Kejati Telisik Dugaan Korupsi Bantuan Rp 44 Miliar Disnakkeswan NTB

AYAM PETELUR: Diduga ada penyelewengan, Kejati NTB telisik program penyaluran bantuan ayam petelur, pakan, kandang untuk kelompok tani tahun 2021 dari Disnakkeswan NTB, senilai Rp 44 milliar. Tampak aktifitas di kandang ayam petelur. (foto/dok)

MATARAM—Kejati NTB telisik dugaan korupsi program penyaluran bantuan ayam petelur, pakan, kandang untuk kelompok tani tahun 2021 dari Disnakkeswan NTB, senilai Rp 44 milliar, yang bersumber dari APBD.

“Sampai sekarang ini belum ada temuan (dugaan korupsi, red),” kata Kepala Disnakkeswan NTB, Muhammad Riadi, saat dikonfirmasi Radar Lombok, Kamis (24/7).

Diakui Riadi, sebelum pelaksanaan ibadah haji atau sekitar bulan April 2024 lalu, Kejati sudah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak untuk diklarifikasi soal program penyaluran bantuan dari Disnakkeswan NTB itu.

Mereka yang dipanggil diantaranya eks Kepala Disnakkeswan NTB tahun 2021, Budi Septiani yang diminta keterangan soal proses perencanaan program bantuan tersebut. Selanjutnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan ayam petelur dan kandang yang juga merupakan mantan Sekdis Disnakkeswan NTB, Rahmadin.

Termasuk juga beberapa anggota kelompok ternak penerima program bantuan yang ada di Lombok Barat, Kota Mataram dan Lombok Tengah, serta Lombok Timur dan Pulau Sumbawa. “Semua dipanggil, kelompok ternaknya dipanggil sama Kejaksaan. Disana mereka mungkin dimintai keterangan oleh Kejaksaan,” bebernya.

Sedangkan Muhammad Riadi, diakui sejauh ini belum dipanggil Kejati, karena memang program bantuan Disnakkeswan itu direalisasikan tahun 2021, yaitu saat Khaerul Akbar menjabat sebagai Kepala Disnakkeswan NTB. “Sudah dipanggi semua, gak ada (Riadi dipanggil Kejati, red), Karena kan saya baru masuk di peternakan. Pengumpulan keterangan mungkin dulu oleh pihak Kejati,” ujarnya.

Riadi tidak bisa berkomentar lebih jauh ketika disinggung soal bantuan yang diterima kelompok tani yang diklaim tidak sesuai spesifikasi alias tidak berkualitas. Alasannya, karena bantuan itu tidak pernah diperiksa saat ia sudah menjabat sebagai Kepala Disnakkeswan. “Yang bisa mengatakan itu kan yang berwenang. Kalau saya tidak berwenang. Masalah penilaian itu saya tidak bisa komen,” tegasnya.

Namun Riadi juga tidak sependapat jika bantuan yang diberikan oleh pemerintah ini dituding untuk perseorangan, bukan kelompok ternak. Karena dalam penyaluran program bantuan Disnakkeswan itu ada mekanisme yang mengatur.

Sesuai petunjuk teknis, Riadi menyebut di sektor peternakan syarat penerima bantuan program itu hanya bisa diterima oleh kelompok ternak. Ada struktur kelompok, dengan memiliki anggota minimal 10 orang, kemudian disahkan oleh kepala desa setempat. Bahkan kepala desa dan dinas peternakan setempat juga menyetujui di lembar pengesahan proposal pembentukan kelompok ternak tersebut.

“Kan di proposalnya ada mengetahui kepala desa, penyuluh, kepala dinas kabupaten. Itu kan komplit di proposal. Kalau belakangan ada kepala desanya bilang tidak tahu, bagaimana dia bisa dia tandatangan di proposal. Kan aneh kalau dia bilang tidak tahu,” tandasnya.

Diakui pihaknya beberapa kali melakukan Monev ke sejumlah peternak di NTB yang menerima program bantuan penyaluran ternak ayam peterlur, pakan dan juga kandang tahun 2021. Hasil Monev itu, ditemukan bahwa bantuan kandang, ternak dan pakan yang sebelumnya diberikan pemerintah tidak pernah diisi kembali dengan ternak ayam oleh peternak yang bersangkutan. Alasannya peternak menjual semua ayam yang sudah afkir, kemudian berharap bantuan lagi dari pemerintah.

Ditambah klaim peternak yang menyebut hasil ternaknya tidak sesuai dengan biaya pakan, sehingga usaha peternakannya tidak jalan. “Kalau begini kan repot, masak semua mau ditanggung sama pemerintah. Mestinya begitu panen, bapak (peternak, red) simpan uangnya, dan pada saat afkir ayamnya, beli ayam baru. Tapi habis untuk makan ini pak hasil panen telu. Jadi itu yang saya temui dan wawancara seperti itu,” ungkap Riadi, menirukan perkataan peternak.

Tapi tidak semua kelompok tani yang menerima program bantuan dari pemerintah melakukan hal yang serupa. Riadi menyebut ada juga peternak yang sudah mandiri dan eksis sampai saat ini, berkat penyaluran bantuan dari pemerintah.

“Ada juga yang berproduksi sampai sekarang. Artinya variatif kasusnya, tidak semua gagal. Sebenarnya ayamnya sudah bertelur, sudah berproduksi, tapi pada saat afkir ayamnya dijual dan tidak mau ngisi lagi,” tandasnya. (rat)