Kesenian Belum Menghasilkan Ekonomi

FESTIVAL CILOKAK: Tampak salah satu peserta Grup Kesenian Cilokak sedang beraksi pada Festival Cilokak Museum Negeri NTB, Sabtu (29/10) (SIGIT SETYO/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Diakui atau tidak, kemajuan jaman secara perlahan telah menggerus keberadaan berbagai seni tradisional Lombok. Generasi muda perkotaan, bahkan hingga perdesaan, kini mulai gandrung dengan segala hal yang berbau kebarat-baratan, termasuk seni modern. Sehingga hal-hal yang berbau tradisi, dikatakan sudah kuno, dan tidak gaul.

“Pemikiran ini tentu tidak benar. Karena itu, mengapa Museum Negeri NTB selain menjadi penjaga utama peninggalan benda-benda bersejarah warisan nenek moyang di NTB, sehingga bisa dipelajari oleh generasi masa kini. Kami juga intens menggelar berbagai kegiatan seni budaya, khususnya seni tradisi, baik Lombok maupun Sumawa, untuk pelestarian,” kata Kepala Museum NTB, Ir Baiq Rahmayati, disela pelaksanaan Festival Cilokak yang digelar Museum NTB, Sabtu (29/10).

Kegiatan Festival Cilokak Museum Negeri NTB 2016 kali ini sambung Maya, sapaan akrabnya, diikuti 22 peserta Grup Cilokak dari 5 Kabupaten/Kota se Pulau Lombok. “Namun karena ada berbagai faktor, akhirnya hingga pelaksanaan berakhir hanya 13 Grup Cilokak saja yang tampil,” ujarnya.

Diakui Maya, para pelaku seni tradisi Cilokak ini di Lombok memang masih minim. Itu terjadi, tak terlepas dari berkesenian yang belum mendapatkan imbalan layak. Karena itu, pelaku seni Cilokak ini baru sebatas penyaluran hobi, dan belum menjadi profesi yang bisa menghasilkan secara materi (ekonomi) untuk menunjang hidup keluarga. “Kalau ini terus berlanjut, maka pelan namun pasti kesenian Cilokak bakal punah,” ujar Maya.

Baca Juga :  Kesenian Tradisional Siap Hibur Wisatawan

Karena itu harapnya, geliat sektor kepariwisataan NTB yang sekarang terus berkembang, maka seni budaya sebagai salah satu elemen penunjang pariwisata, termasuk seni tradisi Cilokak bisa diberdayakan. “Bukankah para wisatawan yang berkunjung ke Lombok ini selain hendak menikmati keindahan alam, mereka juga ingin melihat kekhasan seni budaya kita,” papar Maya.

Karena itu, agar seni budaya khas NTB, termasuk seni Cilokak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, maka keberadaannya tentu harus tetap dilestarikan. Melalui kegiatan-kegiatan seperti Festival Cilokak inilah, Museum Negeri NTB ingin terus melestarikan keberadaannya.

“Selain itu, regenerasi juga penting dilakukan. Sehingga para siswa dan mahasiswa yang merupakan pengunjung terbanyak Museum NTB saat ini, mereka bisa melihat secara langsung kesenian Cilokak, untuk kemudian tertarik dan menjadi pelaku dari seni itu sendiri,” harap Maya.

Sementara Lalu Sadarudin, salah satu dari tiga Juri (dua Juri lainnya H. Supardi dan Lalu Jumawan, red) pada Festival Cilokak Museum Negeri NTB menjelaskan sejarah singkat kesenian Cilokak, yang keberadaannya tak bisa dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan masyarakat Lombok.

“Cilokak merupakan salah satu seni budaya Sasak Lombok yang cukup tua, hasil kreatifitas orang tua jaman dahulu. Dimana melalui seni, terutama syair-syair lagu dalam Cilokak, mereka ingin sampaikan pesan-pesan moral kepada anak cucu agar selalu berbuat yang baik,” jelas Sadarudin.

Baca Juga :  Presiden Harapkan Kegiatan Seni Budaya Bangkit Karena Pandemi Melandai

Karena itu lanjutnya, mengapa seni tradisional ini dinamakan Cilokak, yang berasal dari kata Seloka, atau pesan. “Jadi, Cilokak, Seloka, Wekasan, Pitutur, Nasehat, dan Pinajaran, semua memiliki arti yang kurang lebih sama memberikan nasehat, menjadi inti dari syair-syair lagu dalam pagelaran seni tradisi Cilokak,” beber Sadarudin.

Even pertama Festival Cilokak di Museum NTB ini harapnya, bisa menjadi upaya bagi pelestarian kesenian lokal Lombok, agar tidak tergerus oleh perkembangan jaman. “Mudahan adanya kegiatan ini, Cilokak bisa lebih berkembang lagi. Alhamdulillah, kesenian tradisional kini juga telah masuk dalam kurikulum muatan lokal (Mulok) di sekolah-sekolah, termasuk aksara lokal Sasak juga telah dikenalkan,” urainya.

Memang sambungnya, tidak semua sekolah memiliki guru-guru kesenian yang menguasai berbagai kesenian lokal. “Tapi paling tidak, dengan telah masuknya kesenian lokal dalam Mulok sekolah, sudah menjadi sinyal yang cukup bagus. Harapan saya, pihak sekolah kembali menghidupkan sanggar-sanggar seni yang ada di sekolah, sebagai tempat pembelajaran para siswa untuk berkesenian,” pungkas Sadarudin. (gt)

Komentar Anda