau. Kesadaran akan energi terbarukan, peran aktif komunitas, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan biogas berbasis GEDSI memberikan manfaat besar, baik dari segi lingkungan, ekonomi, sosial, maupun kesejahteraan. Namun, tantangan seperti biaya investasi awal yang tinggi, kebijakan yang belum mendukung, serta minimnya literasi energi perlu diatasi melalui kolaborasi yang lebih erat antara pemangku kepentingan.

Transisi energi menuju NTB Zero Emission 2050 hanya dapat tercapai dengan pendekatan yang inklusif. Perempuan dan kelompok rentan menjadi penggerak utama, sementara kebijakan pro-inklusi, pelatihan, dan akses teknologi adalah kunci keberhasilan.”Dengan pendekatan ini, NTB diharapkan dapat menjadi model transisi energi berkelanjutan bagi provinsi lain di Indonesia,” tutupnya. (rat)