Kejati NTB Dalami Keterlibatan Bank Sinarmas di Kasus LCC

Enen Saribanon

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tengah mendalami keterlibatan Bank Sinarmas dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama operasional (KSO) pengelolaan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2013. Aset tersebut digunakan dalam proyek pembangunan pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC).

Kepala Kejati NTB, Enen Saribanon, menyampaikan bahwa kasus ini telah masuk dalam tahap persidangan. Meski keterlibatan Bank Sinarmas belum menjadi fokus utama, namun pihak kejaksaan akan menunggu perkembangan fakta persidangan.
“Untuk soal itu (keterlibatan Bank Sinarmas), kami tunggu dan lihat petunjuk dari fakta-fakta yang terungkap nantinya di persidangan,” kata Enen di Mataram, Jumat (13/6).

Dalam perkara ini, Bank Sinarmas disebut sebagai pihak yang menerima agunan berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dari PT Bliss Pembangunan Sejahtera. SHGB tersebut mencakup lahan seluas 4,8 hektare di Jalan Ahmad Yani, Lombok Barat yang merupakan aset milik pemerintah daerah.

SHGB diserahkan oleh PT Bliss setelah menerima dari PT Tripat, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Lombok Barat, sebagai bagian dari perjanjian kerja sama dalam proyek LCC.

Dalam dakwaan jaksa, Bank Sinarmas mencairkan kredit senilai Rp263 miliar kepada PT Bliss pada akhir 2015, dengan SHGB sebagai agunan. Namun, setelah PT Bliss tidak lagi melanjutkan proyek LCC sejak 2017, kredit bermasalah pun muncul dengan total tunggakan mencapai Rp531 miliar.
Akibatnya, lahan SHGB tersebut menjadi aset terancam dialihkan kepada Bank Sinarmas sebagai pemberi kredit. “Dalam perkara ini, kejaksaan masih dalam tahap penyidikan dan belum mengambil langkah hukum terhadap Bank Sinarmas,” ujar Enen.

Lebih lanjut, Enen menekankan bahwa lahan yang dijadikan agunan tersebut merupakan aset daerah yang menurut Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, tidak dapat dijadikan jaminan atau digadaikan untuk pinjaman.

Terkait beredarnya isu bahwa penuntut umum atau penyidik menerima beasiswa dari Bank Sinarmas sehingga pihak bank tidak diseret dalam perkara ini, Enen membantah tegas.

“Itu tidak benar. Tidak ada hubungannya dengan beasiswa yang diberikan ke jaksa. Beda itu. Kami tetap menjaga independensi dalam setiap penanganan perkara,” tegasnya.
Menurut hasil perhitungan ahli, penggunaan aset daerah sebagai agunan dalam perkara ini telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp38 miliar lebih. (rie)