Kejaksaan Eksekusi Aset Eks Anggota DPRD Lotim

Eksekusi : Tim eksekutor Kejari Lotim saat turun melakukan eksekusi aset milik eks anggota DPRD Lotim Saprudin terpidana kasus korupsi Alsintan di Desa Ekas Kecamatan Jerowaru kemarin. (Ist/Radar Lombok )

SELONG – Tim eksekutor Kejaksaan Negeri Lombok Timur melaksanakan eksekusi terhadap sebidang tanah milik Saprudin, eks anggota DPRD Lotim yang merupakan terpidana kasus alat mesin pertanian (Alsintan), Rabu (11/9). Eksekusi dilakukan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 2332 K/Pid.Sus/2024 yang dikeluarkan pada 23 April lalu.

Aset terpisah Saprudin yang disita tersebut berlokasi di Desa Ekas Kecamatan Jerowaru. Dalam pelaksanaan eksekusi ini, hadir tim jaksa eksekutor dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur yang terdiri dari Selly Kusuma Wardhani, Balma Ariagana,dan Assiddique Panggita Bima. Termasuk juga disaksikan oleh Kepala Desa Ekas, Kasi Pemerintahan Desa Pemongkong, jajaran Kepolisian Polsek Jerowaru, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lombok Timur serta penjaga vila. ” Keluarga terpidana yaitu ayah kandung dan adik kandung Saprudin, juga turut menyaksikan proses eksekusi ini,” kata Kasi Intel Kejari Lotim Bayu Pinarta.

Sebidang tanah yang dieksekusi memiliki luas 7.367 meter persegi beserta bangunan yang terletak dengan batas- batasnya. Penyitaan tanah ini dilakukan sebagai langkah untuk pengembalian uang pengganti sebesar Rp1.908.702.145,- (satu miliar sembilan ratus delapan juta tujuh ratus dua ribu seratus empat puluh lima rupiah) yang telah ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2332 K/Pid.Sus/2024. ”  Langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan hukum yang bertujuan untuk menegakkan keadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutupnya.

Baca Juga :  Kades Diingatkan tak Gunakan DD untuk Nyaleg

Diketahui dalam kasus in tiga orang telah ditetapkan sebagai terpidana. Selaian Saprudin dua lainnya adalah eks Kadis Pertanian Lotim M. Zaini dan oknum LSM, Asri Mardianto. Ketiga orang ini dinyatakan terbukti oleh pengadilan tingkat pertama Tipikor Mataram.

Dari tiga orang terpidana tersebut tersangka pertama terpidana   Asri Mardianto dijatuhi vonis pidana penjara selama 8 tahun, atau lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut yang selama 8 tahun 6 bulan. Sedangkan pidana denda yang dijatuhi majelis hakim, sama dengan tuntutan jaksa penuntut sebesar Rp 400 juta. Namun yang berbeda adalah pidana pengganti atau subsidernya. Majelis hakim lebih ringan satu bulan dari jaksa penuntut yang sebelumnya dengan pidana kurungan subsider 5 bulan.

Majelis hakim juga membebankan kepada terdakwa Asri Mardianto untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp 1,9 miliar, atau lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebesar Rp 1,18 miliar. Demikian pidana kurungan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian negara, juga lebih ringan. Dimana jaksa menuntut 5 tahun, sedangkan majelis hakim selama 3 tahun.

Baca Juga :  Empat Ribu Dosis Vaksin Langsung Ludes

Sementara untuk terdakwa Zaini, majelis hakim dalam putusannya menghukum terdakwa pidana penjara 5 tahun, atau lebih ringan 2 tahun 6 bulan dari tuntutan jaksa penuntut yang selama 7 tahun 6 bulan. Tidak hanya pidana penjara yang lebih ringan, melainkan juga pidana denda yang dijatuhkan kepada terdakwa juga ikut berkurang dari tuntutan jaksa penuntut. Di mana jaksa menuntut agar terdakwa dipidana denda Rp 300 juta subsider 4 bulan.

Mengenai uang pengganti, majelis hakim satu suara dengan jaksa penuntut. Bahwa terdakwa tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara. Karena dalam persidangan, tidak ditemukan fakta bahwa terdakwa  ikut serta menikmati bantuan tersebut.

Sementara untuk terdakwa Saprudin, vonis pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim selama 8 tahun, dan pidana denda Rp 400 juta subsider 4 bulan. Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut yang sebelumnya menuntut pidana penjara 8 tahun 6 bulan, dan pidana denda Rp 400 juta subsider 5 bulan kurungan. Untuk uang pengganti kerugian negara, terdakwa dibebankan Rp 1,9 miliar, atau lebih rendah dari uang pengganti yang dibebankan jaksa penuntut sebesar Rp 1,18 miliar.(lie)

Komentar Anda