MATARAM – Kepala Badan Pemberdayaan perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi NTB, Eva Nurcahaya Ningsih mengungkapan, pada semester pertama tahun 2016 ini telah ditemukan 538 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah NTB.
Disampaikan, angka kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di NTB tahun 2015 sebanyak 1279 kasus. Untuk tahun 2016 sampai bulan Juni mencapai 538 Kasus. “Ini cukup tinggi, kekerasan terhadap perempuan dan anak memang darurat nasional,” katanya saat memberikan sambutan dalam pembukaan pelatihan e-Kekerasan tingkat Provinsi di Hoterl Grand legi, Rabu kemarin (2/11).
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, memang sudah menjadi isu darurat nasional. Oleh karena itu, penanganan permasalahan tersebut harus ditangani secara serius oleh lintas sektoral baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. “Angka kekeresan terhadap perempauan dan anak ibarat fenomena gunung es, sehingga pemanfaatan teknologi informasi untuk mempermudah pelaporan sangatlah dibutuhkan,” katanya.
Menurut Eva, berbagai upaya yang diikhtiarkan guna perlindungan terhadap perempuan dan anak menjadi tanggung jawab semua pihak. Pencegahan harus dilakukan secara berkesinambungan dan penuh tanggung jawab. “Ini penting untuk kita sadari, peran masyarakat jangan sampai terabaikan,” ujarnya.
Dijelaskan, bagi prempuan dan anak korban tindak kekerasan sudah memiliki SOP sesuai Peraturan Mentri PP dan PA No. 01 tahun 2010 yang melibatkan SKPD sesuai dengan jenis pelayanan diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Nakertrans, Kanwil Agama, Kepolisian , kejaksaan dan pengadilan.
Dalam pedomannya, B3AKB sebagai menjadi koordinator dan pemerintah NTB sendiri juga telah mengeluarkan Perda nomor 8 tahun 2015 tentang penyelenggaraan dan perlindungan anak. Hal ini sebagai bentuk upaya konkrit pemerintah daerah. “Perda untuk memberikan pemenuhan hak-hak konstitusional prempuan dan anak serta meningkatkan kualitas hidup,” ujarnya. (zwr)