MATARAM — Pemeriksaan kasus dugaan korupsi pembelian pengadaan lahan Sirkuit MXGP Samota, Kabupaten Sumbawa, seluas 70 hektare, masih berlanjut di tahap penyelidikan. Terbaru, penyidik pidana khusus Kejati NTB memeriksa Ahmad Zulfikar dan Asrul Sani, dua putra Ali Bin Dachlan (BD), selaku pemilik lahan yang dibeli Pemkab Sumbawa senilai Rp 53 miliar.
Kejati NTB tidak hanya memeriksa kedua anak Ali BD saja, namun Rabu kemarin (4/9), penyidik juga memeriksa mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumbawa, Hasan Basri, dan juga Abdul Aziz, selaku pemilik lahan pertama.
Pemeriksaan terhadap kedua anak mantan Bupati Lotim (Ali BD) itu dibenarkan Basri Mulyani, kuasa hukumnya. Dimana pemeriksaan Ahmad Zulfikar dan Asrul Sani berkaitan dengan pembebasan lahan yang dijadikan untuk Sirkuit MXGP oleh Pemkab Sumbawa. “(Pembayaran) sudah lunas, sekitar Rp 52 miliar,” ungkap Basri, melalui saluran telepon, Rabu (4/9).
Pembayaran dilakukan Pemkab Sumbawa secara bertahap, sebanyak 3 kali. Tahapan pembayaran pertama terhadap lahan yang clear and clean atau lahan yang tidak ada permasalahan senilai sekitar Rp 9 miliar. “Pembayaran clear and clean itu yang tidak ada sengketa. Itu ada sama bangunan, pohon dan tanaman.
Pembayarannya sekitar Rp 9 miliar. Kemudian ada yang konsinyasi di pengadilan, dua kali,” jelas Basri.
Dikatakan, Ali BD membeli tanah itu sekitar 60 hektare lebih, bukan 70 hektare. Dimana Ali BD membeli tanah itu dari seseorang yang bernama Abdul Aziz. Namun belakangan, ada sengketa terhadap tanah itu seluas 40 hektare.
Abdul Aziz selaku pemilik pertama, mengklaim tidak pernah menerima uang pembayaran tanah. Sehingga ada proses hukum perdata di pengadilan antara kedua anak Ali BD yang tercantum namanya di sertifikat tanah seluas 40 hektare itu dengan Abdul Aziz.
“Abdul Aziz ini tempat bapak (Ali BD) beli. Cuma bayarnya tidak ke Abdul Aziz saja, ada yang ke anaknya Abdul Aziz, sama menantunya Abdul Aziz. Pembayarannya di notaris. Semuanya di notaris. Nah waktu itu (pembelian tanah) belum ada sertifikat, terus disertifikatkan lah lahan itu (setelah pembelian),” ujarnya.
Dia mengatakan, pemeriksaan kedua anak Ali BD itu hanya diperiksa terkait persoalan proses pembelian lahan yang dilakukan Pemkab Sumbawa saja, dan itu dijawab sudah dibayar. “Itu kan ada tim penafsir, appraisal. Sudah di appraisal. Jadi saat proses itu (appraisal) dihadirkan para pihak yang berkaitan. Pembayarannya sudah selesai, setelah adanya putusan pengadilan baru dibayar,” ucap Basri.
Pembayaran yang diterima dari Pemkab Sumbawa, Ali BD menerima sebesar Rp 32 miliar, berdasarkan hasil appraisal, dan pembayaran itu diterima setelah adanya putusan dari pengadilan. “Kalau ke Zulfikar dan Asrul Sani, sekitar Rp 20-an miliar. Bukan seluruhnya (Rp 52 miliar) ke Pak Ali, bukan,” urai Basri.
Diakui Basri, dalam kasus yang masih berjalan pada tahap penyelidikan ini, Ali BD juga dipanggil Kejati NTB. Surat pemanggilan pun telah diterima, namun dia enggan menyebutkan kapan pemanggilan tersebut.
Pihaknya juga tidak mengetahui pasti apakah Ali BD akan menghadiri pemanggilan Kejati NTB sesuai dengan jadwal pemanggilan, mengingat kondisi kesehatan Ali BD.
“Pak Ali kurang sehat, karena baru pulang dari IKN (Ibu Kota Nusantar). Ada surat pemanggilannya dari Kejati NTB. Saya juga belum ketemu, karena baru pulang dari IKN. Sudah seminggu di sana,” tutur Basri.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera mengaku tidak mengetahui pasti terkait pemeriksaan empat orang tersebut, karena pihaknya belum mendapatkan informasi dari pidana khusus. “Saya lagi Rakernis. Saya tanyakan dulu ke Pidsus ya,” singkatnya. (sid)