KLU Klaim Bebas TKI Ilegal

MUSRIPIN (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

TANJUNG- Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Lombok Utara mengklaim, tidak ada masyarakat setempat yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal tahun ini.

Klaiman ini diungkapkan Kabid Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disosnakertrans Lombok Utara, Musripin menyusul banyak TKI gelap di daerah lain di NTB. Menurutnya, masyarakat KLU telah banyak mendapatkan sosialisasi terkait proses dan mekanisme pemberangkatan menjadi pekerja di luar negeri. “Alhamdulillah, beberapa tahun terakhir ini kami tidak pernah mendapatkan informasi adanya TKI asal Lombok Utara bermasalah, seperti yang dialami kabupaten/kota lainnya. Kami selalu mengimbau kepada mereka yang ingin berangkat untuk melalui jalur resmi dengan memenuhi sejumlah persyaratan,” kata Musripin kepada Radar Lombok, Rabu (9/11).

Dalam sosialisasi, pihaknya menyasar lima kecamatan. Terutama masyarakat yang ada di Kecamatan Bayan dan Kayangan, sebagai warga masih banyak berangkat ke luar negeri. Selain itu, pihaknya juga menyasar sekolah-sekolah tingkat SMA/SMK sederajat terutama kelas tiga, termasuk para penyalur TKI diundang. “Kami setiap tetap mengadakan sosialisasi,” tandasnya.

Meski begitu, ia mengakui bahwa masih banyak calo-calo yang beredar dengan mengiming-imingi para calon TKI. Oleh karena itu, ia tetap berkoordinasi dengan pemerintahan desa, aparat keamanan, dan elemen terkait untuk bersama-sama mencegahnya. Kalaupun ada yang berangkat, maka diharapkan melalui Disosnakertrans untuk melakukan pendaftaran dengan membawa perlengkapan. Yaitu kartu keluarga (KK), KTP, surat izin keluar negeri, kartu kuning/tanda pencari kerja, tujuan kerja, medical kesehatan, bisa membaca minimal lulusan SD, PT Resmi yang menyalurkan, surat perjanjian penempatan dan surat perjanjian kerja. “Ketika suatu saat mereka mengalami masalah, maka akan bisa dibantu. Kalau tidak resmi maka tidak bisa,” terangnya.

Baca Juga :  TKI NTB Jadi Korban Kapal Tenggelam

Setelah mereka mengurus dokumen, baru selanjutnya ke balai penampung dan pelatihan selama tiga bulan baru bisa berangkat. Dari 242 ribu lebih jumlah penduduk di Lombok Utara, terbilang masih tinggi berangkat ke luar negeri. Itupun kebanyak lulusan SD dan SMP, sementara lulusan SMA jarang ditemukan berangkat.

Menurutnya, tamatan SMA lebih banyak memilih kerja di lokal. Seperti hotel, restoran, dan perusahaan swasta. Selain itu, masyarakat juga masih banyak memanfaatkan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Rata-rata yang masih pergi sudah tua atau minimal punya anak satu,” jelasnya.

Berdasarkan data bulan Agustus tahun 2016 yang telah berangkat sebanyak 683 orang, terdiri dari laki-laki 447 dan perempuan 236. Dari data ini warga yang paling tinggi berangkat ada pada Kecamatan Gangga sebanyak 262, disusul Kecamatan Kayangan 203 orang, Kecamatan Bayan 138 orang, Kecamatan Tanjung 74 orang, dan paling sedikit Kecamatan Pemenang sebanyak 6 orang. “Tujuan negara yang paling tinggi masih didominasi ke Malaysia,” paparnya.

Baca Juga :  Termakan Janji Calo, Pengantin Baru pun Jadi TKI

Dihubungi terpisah, Kepala Desa Kayangan Edi Hartono menyatakan, selama ini di desanya belum pernah mendapatkan ada TKI dari desanya mendapatkan masalah. Dan animo pemberangkatan TKI di desanya cukup tinggi, dalam seminggu pemerintahan desa bisa menguruskan surat ddokumen pasti ada. Pihaknya tentu bisa melarang pemberangkatan mereka, karena ini menyangkut kebutuhan dasar. Kalaupun pihaknya mencegah maka pasti mereka akan menuntut lapangan pekerjaan. “Dalam setahun bisa berangkat 30-50 orang,” terangnya.

Menurutnya, untuk mengantisipasi pemberangkatan lewat jalur ilegal diharapkan pemerintah daerah bisa mengenjarkan sosialisasi lebih itensif dengan melibatkan perangkat desa. Selain itu, pihaknya juga mendorong pemerintah daerah harus mampu membuka lapangan guna menghindari banyaknya pengangguran, lulusan sarjana saja masih banyak yang tidak memiliki pekerjaan.

Terkait wacana pemerintah daerah menciptakan wirausaha baru, katanya itu cukup bagus, namun perlu direaliasikan segera mungkin. Karena pemerintah desa saat ini diminta untuk menverifikasi dan mendata. Ketika para kelompok ini mendapatkan peluang, menurutnya tidak perlu memberikan bantuan modal langsung, melainkan harus dibina secara itensif.

Sebab, selama ini banyak program pemerintah yang dilepas begitu saja. Sehingga para kelompok dibina mempergunakan uang bantuanya tidak sesuai. “Itu akan bisa mengurangi angka pengangguran dan pemberangkatan TKI,” harapnya. (flo)

Komentar Anda