MATARAM—Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, akhirnya angkat bicara terkait keputusan PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) yang tidak menyertakan perwakilan putra daerah NTB dalam jajaran direksi dan komisaris terbarunya.
Pernyataan Gubernur ini muncul setelah ITDC, pada Kamis lalu, resmi mengumumkan lima nama baru sebagai anggota komisaris dan direksi. Kelima nama tersebut, adalah Irna Narulita sebagai Komisaris Utama, serta Asnaedi, Ari Sihasale, Faldo Maldini, dan Ekos Albar sebagai anggota direksi. Tak satu pun dari mereka merupakan putra NTB.
Padahal, menurut catatan sejarah ITDC, perwakilan NTB sebelumnya selalu hadir dan berperan penting dalam tubuh manajemen perusahaan, seperti H. Lalu Gita Ariadi dan tokoh NWDI, H. Irzani, yang masing-masing pernah menduduki posisi strategis sebagai komisaris di masa pemerintahan TGB–Amin dan Zul–Rohmi.
Menanggapi hal ini, Gubernur Iqbal menjelaskan bahwa saat ini PT ITDC sedang dalam proses restrukturisasi, menyusul perpindahan pengawasan dari Kementerian BUMN ke holding pariwisata Danantara.
“Saat ini ribuan BUMN beserta anak perusahaannya sedang dalam masa transisi. Jadi mari kita lihat ini sebagai fase pembenahan,” ungkap Gubernur.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Ketua Danantara, dan beberapa tokoh penting di tingkat pusat, termasuk Rosan Roeslani, untuk menyampaikan harapan masyarakat NTB.
“Saya sudah berbicara dengan Ketua Danantara, dan Pak Rosan juga. Insya Allah, ke depan akan ada kebijakan baru yang lebih memperhatikan keterwakilan NTB,” ujar Gubernur Iqbal.
Keputusan ITDC tersebut, tak ayal mendapat respons keras dari sejumlah anggota DPRD Provinsi NTB. Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, menyayangkan absennya nama putra daerah dalam struktur manajemen ITDC. “Kami sangat menyayangkan tidak adanya figur NTB dalam jajaran direksi PT ITDC. Padahal ITDC beroperasi langsung di wilayah NTB,” tegas Sambirang.
Menurutnya, Gubernur NTB seharusnya lebih aktif melobi pemerintah pusat untuk memastikan keterwakilan lokal tetap terjaga. Ia menilai langkah diplomatik sangat penting demi menjembatani kepentingan masyarakat.
Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Akhdiansyah, juga turut mengkritisi keputusan tersebut. Ia mempertanyakan bagaimana dari lima juta penduduk NTB tidak ada satu pun yang dianggap layak menduduki kursi direksi.
“Ketiadaan perwakilan NTB dalam direksi ITDC seolah-olah menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak memiliki kapasitas, padahal kenyataannya kita memiliki banyak sumber daya manusia yang kompeten,” tuturnya.
Akhdiansyah menambahkan bahwa kehadiran tokoh lokal di jajaran manajemen ITDC sangat dibutuhkan agar persoalan-persoalan di kawasan Mandalika bisa lebih cepat direspons dan diselesaikan secara sosial serta budaya.
Kritik ini bukan semata-mata soal representasi, tetapi mencerminkan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pembangunan kawasan strategis nasional seperti Mandalika, yang berada di jantung NTB.
Keterwakilan lokal di dalam manajemen dipercaya dapat memperkuat koneksi sosial, mempercepat respons terhadap konflik agraria, serta meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap proyek nasional.
Dengan ketidakhadiran tokoh NTB, muncul kekhawatiran bahwa aspirasi masyarakat lokal bisa terpinggirkan dalam pengambilan keputusan strategis ITDC, terutama menyangkut pengembangan pariwisata berkelanjutan, pelibatan UMKM lokal, serta pelestarian budaya dan lingkungan.
Senada, pengamat politik Universitas 45 Mataram, Dr Alfin Sahrin menilai bahwa tidak adanya keterwakilan putra daerah dalam jajaran Direksi dan Komisaris PT ITDC, menunjukkan bahwa Gubernur Iqbal sudah kehilangan momentum di pemerintah pusat.
Buktinya, Gubernur Iqbal tidak mampu melobi dan meyakinkan Menteri BUMN, agar ada keterwakilan putra daerah dalam jajaran Direksi dan Komisaris PT ITDC. “Saya kira posisi tawar dan kemampuan lobi Gubernur lemah di pemerintah pusat,” kata Alfin.
Dikatakan, selama ini narasi yang selalu digembor-gemborkan bahwa Gubernur Iqbal sebagai orang dekat Presiden Prabowo Subianto. Namun faktanya, dalam sejumlah hal Gubernur relatif gagal memperjuangkan kepentingan daerah di pemerintah pusat.
Contohnya, tidak ada sama sekali keterwakilan daerah dalam jajaran Direksi dan Komisaris PT ITDC. Sementara PT ITDC adalah BUMN yang beroperasi dan mengelola di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah.
Padahal, dua era Gubernur sebelumnya, yakni Tuan Guru Bajang (TGB) M. Zainul Majdi, dan Zulkieflimansyah, selalu ada putra daerah yang masuk dalam jajaran Direksi dan Komisaris PT ITDC. “Ini bisa kita artikan Gubernur Iqbal sudah kehilangan momentum di pemerintah pusat,” tegas Alfin.
Disampaikan, semestinya dengan status Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal sebagai kader Partai Gerindra yang merupakan partai besutan Presiden Prabowo, bisa menjadi bargaining kuat untuk memperjuangkan kepentingan daerah, khususnya di Kementerian BUMN terkait pengisian Direksi dan Komisaris PT ITDC.
Namun kenyataannya, posisi sebagai kader partai Presiden, tidak mampu dimanfaatkan Gubernur untuk melobi dan meyakinkan Menteri BUMN. “Hal ini menunjukkan lemahnya konsolidasi dan komunikasi Gubernur NTB dengan pemerintah pusat, khususnya Menteri BUMN,” kritik Alfin. (ami/yan)