Keputusan Presiden Mengecewakan

Joko Widodo
Joko Widodo

MATARAM – Presiden RI, Joko Widodo telah memutuskan, bahwa gempa Lombok bukanlah bencana nasional. Keputusan tersebut dicemooh berbagai kalangan. Terutama para wakil rakyat yang melihat langsung derita korban gempa.

Ketua DPRD Provinsi NTB, Hj Baiq Isvie Ruvaeda kecewa dengan sikap Jokowi yang tidak mengakomodir aspirasi masyarakat NTB. “Kita sangat sesali tidak dijadikan bencana nasional. Ini kan sudah banyak yang meninggal,” ujar Isvie kepada Radar Lombok, Minggu (12/8).

BACA JUGA: Cerita Korban Selamat Tertimpa Runtuhan Masjid Jabbal Nur Lading-Lading

Isvie sendiri telah berkali-kali turun langsung melihat kondisi korban bencana gempa. Ratusan orang telah meninggal dunia. Puluhan ribu rumah hancur, ribuan orang terluka. Bahkan diduga puluhan orang masih tertimbun di bawah reruntuhan. Hal itulah yang seharusnya dijadikan pertimbangan utama. Apalagi gedung perkantoran juga banyak mengalami kerusakan.

“Kondisi saat ini sangat parah. Jangan malah pikirkan syarat formal bagaimana sebuah bencana bisa dijadikan bencana nasional,” sesal politisi Partai Golkar ini.

Bencana gempa telah melumpuhkan sektor pariwisata dan ekonomi NTB. Di sisi lain, pencarian orang begitu lamban. Terbukti, hingga saat ini masih saja dalam proses. Padahal, telah seminggu gempa 7,0 skala richter terjadi. Menurut Isvie, status bencana nasional sangat penting, bukan hanya pada persoalam bantuan logistik semata. Namun yang lebih utama, mempercepat pencarian korban. “Kita harus akui, kalau bicara rescue itu yang paling ahli adalah pihak asing. Ini yang penting,” katanya.

Oleh karena itu, mewakili seluruh masyarakat NTB, Isvie tetap mendesak agar Jokowi menetapkan gempa Lombok menjadi bencana nasional. “Pascatanggap darurat juga masih banyak yang harus dilakukan. Rumah di Loteng saja banyak yang rusak. Jadi kita minta gempa Lombok harus berstatus bencana nasional. Besok Presiden datang, desak lagi dia,” tandasnya.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah juga mendesak agar pemerintah pusat menetapkan status bencana tersebut dinaikkan menjadi bencana nasional. Presiden tidak boleh hanya berpedoman pada aturan semata. Mengingat kondisi di lapangan saat ini sangat darurat. Dalam aturan, bencana nasional bisa ditetapkan, apabila gubernur atau pemerintah daerah menyerah. “Aturannya memang dijadikan bencana nasional ketika daerah sudah lempar handuk. Ini kan sangat berat. Apalagi diharuskan pemerintahan lumpuh dulu,” ucapnya.

BACA JUGA: Kisah Korban Selamat Tertimpa Reruntuhan Gempa Bumi 7.0 Skala Richter

Untuk bisa menjadi bencana nasional, gubernur harus berkirim surat ke presiden. Setelah itu, Presiden akan menimbang dengan berbagai syarat-syarat yang ada.

“Tidak mungkin kepala daerah mengaku menyerah, atau tidak mampu menghadapi bencana di wilayahnya. Saya melihat aturan tak sanggup membaca realitas,” ujar Fahri.

Terkait dengan komitmen pemerintah pusat yang akan membantu secara totalitas meski tidak dijadikan bencana nasional. Fahri pesimis hal itu bisa terlaksana dengan baik. Untuk menyiasati itu, dia meminta Presiden membentuk Badan Rehabilitasi & Rekonstruksi (BRR), dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). “Perppu bisa dibuat malam ini atau besok pagi. Badan ini sebagai pengguna dana, sebagai kuasa pengguna anggaran sehingga tidak perlu terlalu berbelit-belit untuk mengurus pencairannya,” saran Fahri.

Untuk menangani gempa Lombok memerlukan birokrasi recovery. Bukan mengandalkan birokrasi biasa yang harus rapat dan rapat. Mengingat dampak gempa tidak bisa ditangani dengan cara biasa-biasa saja. Fahri juga menginginkan agar permintaan rumah sakit, seperti obat-obatan maupun penambahan alat-alat medis yang tengah menangani korban gempa bisa segera dipenuhi. “Saya mengimbau Presiden segera bentuk badan khusus, supaya penanganannya lebih cepat,” tegasnya.

Politikus PKS ini mengaku mendapat telepon dari Bupati Lombok Utara, H Najmul Ahyar. Bupati memohon-mohon agar secepatnya dilakukan pebentukan BRR. “Sekarang ini, pemerintah daerah yang tangani. Sementara, pejabat daerah juga menjadi korban gempa. Penanganan ini seharusnya dipimpin orang yang tidak terkena bencana,” tutupnya.

Informasi yang diserap Radar Lombok di lapangan, Gubernur NTB TGBKH M Zainul Majdi sendiri belum menyerah. TGB masih yakin mampu mengatasi daerahnya sendiri dengan bantuan pusat. Sehingga tidak perlu gempa Lombok dijadikan bencana nasional. Informasi tersebut sejalan dengan sikap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, H Mohammad Rum yang tidak mempersoalkan status bencana. “Mengapa harus mengejar status, kalau dengan status provinsi saja sudah dapat dukungan penuh dari pusat?” ujar Rum.

BACA JUGA: Gempa Terdahsyat Sepanjang Sejarah NTB

Dijelaskan, status bencana nasional ditetapkan, apabila pemprov telah mati suri dan tidak bisa berbuat apa-apa. “Jangankan provinsi, temanteman kabupaten juga masih eksis kok. Saya balik bertanya, apa yang ingin kita cari dengan peningkatan status,” ucapnya lagi.

Ditegaskan, sejauh ini pemerintah daerah masih mampu menangani bencana. Apalagi bantuan dari pusat juga terjamin. “Kalau dipercaya, insya Allah kami siap. Hargailah kami yang bekerja di lapangan walaupun belum maksimal. Kami juga korban gempa, setidaknya trauma bagi keluarga di rumah,” pinta Rum. (zwr)