Kemenag Investigasi Dugaan Kekerasan Seksual Anak di Ponpes

M. Ali Fikri (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Daftar kasus dugaan kekerasan seksual santriwati di lingkungan pondok pesantren (Ponpes) di NTB, terus bermunculan. Belum selesai kasus dugaan kekerasan seksual di sebuah Ponpes di Sikur dan Kotaraja, Lombok Timur. Mencuat lagi informasi 29 santriwati di sebuah Ponpes di Labangka, Sumbawa, menjadi korban dugaan kekerasan seksual. Berikutnya juga santriwati di sebuah Ponpes di Gunungsari, Lombok Barat.

Menanggapi itu, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi NTB, M. Ali Fikri, semua Ponpes di NTB yang diduga menjadi lokasi kejadian kasus kekerasan seksual terhadap santriwatinya, kini sedang diinvestigasi. Termasuk kasus di Ponpes Labangka Sumbawa.

“Proses penanganannya sama seperti (kasus) di Lombok Timur. Tidak saja melihat lembaga, tetapi pendampingannya juga terhadap korban,” kata Ali, kemarin.

Namun untuk kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa santriwati Ponpes di Labangka, Sumbawa. Pihaknya belum bisa membenarkan kalau kasus itu termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Pasalnya, dari informasi yang diterima Kanwil Kemenag NTB, kronologi awal korban hanya dipegang kakinya ketika dia merasa sakit.

Baca Juga :  Bantuan Alsintan Lotim Digunakan untuk Kampanye

“Dia diperiksa karena sakit. Begitu ditekan kakinya, dikira ngapa-ngapain. Padahal situasinya orang banyak, bukan berdua di kamar,” jelas Ali.

Namun kemudian berita tentang kekerasan seksual mencuat di permukaan. Padahal, persoalan ini lanjut Ali, hanya semacam doktrin yang dikeluarkan Ustazah yang bersangkutan. Dimana jika ada laki-laki selain mahram, dan memegang kaki perempuan yang bukan mahramnya, maka termasuk pelecehan seksual.

Untuk itu, pihaknya sangat menyayangkan terhadap mencuatnya kasus dugaan pelecehan di Sumbawa, maupun di Gunung Sari, Lombok Barat. Karena menurut Ali, kasus tersebut masih praduga. Sehingga sulit untuk membenarkan bahwa kasus itu dikategorikan sebagai kekerasan seksual pada anak. “Masih praduga. Jadi kita sayangkan itu di Labangka,” ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Dra Nunung Triningsih, menyampaikan pihaknya kini sedang melakukan proses pendampingan psikologis. Demikian pendampingan juga dilakukan pihak NGO, LBAHP, hingga Pemerintah Kabupaten/Kota, serta dari Kepolisian.

“Kami sudah mendampingi. Untuk kasus yang di Sumbawa, kini sedang proses BAP di Polisi. Jadi kami di provinsi, masih menunggu, namun tetap berkoordinasi dari jauh,” jelas Nunung.

Baca Juga :  Mantan Kepala Puskesmas Babakan dan Bendahara Dituntut 6 Tahun

Disampaikan Nunung, penanganan kasus kekerasan seksual pada anak ditangani secara bertahap. Tapi untuk infomasi mengenai berapa jumlah santriwati yang menjadi korban, pihaknya belum bisa memberikan informasi detail. Sebab, masih dalam proses pemeriksaan. “Kalau laporan sementara masih ada tiga (korban, red) yang ada di Lombok Timur saja. Sementara di Sumbawa masih BAP, jadi belum bisa kita pastikan berapa (jumlah korban, red),” terangnya.

Demikian untuk kasus yang menimpa salah satu Ponpes di Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, masih dalam proses pemeriksaan bersama Pamkab setempat.

Adapun langkah ke depannya, untuk mengantisipasi kasus serupa tidak terjadi lagi. Maka pihaknya akan rutin melakukan sosialisasi dengan melibatkan masyarakat. Terlebih sudah ada kader, KPAD, PATDM, DRPPA dan bantuan PKK dari desa. Sehingga semua elemen bergerak bersama untuk mensosialisasikan terkait pencegahan kekerasan seksual dan KDRT pada perempuan. “Tetap kita libatkan semua unsur. Kita juga sudah koordinasi dengan Kemenag NTB, untuk membentuk Satgas TPKS, yang kini sedang proses,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda