Kebakaran Kawasan Hutan Meluas

Disengaja Warga untuk Bercocok Tanam

Kebakaran Kawasan Hutan
TERBAKAR: Aparat kepolisian bersama warga sedang memadamkan kebakaran di kawasan hutan Gunung Mareje Dusun Beberik Desa Serage Kecamatan Praya Barat Daya, Sabtu (24/8). (ISTIMEWA FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM – Kebakaran kawasan hutan dan semak belukar musim kemarau tahun ini bukan serta merta terjadi melainkan disengaja warga.

Salah satu alasan warga adalah ingin membersihkan lahan tersebut di musim kemarau. Ketika musim hujan datang, mereka akan memanfaatkan lahan tersebut untuk bercocok tanam. Bahkan, pembakaran lahan ini sudah menjadi rutinitas tahunan warga. Padahal, mereka tak memiliki izin menggarap lahan yang dibakar tersebut. ‘’Biasanya lahan itu akan ditanami jagung ketika musim hujan tiba,’’ terang Kepala Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Lombok Tengah, H Muhammad kepada Radar Lombok, Senin (26/8).

Secara detail, Muhammad mengaku tidak mengatahui jumlah luas lahan yang sudah terbakar. Mengingat masalah kehutanan adalah ranah provinsi. ‘’Makanya kita dalam waktu dekat ini akan rapat untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tambah dia.

Untuk wilayah hutan yang kerap terbakar, lanjut Muhammad, terjadi di wilayah selatan. Seperti wilayah Kecamatan Pujut, Praya Timur, Praya Barat, dan Praya Barat Daya. Mengingat lahan itu sangat kering ketika musim kemarau. Beda halnya dengan hutan di wilayah utara, seperti Kecamatan Batukling, Batukliang Utara, dan Kopang, kawasan hutannya cukup terlindungi.

Seperti yang terjadi baru- baru, sebut Muhammad, kebakaran kawasan hutan terjadi di kawasan gunung Mareje Kecamatan Praya Barat dan Praya Barat Daya. Kawasan hutan yang terbakar berupa rumput ilalang dan semak belukar yang sudah mengering, sehingga api dengan cepat meluas. “Cuaca sekarang ini masih panas, tapi tidak ada kaitannya dengan kebakaran lahan ini. Karena warga yang membakar sendiri lahan itu,” sebutnya.

Padahal, sambung Muhammad lebih lanjut, pemda sering mengingatkan warga agar tidak membakar hutan. Karena selain menimbulkan polusi yang berbahaya, juga ditakutkan pohon besar ikut terbakar. Tentunya, kondisi ini akan membuat kawasan hutan menjadi gundul. “Ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan, makanya kita sudah mengagendakan rapat pembentukan tim ini. Jangan sampai lahan akan semakin meluas untuk dibakar oleh warga yang akan menanam jagung ini. Terlebih sebenarnya warga tidak memiliki wewenang dalam mengelola hutan itu,” tegasnya.

Muhammad menyarankan, andaikata warga ingin mengelola kawasan hutan tersebut. Maka sebaiknya tidak dibakar tetapi rumput dan semaknya dibersihkan dengan cara dipotong. Namun, karena luasnya lahan yang digunakan untuk bercocok tanam sehingga warga memilih jalan pintas untuk membersihkan hutan dengan cara dibakar. “Mereka sebenarnya membersihkan hutan untuk mereka tanami jagung, tapi cara mereka merugikan orang lain. Makanya kita dari dulu menyarankan agar rumput caranya dipotong,’’ imbuhnya.

Baca Juga :  TNI Hijaukan Taman Hutan Raya Pakuan

Kebakaran kawasan hutan dan semak belukar ini juga tak luput terjadi di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Bahkan, kebakaran kawasan hutan dan semak belukar tahun ini menjadi catatan pertama di pusat setelah apel siaga Karhutla 2019. Kasus kebakaran yang terjadi dari bulan Januari-Agustus mencapai 53 kasus, khusus kebakaran lahan sebanyak 15 kasus dengan luas mencapai kurang lebih 30 hektare.  “Lahan yang terbakar ini yaitu lahan perkebunan, lahan ladang pertanian, lahan ilalang. Satu titik itu paling dikit 5 are, paling banyak di wilayah Malaka,” ungkap Kasi Damkar, Dinas Pol PP dan Damkar Lombok Utara, Harip Candra kepada Radar Lombok, Senin (26/8).

Untuk memadamkan titik-titik api itu, Damkar hanya memiliki dua armada yang ditempatkan di posko Bayan dan posko pusat yang berkapasitas 5 ribu liter. Selebihnya dibantu aparat kepolisian, TNI, BPBD, Dinas PUPR, Dinas LHPKP dalam menyuplai airnya. “Armada kami fire truck yang khusus memadamkan kebakaran di tengah permukiman, makanya pada titik-titik kebakaran seperti di Malaka harus meminta bantuan Kota Mataram,” terangnya. 

Dalam tindakan pemadam api lebih mengutamakan pemadaman, penyelematan, dan evakuasi. Karena itulah pada saat titik-titik kebakaran mengantisipasi mengarah ke permukiman warga. Terkait pencegahan selama ini belum maksimal. Diakui, pihaknya tetap melakukan sosialiasi terbatas, semestinya dalam kasus karhutla yang bergerakan Dinas LHPKP, kemudian BPBD mengkoordinir dalam pemadaman tersebut. Pihaknya sudah memberikan pelatihan bantuan relawan kebakaran (balakar) untuk masyarakat umum, sedangkan untuk pelajar disebut SI PEKA (siswa peduli kebakaran). “Kita harus perbanyak sosialisasi kepada masyarakat,” harapnya. 

Untuk armada, sesuai rakor di pusat, Lombok Utara harus memiliki 15 armada Damkar, karena melihat medan yang dilalui dan penduduknya jauh. Kemudian, harus berdiri sendiri menjadi dinas tipe C. “Khusus karhutla itu armadanya fire jipe dan suplai air khusus, karena medan kita hadapi berbukitan,” imbuhnya. 

Terkait penyebab kebakaran sampai saat ini belum bisa diungkap oleh pihak berwajib. Hal itu kesulitan titik awal kebakaran jauh dari permukiman sehingga tidak diketahui. Selain itu, menurut pemilik lahan tidak dimanfaatkan menjadi lahan kebun atau pembangunan. “Jadi, kami masih melakukan penyelidikan sampai sekarang,” terang Kasatreskrim Polres Lombok Utara, AKP Kadek Metria.

Di Kabupaten Lombok Timur, kebakaran kawasan hutan dan lahan di puncak kemarau tahun ini terus harus diantisipasi. Sebagai kabupaten yang punya kawasan hutan dan sering terjadi kebakaran hutan, penananganannya butuh konsistensi. Kemarin, Pemkab Lombok Timur bersama dengan berbagai unsur terkait dari Forkominda menggelar apel penanganan Karhutla di Mapolres Lombok Timur. Dalam kegiatan ini juga digelar simulasi penanganan cepat yang dilakukan tim ketika terjadi Karhutla.

Baca Juga :  Pol PP Ditarik dari Hutan Lindung Sekaroh

Apel dipimpin oleh Sekda Lombok Timur, Rohman Farly. Sekda menyampaikan Karhutla adalah fenomena yang selalu berulang setiap tahun dan membutuhkan perhatian dan konsistensi semua pihak untuk penanganannya. “Jumlah titik api  (hotspot) yang fluktuatif menandakan belum konsistennya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla),” katanya.

Karhutla mengalami kenaikan kasus dari tahun ke tahun. Di Kabupaten Lombok Timur per 5 Agustus 2019, Karhutla yang terjadi melanda 253,10 hektare dan per 21 Agustus 2019 menjadi 450,45 hektare atau naik sejumlah 197,35 hektare. Dari 21 kecamatan yang ada, Karhutla hampir sebagian besar melanda wilayah utara seperti Sambelia, Sembalun dan Pringgabaya. Berbagai langkah antisipasi bencana sudah dilaksanakan melibatkan TNI, Polri, dan jajaran pemerintahan lainnya. Pencegahan menjadi fokus utama dengan pelibatan dan peran serta semua pihak.  

Untuk itu diingatkan untuk menggalakkan kegiatan patroli terpadu dan deteksi dini. Usai kegiatan, Sekda juga mengatakan peristiwa Karhutla di Lotim terbilang hampir setiap tahun terjadi. Kebakaran yang terjadi terindikasi karena kesengajaan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.” Makanya kita telah berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk dengan kepolisian, Dinas Kehutanan, TNGR  untuk lebih meningkatkan pengawasan,” sebutnya.

Secara logika kebakaran tidak bisa terjadi dengan sendiri, apalagi setiap tahun selalu terjadi. Untuk itu kedepan yang lebih ditingkatkan adalah upaya penanganan dan pencegahan terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan tersebut. Diantaranya solusinya apakah nantinya kawasan yang rawan terjadi kebakaran itu akan dilokalisir termasuk melalui pengamanan terpadu.

Terlebih dengan adanya dibentuk Satgas pencegahan Karhutla. “Apalagi saat ini masih sedang terjadi musim kemarau. Makanya semua fasilitas dan kelengkapan yang terkonsetrasi di beberapa unit kita akan coba untuk rencanakan secara terpadu. Sehingga akan muncul gerakan secara bersamaan termasuk dengan melibatkan masyarakat,” tegas Rohman.

Apel siaga ini menurutnya merupakan momentum awal untuk  lebih meningkatkan sinergi dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.  Sehingga kejadian tersebut tidak berulang terjadi setiap tahun.” Upaya antisipasi ini tentunya harus secara berkelanjutan. Ketika ada terjadi kebakaran, petugas langsung dikerahkan ke lokasi untuk lakukan pemadaman.  Tapi yang terpenting butuh upaya serentak,” tutupnya. (met/flo/lie)

Komentar Anda