Kisah Pemuda Mualaf Masuk Islam Karena Adzan

Mendapat Hidayah Ketika Ditengah Laut

Selain mendapatkan hidayah di tengah laut, pemuda kelahiran 1 Oktober 1998, atau berusia 19 tahun ini mengaku kerap didatangi mimpi, yang terlihat seperti kenyataan. Sehingga dari hari ke hari, niat hendak secepat mungkin masuk Islam terus menggelora.

”Jujur setelah mendapatkan hidayah di tengah laut itu, saya merasa diri sudah Islam. Karena sehari-hari setiap saya makan dan beraktivitas selalu saya awali dengan mengucap Bismillah saja. Karena memang hanya itu saja yang saya hafal,” jelasnya.

Beberpa waktu kemudian ada ada temannya yang berasal dari Pero, hendak pergi ke Lombok. Akhirnya dia pun memutuskan ikut ke Lombok, dan untuk sementara tinggal menumpang di rumah saudaranya yang ada di Pulau Maringkik. “Jadi tujuan saya ke Lombok hanya satu, mencari pondok pesantren untuk belajar agama Islam, dan mencari orang yang mau mengkhitan dan siap berikrar masuk Islam,” tekatnya.

Baca Juga :  Mengenal M Pahrurozi, Duta Bahasa NTB 2017

“Apalagi ketika saya bergaul sama teman-teman yang semuanya muslim, saya selalu di ejek. Masak belum sunat. Dan ada pula yang ngatain saya cumi-cumi,” katanya seraya tertawa.

Masyarakat Bungtiang yang kemudian membawanya ke dokter untuk melakukan sunat, yang hukumnya wajib bagi umat Islam. Anehnya, pada saat disunat, seperti ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya, yang tidak pernah dirasakan selama ini. “Jadi saat saya di khitan atau sunat, seperti ada setrum yang masuk ke dalam tubuh saya, sehingga saya langsung lemas dan berkeringat,” bebernya.

Kini setelah berikrar dengan dua kalimah syahadat, dan resmi memeluk agama Islam. Dengan memeluk agama Islam, dia mengaku lebih tenang dan banyak perubahan dalam hidupnya. ”Kalau saya bandingkan pikiran saya sekarang lebih tenang, dan segar. Pokoknya jauh perbedaan yang saya rasakan,” sebutnya.

Baca Juga :  Mengenal Ni Nyoman Ivana Maharani, Murid Berprestasi Tingkat Internasional

Sebelum pulang kampung ke NTT, dia juga berencana mendatangi masjid, dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat Bungtiang, yang telah secara ikhlas membantu dan menuntun dirinya. “Insya Allah kalau apa yang saya cita-citakan tercapai, saya akan kembali ke Bungtiang,” katanya dengan raut wajah sedih.

Sementara Ustadz Khaerudin yang menuntunnya membaca dua kalimah syahadat, mengaku terharu dan bahagia. Bahkan dia yang baru pertama kali menuntun seorang muallaf ini tidak bisa menahan air matanya, setelah mendengar Muhammad Zikrullah membaca dua kalimah syahadat yang begitu lantang.

“Ini baru pertama kali saya menuntun orang, dan saya menangis setelah mendengar bacaan dia (muallaf) begitu fasih. Kemudian masyarakat Bungtiang juga banyak yang menangis terharu dan bahagia,” singkatnya. (*)

Komentar Anda
1
2
3