Kesepakatan NW-NWDI Dipersoalkan

PERTANYAKAN: SyamsuL Rijal dan M Ikhwan menggelar jumpa pers terkait tindak lanjut kesepakatan perdamaian NW dan NWDI, Jumat (9/4). (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Kesepakatan perdamaian dilakukan antara Ketua PBNW RTGB KH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani dengan Ketua PBNWDI TGB Dr HM Zainul Majdi, yang ditandatangani pada 23 Maret 2021 lalu, tampak belum selesai. Pasalnya, sejauh ini PB NW belum menerima nota asli kesepakatan perdamaian antara PBNW dan PBNWDI beberapa waktu lalu. “Persoalan ini belum selesai. Karena kita belum menerima nota asli dari kesepakatan perdamaian tersebut,” kata
ketua tim kerja penyelesaian sengketa PBNW, Syamsu Rijal dalam jumpa pers didampingi ketua Lembaga Bantuan Hukum NW, M Ihwan, Jumat (9/4).

Ditegaskan, pihak PBNW perlu mendapatkan salinan asli nota kesepakatan tersebut. Itu menyusul beredarnya naskah perjanjian kesepakatan bersama yang tidak sesuai kesepakatan sesungguhnya.

Pasalnya, naskah perjanjian yang beredar itu telah menimbulkan keresahan di kalangan NW karena ada klausul yang memuat poin yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat di Anjani pada 22 Maret lalu. Atau sehari sebelum dilalukan penandatanganan kesepakatan perdamaian di hadapan Dirjen AHU dari Menkumham, dan Kapolda NTB pada tanggal 23 Maret. “Ini kami persoalkan. Apakah naskah perjanjian beredar itu di-scan, dipalsukan atau edit. Kami belum bisa simpulkan. kami baru bisa menyimpulkan kalau naskah aslinya diberikan ke kami,” ungkap Ketua DPD Hanura NTB.

Dalam naskah kesepakatan bersama yang beredar itu, pada poin 7 menyebutkan: “Terhadap Sekolah, Madrasah, Lembaga Sosial, dan Lembaga Dakwah lainnya, seperti Panti Asuhan, Asuhan Keluarga, Majelis Taklim yang bernaung dalam yayasan pendidikan yang dibentuk oleh kader, santri, dan Jamaah Nahdlatul Wathan, diberikan hak sepenuhnya untuk bebas memilih/bergabung dengan kepengurusan organisasi yang dipimpin pihak pertama (RTGB, red) atau pihak kedua (TGB, red) tanpa adanya intimidasi atau paksaan.”

Baca Juga :  Rangkaian Hultah NWDI ke 83, Parade Marching Band Tampilkan Aksi Memukau

Padahal menurutnya, poin ini telah disepakati dihapus oleh masing-masing pihak saat pembahasan draf kesepakatan bersama di Anjani, 22 Maret lalu. “Kita sepakat poin ini dihapus,” ungkap mantan Anggota DPRD NTB tersebut.

Namun persoalannya, tiba-tiba beredar naskah salinan atau scan yang memperlihatkan poin itu muncul dan telah disepakati oleh masing-masing pihak. Sebab itu, pihaknya menyingkapi hal itu dengan hati-hati. Pihaknya tidak ingin ada pihak memanfaatkan hal itu untuk memperkeruh situasi. Sehingga pihak perlu meminta salinan nota kesepakatan bersama asli. “Karena itu kami ingin meminta salinan aslinya,” ucapnya.

Dia juga mengaku heran mengapa naskah asli itu tidak diberikan pada PBNW hingga saat ini. Pihaknya pun sudah meminta ke Kanwil Kemenkumham tapi tak kunjung diberikan hingga saat ini.

Dia menambahkan, klausul lainnya tidak sesuai kesepakatan di Anjani tanggal 22 Maret pada saat penyusunan draf kesepakatan tersebut yakni pada poin 4. Pada saat penyusunan draf kesepakatan itu disepakati bahwa NW dan NWDI akan membuat logo berbeda. Pihak NWDI akan membuat logo dengan warna dasar kuning, sedangkan NW tetap warna dasar putih. “Mereka (NWDI) tegaskan bentuk logo akan berbeda,” imbuhnya.

Tetapi pada praktiknya, warna logo ternyata mirip. Menurutnya yang berbeda hanya ada tulisan NWDI dan ada garis pinggir, ini juga pihak pertanyakan komitmen itu sesuai UU Ormas.

Dikatakan Rijal, dua poin yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan itu telah berakibat serius pada semangat perdamaian yang telah ditandatangani. “Itu membuat kami ingin sekali lagi meminta naskah asli, untuk kami bandingkan dengan ini,” ujarnya.

Baca Juga :  Kemiskinan di NTB Bertambah, Laju IPM Terendah

Dia pun berharap, Kapolda NTB  NTB Irjen Pol Muhammad Iqbal untuk tetap mengawal proses perdamaian ini. Pihaknya memberikan apresiasi sangat tinggi dilakukan Kapolda NTB dan para pihaknya lainya dalam menciptakan kesepakatan perdamaian tersebut. “Apresiasi kami setinggi-tingginya atas langkah perdamaian yang diinisiasi oleh Kapolda dan pihak lainnya,” imbuhnya.

Lantas bila memang ada perubahan poin, mengapa hal itu tidak disadari sebelum ditandatangani bersama pada 23 Maret? Ketua Badan Lembaga Bantuan Hukum NW, M Ihwan mengungkapkan, dalam momen penandatanganan dilakukan tanggal 23 Maret itu pihaknya tidak disiapkan waktu membaca ulang lagi nota perdamaian bersama. “Draf sudah disusun tanggal 22 Maret di Anjani,” imbuhnya.

Kemudian, pada pagi tanggal 23 Maret itu masing-masing pihak dipanggil menandatangani nota perdamaian di salah satu hotel di Kota Mataram. Begitu kedua belah pihak hadir sudah lengkap. Maka kedua belah pihak diarahkan untuk tanda tangan kesepakatan bersama.

Pihaknya pun dari PB NW menandatangani itu karena percaya tidak akan ada perubahan dalam poin kesepakatan tersebut. Baginya, momen tanda tangan itu hanya formalitas belaka. “Karena poin sesungguhnya telah selesai tuntas dibahas pada malam harinya di Anjani (sebelum tanda tangan),” jelasnya.

Baginya, ada dampak serius bila poin itu benar-benar ada dalam naskah perdamaian asli. Hak atas aset dan segala bentuk usaha NW yang didirikan pada tahun 1953 oleh Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid berpotensi tak utuh seperti yang diwariskannya. “Kita tidak inginkan ada keresahan di tingkat jamaah NW dengan hal tersebut,” pungkasnya. (yan)

Komentar Anda