SELONG – Penyidikan kasus dugaan korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani cabai di Kecamatan Sembalun yang ditangai Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur masih terus berjalan. Besaran kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka Rp 1,7 miliar.
Diketahui, penyidik Kejari Lombok Timur telah menetapkan dua orang tersangka. Namun setelah dilakukan pengembangan, bertambah satu tersangka baru. Bersama dengan dua tersangka lainnya yang telah lebih dulu dijebloskan penjara, tersangka P langsung ditahan, Selasa (19/3). Yang bersangkutan akan menjalani masa tahanan selama 20 hari di Lapas Selong.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Lombok Timur, Ida Bagus Putu Swadharma, menjelaskan bahwa tersangka telah ditetapkan sejak 27 Februari 2025. Namun karena berbagai pertimbangan, termasuk kondisi kesehatan tersangka, penahanan baru bisa dilakukan pada 19 Maret 2025.” Kemarin, tanggal 19 Maret 2025, kami melakukan penahanan terhadap tersangka yang telah kami tetapkan sebelumnya. Penahanan ini dilakukan karena kondisi kesehatan tersangka memungkinkan untuk dilakukan penahanan,” ungkap Bagus.
Penahanan ini menambah jumlah tersangka dalam kasus KUR cabai Sembalun menjadi tiga orang. Dua tersangka sebelumnya telah lebih dulu dilimpahkan ke persidangan. “ Untuk kasus KUR cabai di Sembalun ini, sudah ada tiga tersangka. Dua tersangka sudah kami limpahkan ke persidangan, dan satu lagi, inisial P alias H. R, akan segera kami limpahkan berkasnya, mungkin bulan depan setelah hari raya,” tambahnya.
Bagus juga mengungkapkan bahwa kasus ini terbagi menjadi dua klaster. Klaster pertama melibatkan dua tersangka yang sudah dalam proses persidangan, sedangkan klaster kedua saat ini sedang dalam tahap penyelesaian penyidikan.” Ada dua klaster, klaster satu dua orang jadi tersangka dan saat ini dalam proses persidangan, sedangkan klaster kedua ini baru kami proses,” jelasnya.
Modus yang dilakukan tersangka adalah dengan mengumpulkan data nasabah untuk didaftarkan sebagai penerima KUR. Dalam prakteknya, data yang dikumpulkan digunakan untuk pencairan dana, namun realisasinya tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya.” Tugasnya mengumpulkan nasabah-nasabah untuk didaftarkan,” kata Ida Bagus.
Dari hasil penyelidikan, Kejari Lombok Timur mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat perbuatan tersangka P alias H. R mencapai Rp 1,7 miliar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan klaster pertama, karena jumlah nasabah yang terlibat lebih banyak.” Kerugian dari klaster P ini Rp1,7 miliar, karena jumlah nasabah yang terlibat lebih banyak,” kata Ida Bagus.
Adapun jumlah pinjaman yang diterima oleh masing-masing nasabah bervariasi, antara Rp 25 juta hingga Rp 50 juta. “Jumlah pinjaman bervariasi, rata-rata antara Rp 25 juta sampai Rp 50 juta,” jelasnya.
Saat ini, Kejari Lombok Timur masih fokus menyelesaikan penyidikan terhadap klaster kedua sebelum melimpahkannya ke persidangan.”Untuk sekarang, kami fokuskan pada klaster dua ini untuk segera dilimpahkan ke persidangan. Untuk yang lain, masih dalam proses,” tutup Bagus.(lie)