Kenaikan UMP 2023 Harus Sesuai Kebutuhan Buruh

PEKERJA : Sejumlah pekerja di salah satu perusahaan di Mall saat melayani konsumen. (RATNA / RADAR LOMBOK)

MATARAM– Pembahasan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2023 berlangsung alot. Kementerian Ketenagakerjaan saat ini sedang menghitung besaran UMP 2023 dan kenaikan tersebut akan diumumkan pada akhir November 2022 nanti.

Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram Dr Firmasnyah menilai tuntutan buruh soal kenaikan upah merupakan hal wajar. Hal itu merupakan konsekuensi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi beberapa waktu lalu, sehingga berimbas pula pada naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok.

“Jadi memang sudah diprediksi dari awal bahwa permintaan buruh untuk kenaikan UMP, tentu imbas dari kenaikan harga BBM. Cuma besarnya 13 persen ini memang belum pasti,” kata Firmasnyah kepada Radar Lombok, kemarin.

Dikatakan Firmasnyah, idealnya kenaikan upah harus menyesuaiakn dengan kebutuhan minimal dari para buruh atau pekerja. Di sisi lain kenaikan upah jangan sampai juga membebani perusahaan, karena dikhawatirkan saat perusahaan terbebani malah berdampak buruk terhadap kondisi buruh. Cuma persoalan kenaikan upah sebesar 13 persen perlu diperhitungkan. Artinya kenaikan upah itu jangan sampai juga membebani perusahaan.

Baca Juga :  Dominasi Tambang, Nilai Ekspor NTB April Anjlok

Kalau pun nanti kenaikan upah sebesar 13 persen ini direalisasikan, maka dibutuhkan upaya untuk mengantisipasi terjadinya inflasi. Karena untuk memenuhi tuntutan buruh sebesar 13 persen, biasanya perusahaan akan membatasi produksi atau bahkan menaikan harga barang. Kenaikan inilah sebagai pemicu terjadinya inflasi.

Oleh karena itu lanjut Firmasnyah, penting agar Pemerintah, pengusaha dan buruh duduk bersama untuk menentukan berapa kisaran kenaikan upah yang pas dan ideal sesuai dengan kenaikan harga BBM dan juga kebutuhan para buruh. Buntut permitaan kenaikan upah dari buruh, perusahaan mau tidak mau juga akan mencari cara untuk menyeimbangkan hasil pendapatan atau pemsukan agar bisa memenuhi tuntutan buruh dan terjadi cosh push inflation adalah besarnya biaya produksi dari perusahaan disamping dari kenaikan bahan baku, bahan bakar juga karena kenaikan upah.

Terhadap pekerja di perusahaan yang kemungkinan sangat terdampak atas kenaikan BBM, menurut Firmansyah hampir semua tenaga kerja merasakan langsung bahwa semua kebutuhan pokok sudah banyak yang naik. Bahkan tidak sedikit dari para tenaga kerja yang mulai membatasi pembelanjaannya. Apalagi buruh yang bekerja di sektor –sektor tertentu yang memang tidak ada pemasukan lain kecuali tempat dia bekerja.

Baca Juga :  HET Migor Dicabut, Stok Melimpah, Harga Mahal, Warga Kaget

“Itu yang paling berdampak, yang harusnya dibenjakan untuk kebutuhan pokok dan lainnya malah pendapatannya terkuras habis sehingga logika yang paling masuk akal mau tidak mau mereka akan meminta kenaikan upah,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan pihaknya akan mengadakan rapat bersama dewan pengupah dalam waktu dekat. Saat ini masih menunggu publikasi BPS terkait data pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lainnya, sebagai salah satu instrument penting dalam menghitung besaran UMP maupun UMK.

“Biasanya data itu pertumbuhan ekonomi, inflasi di publish di awal-awal bulan November. Setelah itu baru kami rapat dewan pengupahan,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda