MATARAM–Jadi wadah bagi instansi pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam melakukan pengawasan keberadaan dan kegiatan orang asing, Tim Pengawasan Orang Asing atau yang kerap kali dikenal dengan istilah TimPORA, dalam pengawasannya masih menemui beberapa kendala.
Hal ini dikemukakan oleh narasumber Diskusi Strategi Kebijakan Melalui Diskusi Hasil Analisis Strategi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan tema Analisis Implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tim Pengawasan Orang Asing yang digelar pada Rabu (18/09) secara hybrid.
Jauhari Muslim selaku Kepala Bidang Ketahanan, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama dan Organisasi Kemasyarakatan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi NTB mengungkapkan belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) Tim Pengawasan Orang Asing yang mengatur terkait pelaksanaan operasi gabungan (opgab) TimPORA adalah salah satu kendalanya. Perlunya disusun SOP ini, menurut Jauhari, agar pelaksanaan opgab dapat terlaksana sesuai dengan kewenangan dari masing-masing instansi.
“Kami menemukan belum adanya SOP Tim Pengawasan Orang Asing yang mengatur terkait pelaksanaan opgab. Nantinya harus ada SOP dari Kemenkumham dimana SOP ini dirumuskan dan setelahnya bisa disosialisasikan kemudian menjadi pedoman hukum yang bisa diterapkan secara ketat dalam melakukan pengawasan, ” jelas Jauhari.
Jauhari menyebutkan harus ada SOP ini untuk melindungi masyarakat dan kedaulatan negara untuk mencegah pelanggaran keamanan dan ketertiban.
“Orang Asing, meskipun dia membawa manfaat, harus juga diawasi. Apalagi yang nantinya berpotensi merugikan,” tambahnya.
Sejalan dengan Jauhari, Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kanwil Kemenkumham NTB, Ngurah Mas Wijaya, dalam diskusi ini menjelaskan belum adanya SOP tim pengawasan ini menjadi salah satu masalah sebab belum adanya prosedur pemeriksaan oleh instansi anggota TimPORA bagi orang asing yang melanggar.
“Di pasal 18 Ayat (4) Permenkumham Nomor 50 tahun 2016, TimPORA menyerahkan orang asing yang melanggar ketentuan kepada instansi yang berwenang saja. Belum ada mekanisme atau prosedur pemeriksaan oleh masing-masing instansi yang berwenang,” sebutnya.
Wakil Direktur Intelijen dan Keamanan Polda NTB, M. Yunus Junaidi, mengatakan pengawasan orang asing ini juga termasuk dalam penegakan hukum apabila sudah mengganggu keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitar.
“Kami turut berkoordinasi sebagai anggota TimPORA. Tetapi perlu diketahui kewenangan kepolisian terhadap WNA hanya pada wilayah penegakan hukum, yang artinya jika ada orang asing yang melakukan pelanggaran atau berbuat kejahatan, bisa langsung ditangani Kepolisian untuk diproses secara hukum,” jelas Yunus.
Ia juga menjelaskan setelah terbitnya Undang Undang No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, kewenangan Kepolisian dalam kontrol Orang Asing sebatas pengawasan saja. Adapun kepolisian dapat menerbitkan Surat Tanda Melapor (STM) dan Surat Keterangan Jalan (SKJ) bagi orang asing.
Kakanwil Kemenkumham NTB, Parlindungan, menambahkan bahwa dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hasil analisis kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia, maka perlu dilakukan diskusi dan diseminasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders) agar hasil analisis kebijakan yang telah dilaksanakan dapat dimanfaatkan sebagai bahan/data dukung dalam perumusan kebijakan maupun penyusunan rancangan perundang-undangan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. (Humas)