
SELONG – Sejumlah Badan Usaha Daerah (BUMD) Lombok Timur diketahui dalam kondisi tidak sehat. Salah satunya adalah PT. Energi Selaparang. Perusahaan daerah yang mengelola usaha air minum dalam kemasan dan bahan bakar minyak (BBM) ini sejauh ini belum memberikan kontribusi PAD yang berarti bagi daerah. Kondisi keuangan PT. Energi Selaparang yang tidak sehat bahkan terbilang merugi ini menjadi sorotan.
Sorotan datang dari DPRD Lotim. Ketua DPRD Lotim, Murnan, mengatakan jika BUMD tersebut tidak bisa memberikan kontribusi bagi daerah maka tidak ada alasan untuk mempertahankannya. Artinya, BUMD tersebut sebaiknya dibubarkan saja. “Apabila bisnis mengalami kerugian secara terus-menerus dan tidak memberikan aktivitas kepuasan atas kinerjanya, akan dievaluasi kembali. Bahkan, bila perlu BUMD tersebut dibubarkan,” terang Murnan.
BUMD ini harus dievaluasi dulu. Siapapun yang bisa memimpin perusahaan daerah itu sepanjang mampu memberikan kontribusi besar bagi daerah, maka tidak ada alasan untuk tidak dipertahankan.” Menjalankan bisnis dengan baik dan profesional dengan rencana bisnis yang terukur, tentunya daerah dapat menganggarkan melalui penyertaan modal,” ungkapnya.
Namun, penyertaan modal itu bukan berarti digunakan untuk pembiayaan operasional BUMD tersebut. Selama ini kata Murnan, praktek yang terjadi penyertaan modal yang diberikan adalah termasuk untuk biaya operasional perusahaan. Jika kinerja bagus, kurva bisnis mengalami peningkatan tentunya layak untuk dipertahankan. “ Di sinilah tantangan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan, sehingga bisnis yang selama ini berjalan dapat memberikan kontribusi. Baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi daerah,” tandas Murnan.
Sebelumnya Plt Dirut PT Energi Selaparang, Hasfiandi, mengatakan, setelah kurang lebih dua bulan dipercaya menjadi Plt Dirut, ada beberapa strategi yang dibuat untuk memulihkan kembali perusahaan. Salah satunya dengan tidak lagi mendatangkan bahan baku dari luar untuk produksi air minum dalam kemasan (AMDK).”Hanya beberapa bahan baku yang kami order karena memang tidak ada di sini. Kalau untuk gelas, botol dan lainnya kita usahakan dari sini,” jelasnya.
Langkah itu diambil untuk menghemat biaya. Kalau bahan baku didatangkan dari luar maka harus menggunakan jasa suplier. Apalagi untuk sekali produk AMDK biaya yang dihabiskan bisa mencapai Rp 400 juta.” Belum habis di pertengahan produksi kita order lagi. Biaya yang dibutuhkan juga sama. Dan itu membutuhkan uang besar karena harus dibayar langsung. Tapi kalau kita datangkan dari sini selain biaya berkurang, uangnya juga bisa kita putar dulu untuk usaha lain,” imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikan, produksi AMDK diakui sudah semakin meluas. Jumlah yang diproduksi juga meningkat bahkan perusahaan diklaim kewalahan menerima pesanan. Namun semua itu disesuaikan dengan kemampuan mesin. Karena dalam sehari mesin hanya mampu memproduksi 1.200 baik itu air kemasan gelas maupun botol.”Saya lihat selama dua bulan tingkat produksi dan penjualannya meningkat. Ketika pesanan meningkat maka kita harus ubah strategi supaya tidak kewalahan,” imbuh Hasfiandi.
Selain AMDK lanjutnya, usaha SPBN atau BBM masih tetap berjalan seperti biasa dan usaha tersebut sejauh ini belum ditemukan masalah. Meski kondisi perusahaan masih tertatih, tapi dia tetap mempertahankan agar karyawan jangan sampai di-PHK. Karyawan merupakan salah satu bagian penting untuk kemajuan perusahaan. Ia pun memberikan kepercayaan yang tinggi kepada para karyawan.” Termasuk juga menuntun mereka untuk berinovasi. Inovasi tidak hanya dari pimpinan tapi juga karyawan. Inovasi ini kita gabung menjadi inovasi yang terbaik. Yang paling penting kepercayaan yang kami berikan harus bisa dijaga,” terangnya.(lie)