Kerugian Rp 759 Juta, Kasus Transfusi Darah Naik Penyidikan

KONFRENSI PERS: Kejari Lombok Tengah bersama para kasi saat melakukan konfrensi pers, Jumat kemarin (19/11). (M HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

PRAYAKejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah akhirnya menemukan dugaan penyimpangan dan kerugian negara terhadap Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) di Unit Tranfusi Darah (UTD) Dinas Kesehatan (Dikes) Lombok Tengah oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya. Hal inilah yang membuat jaksa menaikan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

Kepala Kejari Lombok Tengah, Fadil Regan menegaskan bahwa, terkait dengan penyelidikan kasus UTD BPPD dan secara umum penyimpangan di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya, saat ini sudah naik tahap dari penyelidikan menjadi penyidikan.  Hal itu setelah pihak kejaksaan menemukan dugaan peristiwa pidana dan indikasi kerugian negara dalam kasus tersebut. “Karena kita sudah menemukan peristiwa pidana dari kasus UTD BPPD ini, maka mulai hari ini (kemarin, red) kasus tersebut kita naikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Kita juga sudah menemukan adanya indikasi berapa kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini,” ungkap Fadil Regan saat melakukan konfrensi pers, Jumat (19/11).

Pihaknya menegaskan bahwa kedepan kasus ini dikembangkan tidak hanya di pusaran UTD BPPD melainkan lebih melebar kepada BLUD di RSUD Praya. Mengingat UTD BPPD ini merupakan salah satu penerimaan dari BLUD. Dimana dalam sprint penyelidikan memang ditemukan juga ada penyimpangan secara lebih menggelobal di BLUD tersebut. “Karena UPT BPPD merupakan bagian dari penerimaan BLUD, maka kita fokus secara global ke BLUD. Namun di dalamnya adalah UPT BPPD itu sendiri,” terangnya.

Baca Juga :  Sehari, Dua Kabupaten Belajar Ke Loteng

Fadil menegaskan bahwa kasus ini dinaikan ke penyidikan setelah pihak jaksa melakukan ekpos atau gelar perkara bersama BPKP dan disepakati ada perbuatan melawan hukum yang membuat adanya kerugian keuangan negara di BLUD ini. “Dengan naiknya kasus ini ke penyidikan, maka akan kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut dan lebih konfherensip lagi,” terangnya.

Disampaikan bahwa BPPD ini hanya sebagian kecil dari penerimaan BLUD, sehingga memang harus dikembangkan secara lebih besar. Terlebih UTD BPPD ini dananya masuk ke rekening RSUD, maka secara otomatis pengelolaan dana tersebut oleh jaksa mendalami penggunaan dana tersebut oleh pihak rsud. “Dua alat bukti dalam kasus ini sudah kita punya, makanya penyidikan ini kita lakukan untuk mencari siapa calon tersangkanya dan kerugian sementara sekitar rp 759 juta,” terangnya.

Fadil menegaskan menegaskan dalam peroses penyelidikan pihak jaksa sudah melakukan pemeriksaan sekitar 30-an orang. Hanya saja memang kerugian Rp 759 ini akan berpeluang lebih besar. “Ada beberapa modus dilakukan dalam kasus ini, sehingga nanti dalam tahap penyidikan ini baru saya bisa sampaikan. Yang jelas kita mendalami tahun anggaran dari 2017-2020 di BLUD ini sesuai dengan surat perintah penyidikan, makanya peluang kerugian negara bisa saja bertambah,” terangnya.

Baca Juga :  Pembebasan Lahan Pasar Renteng Belum Klir

Pihaknya menegaskan bahwa dalam peroses penyidikan ini, pihak jaksa bisa melakukan upaya paksa jika nantinya ada saksi yang tidak mengindahkan panggilan. Bahkan tidak menutup kemungkinan oleh jaksa akan melakukan penggeledahan, terlebih pihak kejaksaan menargetkan kasus tersebut bisa diselesaikan secepatnya. Karena memang dalam peroses penyelidikan tidak jarang jaksa terkendala oleh tidak hadirnya saksi saat dilakukan pemeriksaan. “Kita targetkan kasus ini bisa secepatnya selesai dan memang selama ini yang menjadi kendala adalah pemanggilan saksi, karena sebelumnya memang beberapa kali kami panggil baru bisa hadir. Kami tekankan juga karena ini sudah peroses penyelidikan, maka untuk kerugian negara jika ada pengembalian maka akan kita sita dan tidak mengganggu eroses,” terangnya.

Dalam kasus ini jaksa akan menjerat calon tersangka dengan pasal dua dan pasal tiga undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang- undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang- undang RI Nomor 31 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. “Ancamannya 20 tahun penjara dan kasus ini akan terus kita kembangkan,” tegasnya. (met)

Komentar Anda