
MATARAM – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTB, I Gusti Putu Milawati, bersama Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Farida, serta Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Puri Adriatik Chasanova, dan jajaran mengikuti rapat koordinasi (rakor) virtual tentang optimalisasi layanan pendaftaran fidusia, Selasa (6/5).
Rakor ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Hantor Situmorang, didampingi Direktur Perdata, Henry Sulaiman, beserta jajaran.
Dalam sambutannya, Hantor menyampaikan bahwa salah satu kebijakan pemerintah saat ini adalah pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme pemberian kredit kepada pelaku usaha dengan jaminan fidusia, yang masih menjadi pilihan utama di Indonesia.
“Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Layanan ini telah disediakan secara daring oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sejak tahun 2013,” jelas Hantor.
Ia menekankan bahwa peran notaris dalam pendaftaran jaminan fidusia sangat strategis. Notaris tidak hanya membuat akta, tetapi juga menjadi penghubung utama antara masyarakat atau pelaku usaha dengan sistem hukum negara, serta menyampaikan informasi mengenai kebijakan pemerintah dan ketentuan hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, Hantor menjelaskan bahwa pendaftaran jaminan fidusia harus dilakukan dalam Sistem Administrasi Jaminan Fidusia melalui AHU Online. Meski pendaftaran dapat dilakukan oleh pihak lain, notaris tetap berkewajiban menginformasikan kepada kreditur bahwa jaminan fidusia baru sah secara hukum setelah didaftarkan kepada Menteri.
Ia juga menyoroti adanya temuan di beberapa wilayah, termasuk di Kanwil Kementerian Hukum Jawa Barat, terkait selisih signifikan antara jumlah akta fidusia yang dibuat oleh notaris dan jumlah yang terdaftar dalam sistem. Hal ini dapat merugikan kreditur dan berpotensi menyebabkan kerugian negara akibat tidak terpenuhinya pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris juga diatur bahwa notaris wajib melaporkan akta yang dibuatnya. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini bisa menimbulkan kerugian hukum maupun finansial,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Perdata Direktorat Jenderal AHU, Henry Sulaiman, menyampaikan bahwa tujuan utama rakor ini adalah mendorong peran aktif kantor wilayah dan Majelis Pengawas Notaris dalam pelaporan akta jaminan fidusia.
“Kantor wilayah diharapkan melakukan koordinasi dan pertukaran data dengan OJK terkait akta fidusia yang dibuat oleh notaris dan pendaftaran jaminan fidusia oleh lembaga pembiayaan,” tegas Henry. (M. Ilyas)